Part 2

192 34 21
                                    

"Hareun-ah, kau sakit?"

Hareun membuka matanya. Gikwang sedang duduk di sebelahnya sambil memandangnya dengan cemas.

"Kenapa kau bisa sakit? Apa aku yang telah membuatmu seperti ini?" tanya Gikwang.

Hareun ingin menjawab, tapi bibirnya seperti terkunci.

"Kenapa kau enggak menjawab? Kau membenciku?" Gikwang meraih tangan Hareun. "Maafkan aku. Aku enggak tahu kalau yang kulakukan menyakitimu. Maaf karena lagi-lagi aku enggak memikirkan perasaanmu. Aku enggak akan melakukannya lagi. Aku enggak akan memintamu untuk pergi lagi. Kumohon, jangan membenciku. Aku enggak ingin kau sakit."

Hareun memaksakan dirinya untuk tersenyum. Ia menggenggam tangan Gikwang erat-erat. "Ini bukan salahmu, Gikwang-ah..."

"Kenapa kau memanggil-manggil Gikwang?"

Hareun membuka matanya perlahan. Wajah Junhyung tepat berada di depannya. Pria itu meraba dahi Hareun dengan hati-hati.

"Kau masih demam," kata Junhyung. Rupanya tangan satunya sedang memegangi tangan Hareun.

Hareun merasakan kepalanya seperti habis dihantam dari belakang. Ia mengernyit.

"Sakit..." gumam Hareun lirih.

"Sakit? Yang mana yang sakit?" tanya Junhyung cemas.

Hareun tidak menjawab. Ia kembali memejamkan matanya dan bisa mendengar Junhyung memanggil-manggil namanya dengan panik. Saat Hareun kembali membuka matanya, kali ini Yoseob yang sedang duduk di sebelahnya dan mengawasinya.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Hareun dengan suara parau.

"Tentu saja menunggumu sampai kau bangun. Kenapa kau seperti orang mati setiap kali kau sakit?" protes Yoseob.

Hareun tersenyum. "Tidur adalah obat terbaikku."

"Sekarang kau merasa lebih baik?" tanya Yoseob sambil memegang dahi Hareun.

"Sedikit," jawab Hareun sambil berusaha bangkit. Yoseob buru-buru memeganginya.

"Kau butuh sesuatu?"

"Minum."

Yoseob turun dari tempat tidur lalu mengambil gelas yang sudah disiapkan di meja. Ia membantu menahan punggung Hareun lalu merebahkannya kembali setelah gadis itu selesai minum.

"Junhyungie?" tanya Hareun setelah menyadari ia berada di kamar Junhyung.

"Sedang pergi berbelanja dengan Dongwoon. Mungkin sebentar lagi pulang."

"Hoeeek!" Hareun mengernyit karena kepalanya seperti ditarik.

"Perutmu mual?" tanya Yoseob sambil mengusap-ngusap punggung Hareun.

"Mungkin aku masuk angin."

"Apa itu?"

"Kebanyakan terkena angin."

"Yah, bilang padanya supaya enggak mengajakmu nongkrong di sungai Han musim dingin seperti ini."

"Siapa?"

"Gikwang. Sepertinya dia juga masuk angin sepertimu."

Hareun memegangi kepalanya saat rasa mual kembali melandanya. Yoseob kembali turun dari tempat tidur.

"Perutmu kosong. Aku akan mengambilkan bubur untukmu." Yoseob melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Hareun yang termangu sambil memandang ke langit-langit.

Sudah beberapa hari berlalu dan Yoseob tidak bertanya macam-macam. Itu artinya Gikwang tidak—atau belum menceritakan apa-apa padanya. Padahal biasanya Yoseob yang lebih tahu. Hareun menghela napas. Ia tidak yakin ingin berbagi rasa sedihnya pada Yoseob. Karena itu artinya ia harus menceritakan pada Yoseob semua yang terjadi dengannya dan Gikwang. Hareun belum siap jika harus dihakimi karena kebodohannya.

When I Miss You (HIGHLIGHT FanFiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang