"Ma-maaf..." Cicit Senja. Suaranya sedikit bergetar sekarang. Entah kemana keberanian sekarang ini. Bahkan sepertinya Senja sudah lupa dengan umpatannya tadi tentang Gema.
Tatapan elang yang Gema berikan seperti belati tajam yang siap menghujam tubuh Senja. Bahkan Senja kini tak berani menatap netra tegas dan indah itu lagi. Ia seolah mati kutu, hanya menunduk takut tak berani mendongak ke atas.
"Maaf, ka-kak." Suaranya semakin melemah. Namun indra pendengaran Gema masih bisa menangkapnya.
Rahang Gema semakin mengeras. Wajahnya yang tegas dengan perawakan tinggi tegap menambah kesan angker di wajahnya. Gelas tempat jus yang tadi Gema bawa kini habis isinya. Tumpah pada tubuh Gema karena ulah gadis yang berdiri di depannya saat ini. Gelas itu di genggaman erat olehnya.
"Kenapa setiap bertemu dengan kamu selalu saja ada masalah yang datang?" Kosakata Gema sekarang berubah. Itu menandakan Gema tengah serius dan tidak sedang bermain main sekarang.
"Biang masalah!" Nada bicara Gema meninggi. Tubuh Senja terjingkat seketika karena kaget.
Hal itu sontak membuat semua orang yang ada di kantin beralih menatap keduanya. Tak lupa juga dengan Vera yang sedang duduk manis pada salah satu meja yang di sediakan kantin. Vera yang sedari tadi asik memainkan gawainya kini sesegera mungkin mencari sumber suara itu. Matanya menangkap sahabatnya yang sedang berdiri bersama pemilik suara yang membuatnya kaget barusan.
Tubuh Senja bergetar, dadanya sesak dan air matanya hampir meluap. "Maaf kak, Senja enggak sengaja."
Tes!
Satu tetes air mata itu lolos begitu saja tanpa dapat Senja cegah. Baru kali ini ada yang berbicara sekeras ini kepada Senja. Ia takut, bahkan sangat takut dengan suara Gema yang sangat keras dan membentak. Senja lebih suka Gema yang ketua daripada Gema yang keras.
"Bisa gila kalau saya bertemu dengan kamu setiap hari!" Senja masih tak bergeming.
"Ma-maaf... Senja mi-minta maaf, kak..." Ucap Senja. Kini isak nya semakin menjadi. Senja terisak karena suara Gema yang terus membentaknya.
"Pengacau! Semua hal akan berantakan jika ada kamu!" Bentak Gema lagi.
Senja memberanikan diri untuk menatap Gema. Tatapan mereka bertemu, bahkan tatapan Gema sangat menusuk dan menyakitkan bagi Senja. "Senja udah minta maaf, bisa enggak kakak gak bentak bentak Senja lagi?"
"Emang, kakak itu siapanya Senja?" Lanjut Senja sedikit menaikkan nada bicaranya.
Gema mengusap kepalanya kasar. "Akhh...! Kamu merasa saya bentak, iya? Lemah kamu!" Bentak Gema lagi. Namun suaranya sedikit melirih di akhir kalimat. Terselip sedikit nada ejekan untuk Senja.
Senja membalas tatapan dan perkataan Gema itu tak kalah tajam, "Iya, Senja memang lemah. Terus kakak mau apa?!" Dadanya naik turun sekarang. Tangisnya pun semakin menjadi. Napasnya pun terasa mulai sesak dan tubuhnya seketika menjadi lemas.
Vera yang melihat sahabatnya sedang beradu mulut dengan Gema bahkan menangis kini bergegas menghampirinya. Lihat saja, Vera akan memberikan perhitungan pada Gema, kakak kelasnya itu karena sudah membuat sahabatnya menangis.
Langkahnya cepat dan tergesa. Namun, langkahnya terhenti seketika akibat Daniel yang tiba-tiba datang dan menarik tangannya dari belakang. Vera menatap tak suka pada Daniel.
"Lepas!" Tegasnya.
Daniel hanya menggelengkan kepalanya. "Jangan." Ucapnya.
"Kalau lo sampai ke sana, bisa tambah kacau keadaannya. Lo liat kan kalau Gema lagi emosi, jangan di ganggu atau dia bakal lebih sadis lagi." Jelasnya.
Vera terdiam sesaat, kemudian menarik tangannya paksa dari genggaman Daniel. Dan berhasil. "Lo gila ya? Mereka itu lagi berantem dan lo larang gue buat pisahin mereka? Bener bener sin-" ucapan Vera terpotong.
Bruk...
Suara itu sontak membuat semua mata tertuju pada satu pusat. Itu Senja, dia jatuh dan tubuhnya menghantam sebuah meja yang ada di dekatnya. Meskipun tak keras namun mampu menciptakan suaranya yang melengking akibat gesekan kaki meja dan lantai.
Tak terkecuali dengan Gema. Raut wajah pemuda itu seketika berubah panik setelah sosok yang ada di depannya jatuh tersungkur secara tiba tiba. Emosi Gema seketika hilang entah kemana diganti panik. Namun tubuhnya urung untuk bergerak.
Sedangkan Vera yang berada tak jauh dari keduanya segera berlari menghampiri. Tak lupa juga dengan Daniel yang ikut berlari mengikuti langkah Vera. Sementara itu, seluruh orang yang ada di kantin melemparkan berbagai macam tatapan. Bahkan ada beberapa dari mereka yang ikut mengerumuni Senja karena penasaran.
"Permisi! Tolong dong minggir!" Vera memecah kerumunan manusia itu.
"Astaga! Senja, kok Lo jadi kayak gini sih...!" Ucap Vera panik. Tatapannya kini beralih kepada Gema.
"Heh, Lo itu bego atau gimana sih?! Ini temen gue jatuh bukannya di bantuin malah bengong aja kek patung!" Gema tersadar dari lamunannya.
"BURUAN!" Teriak Vera panik. Jelas saja dia panik, bagaimana tidak sudah jelas di depan matanya sahabatnya tergeletak tak berdaya seperti itu. Malah semua orang hanya diam menonton.
Sedangkan Gema kini membopong tubuh mungil Senja menuju UKS. Sepanjang koridor keduanya menjadi tontonan semua murid karena ini merupakan jam istirahat sekolah. Yang pasti sebagian besar murid berada di luar kelas. Gema terus berjalan cepat dengan Senja yang ada dalam gendongannya. Diikuti oleh Vera dan juga Daniel yang sedari tadi ada di belakangnya.
Brak...
Sesampainya di depan ruang UKS Gema membukanya secara kasar dan tergesa. Beberapa petugas UKS dan siswa yang sedang bertugas jaga di UKS semuanya terperanjat kaget dengan kedatangan Gema. Ditambah dengan seorang gadis yang tidak sadarkan diri ada di dekapannya.
"Loh, ini kenapa?" Tanya salah satu petugas UKS.
Gema tak menjawab pertanyaan dari petugas itu. Dia baringkan tubuh mungil Senja pada tempat tidur UKS. Dia masih fokus pada Senja bahkan mungkin tidak sadar jika ada yang bertanya padanya.
"Cepat diperiksa!" Titahnya.
Dua orang petugas langsung dengan sigap mulai memeriksa Senja. Sementara seorang siswi menghampiri Gema dan teman-temannya. Menyuruh mereka untuk keluar agar tidak mengganggu proses pemeriksaan Senja.
"Kak, tolong keluar dulu ya. Silahkan tunggu di luar." Ucapnya sesopan mungkin.
Gema yang kepalang panik tidak mungkin bisa mengendalikan emosinya. "Gak, gue mu tunggu di sini!"
"Tolong ya kak!" Ucapnya lagi. Masih mencoba bersikap sesopan dan sesabar mungkin. Kemudian menutup pintu dengan cepat.
Srett...
Vera yang dari tadi hanya diam kini beranjak. Menarik paksa tangan Gema dari belakang hingga sang empunya tangan ikut terseret keluar. Tapi bukan Gema namanya jika tidak keras kepala. Dia bahkan masih sempat memberontak dan keukeh ingin tetap berada di dalam.
Sesampainya di luar Vera menghempaskan tangan Gema dengan kasar. Disaksikan oleh Daniel pula yang masih diam dan tak berani ikut campur. "Lo apain temen gue, hah?" Bentak Vera. Suaranya kini meninggi karena emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMA SENJA
Teen FictionAda rasa yang hanya jadi wacana. Ada pula cinta yang hanya jadi rencana. Ada rasa yang kalah dengan rupa. Ada pula insan yang hanya terpendam dalam aksara. Bukan takdir, kamu, atau aku. Namun semua tentang waktu. Lama dirasa yang membalas malah luka.