08. SIMPEL

15 7 5
                                    

"Sederhana saja, apa yang ada maka syukuri dan jangan diratapi."

---------------

Orang itu tersungkur begitu saja ke tanah, dengan luka memar dan darah segar yang keluar dari sudut bibirnya. Ia berusaha bangkit dan ingin membalas pukulan yang dilayangkan oleh Gema dengan pukulan juga tentunya. Tapi ia tak bisa memukul Gema karena Gema lebih dahulu menghindar. Dan, mungkin karena masih dalam pengaruh alkohol jadi ia tidak dapat fokus pada sasarannya.

Orang itu kembali tersungkur ke tanah karena pukulan yang kembali Gema berikan. Pukulan yang cukup keras dan mampu membuat orang itu tak berdaya. Gema memukul tepat pada punggung orang itu.

Gema kembali memukul dan memukulnya lagi. Tak ada perlawanan dari orang itu. Mungkin saja ia tak dapat mengimbangi serangan Gema karena masih dalam kondisi sedikit mabuk.

Senja hanya diam mematung dengan isakannya. Sebenarnya ia takut tapi ia juga kasihan kepada orang yang tengah Gema pukul habis-habisan.

"Kak udah kak cukup!" Pinta Senja. Ia sangat takut dengan kekerasan. Dalam hidupnya ia selalu dididik dengan kasih sayang dalam keluarganya, tanpa kekerasan.

Seketika itu pula Gema menghentikan tinjunya yang hampir mengenai wajah orang itu lagi. Gema menoleh menatap Senja yang tengah menangis sesenggukan. Ia menghampiri Senja dan mencoba menenangkannya.

Gema mengelus bahu Senja, "Udah jangan nangis lagi, tenang aja lo aman  sekarang." Ucapnya mencoba menenangkan sembari menghapus air mata Senja dengan ibu jarinya.

Senja hanya diam tak bergeming, pikirannya melayang entah kemana. Ia masih syok dengan apa yang baru saja ia alami. Ditambah lagi dengan sikap gema yang membuat jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.

Gema yang peka dengan keadaan Senja menggenggam tangan Senja, mencoba memberi isyarat untuk Senja agar tenang dan pecaya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Ayo pulang, gue antar lo sampe rumah." Ucap Gema, menarik tangan mungil Senja dengan lembut.

Mereka meninggalkan orang itu begitu saja dengan luka yang bisa dikatakan tidak ringan.

---------------

Gema melajukan motornya menembus ramainya jalanan ibu kota. Sesekali melirik pada Senja yang masih saja bungkam lewat kaca spion.

"Tenang aja, semua bakal baik-baik aja." Ucap Gema. Senja hanya melirik sekilas pada Gema lewat pantulan kaca spion.

Senja masih saja bungkam, pikirannya gelisah memikirkan apa yang akan terjadi jika ia pulang dalam kondisi seperti ini. Seragamnya saja agak sedikir berantakan, ditambah lagi dengan mata sembab sehabis menangis.

"Lo mikirin apa sih?" Tanya Gema dengan nada yang sedikit kesal.

"Gue takut kak" akhirnya beberapa kata terucap dari bibir mungil Senja.

"Takut apa lagi? Kan orang jahatnya udah gue hajar habis-habisan?"

"Bukan itu kak yang gue takutin" ucap senja kemudian memalingkan wajahnya.

Gema yang mendengar penuturan Senja hanya mengeryitkan matanya. Jika bukan itu lalu apa yang Senja kawatirkan lagi?

"Gue takut liat reaksi ayah sama bunda kalau liat gue pulang dengan kondisi kek gini" ucap Senja lagi.

Gema yang sudah tau alasannya hanya diam mendengarkan dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Iss... kakak dengerin gak sih?!" Senja menjadi sedikit kesal terhada respon Gema barusan.

GEMA SENJA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang