Part 15 (💡NEW VERSION!)

26 2 0
                                    

Siang itu Hareun sedang duduk di pantry sambil menatap layar ponselnya. Ia baru saja menerima beberapa foto dirinya naik mobil Lee Joon dari apartemen pria itu, juga saat mereka tiba di apartemen Junhyung. Bukankah ini artinya memang seluruh gerak-geriknya diikuti ke manapun dia pergi?

Hareun menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia sudah bersedia melayani Yongchun hampir setiap minggu, dan pria itu masih tidak melepaskannya? Dada Hareun terasa sesak. Kenapa? Apa lagi yang harus dia perbuat agar Yongchun berhenti mengganggu hidupnya dan orang-orang yang ada di sekitarnya?

"Hareun-ah."

Hareun menoleh kaget. Sejak kapan Gikwang berdiri di depannya? Ia tidak mendengar pintu kaca terbuka.

"Ya?" sahut Hareun.

"Sedang apa?" tanya Gikwang yang tetap berdiri dari tempatnya.

"Enggak ada," jawab Hareun sambil memperbaiki duduknya. Ia tidak ingin terlihat sedang memikirkan sesuatu di depan Gikwang. Namun, entah bagaimana pria itu bisa mengetahuinya.

"Ada masalah apa?" tanya Gikwang sambil menatap Hareun.

Hareun balas menatap Gikwang. Dadanya terasa lebih sesak setelah melihat pria itu. Semua yang terjadi saat malam Natal langsung terlintas seperti film yang diputar ulang di kepalanya. Setiap kata-kata Gikwang seolah masih terngiang-ngiang di telinganya. Terutama setelah Gikwang tidak ingin bertemu dengannya tempo hari. Tidak bisakah dia pergi saja? Hareun takut ia tidak bisa menahan air matanya lebih lama lagi jika Gikwang masih berdiri di sana. Hareun menjawabnya dengan menggeleng.

"Sungguh?" tanya Gikwang lagi.

Hareun mengalihkan pandangannya. Astaga, matanya sudah terasa panas sekarang. Kenapa Gikwang masih belum pergi juga?

"Hareun-ah, maafkan aku."

Hareun tertegun. Maaf? Kenapa Gikwang meminta maaf?

"Maaf karena kemarin aku mengusirmu waktu kau ke rumahku. Aku... aku enggak bermaksud melakukan itu padamu."

Hareun buru-buru mengangguk. "Enggak apa-apa. Aku mengerti."

"Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku merasa enggak enak setelah itu, tapi aku sulit bertemu denganmu untuk mengatakannya..."

"Aku mengerti," potong Hareun. Kali ini ia benar-benar tidak bisa melihat ke arah Gikwang. Ia tahu Gikwang akan mengira Hareun marah padanya, tetapi Hareun tidak punya pilihan lain.

"Kalian sedang apa?"

Hareun menoleh begitu Yoseob menghampiri mereka. Yoseob tampak kaget ketika melihat wajah Hareun.

"Ah, aku... mau keluar makan siang," kata Yoseob canggung. "Sepertinya aku harus pergi."

"Yoseob-ah!" panggil Hareun buru-buru begitu Yoseob berbalik hendak pergi. "Aku juga mau keluar makan siang. Aku ikut denganmu."

Hareun menyambar ponselnya lalu buru-buru menghampiri Yoseob. Ada debar lega sekaligus menyakitkan saat Gikwang menepuk punggungnya begitu Hareun melewatinya. Hareun menggamit lengan Yoseob untuk bergegas keluar dari ruangan.

Begitu masuk ke mobil Yoseob, Hareun memalingkan wajahnya ke arah jendela. Tenggorokannya sudah terasa sakit sekali sekarang, dan ia berkali-kali menelan ludah untuk menghilangkan rasa sakitnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Yoseob yang hanya duduk di belakang kemudi. Ia bahkan belum menyalakan mesin mobilnya.

Hareun tidak menjawab. Ia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Yoseob. Jelas ia tidak baik-baik saja, kenapa Yoseob harus menanyakannya?

"Sudah tiga bulan dan kau masih memikirkannya?" tanya Yoseob lagi.

Akhirnya Hareun tidak bisa menahan air matanya. Ia terisak dengan suara tertahan. Namun, ia masih tidak melihat ke arah Yoseob.

When I Miss You (HIGHLIGHT FanFiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang