Perkelahian yang terjadi ini amat hebat. Gerakan Tek Hoat, tidak begitu cepat karena dia yang cerdik, maklum bahwa tidak mungkin dia dapat mengandalkan kecepatan melawan lima orang yang memiliki gerakan teratur dan kerja sama yang amat baik seolah-olah dikemudikan oleh satu kepala saja itu. Dia bersilat dengan tenang, lambat tapi gerakannya kuat sekali dan setiap bagian tubuhnya selalu terjaga dan terlindung.
Lima orang itu pun mengeluarkan semua kepandaian mereka. Gerakan mereka teratur dan saling membantu, saling melindungi, dengan serangan-serangan yang bertubi dan bergiliran secara teratur sekali, dan serangan mereka itu berubah-ubah dengan tenaga yang berubah-ubah pula sesuai dengan sifat Ngo-heng.
Namun, Tek Hoat yang bersikap tenang itu tidak menjadi gugup. Dia bersilat dengan ilmu silat gabungan Pat-mo Sin-kun dan Pat-sian Sin-kun, dan dia selalu mengerahkan tenaga Inti Bumi yang amat hebat sehingga setiap kali beradu lengan dengan seorang lawan, tentu lawan itu terpelanting. Namun begitu terpelanting, empat orang saudaranya telah melindunginya secara otomatis!
Seratus jurus telah lewat dan barisan Ngo-heng-tin itu belum mampu merobohkan Tek Hoat. Kalau tadinya Tek Hoat masih bersilat dengan lambat berhubungan dengan kekuatannya yang belum pulih, sekarang nampak dia mulai bersemangat, gerakan gerakannya lebih dahsyat. Hal ini adalah karena semangat bertanding Tek Hoat mulai 'hidup' lagi. Mengingat bahwa Su-ok merupakan seorang di antara mereka yang berusaha menawan Syanti Dewi dan mengganti kekasihnya itu dengan wanita palsu, semangatnya bangkit dan kemarahannya meluap.
"Bagus, kalian semua sudah bosan hidup agaknya!" dia membentak dan kini dari kedua tangan dengan jari-jari terbuka itu keluar hawa yang mengeluarkan suara bercuitan mengerikan!
Begitu dia memutar tubuh dan kedua lengannya dikembangkan, lima orang lawan itu terkejut, ada yang meloncat mundur, akan tetapi dua di antara mereka memberanikan hati menangkis.
"Dukkk! Dukkkkk!"
Dua orang itu terpelanting dan mereka berloncatan bangun dengan muka pucat. Lengan mereka terluka, kulitnya robek berdarah! Memang luka-luka itu tidak berat, akan tetapi setidaknya membuat mereka terkejut dan jeri sekali terhadap pemuda yang amat lihai ini. Melihat itu, Su-ok marah bukan main.
"Sute semua jangan takut, biar aku membantu kalian merobohkan bocah sombong ini!"
Tubuh yang pendek kecil itu menyambar turun langsung saja menerkam Tek Hoat dengan dahsyatnya. Namun Tek Hoat sudah siap siaga, dengan cepat dia meloncat mundur, kemudian mengirim tendangan yang juga dapat dielakkan oleh Su-ok. Lima orang cebol menjadi besar hati dan timbul kembali keberanian mereka ketika mereka melihat suheng mereka ikut maju mengeroyok, dan sekarang mereka menyerang dan menghujani Tek Hoat dengan pukulan-pukulan yang dibantu pula oleh berbagai macam senjata!
Tek Hoat mengamuk terus. Tetapi kini dia menghadapi lawan yang amat berat. Su-ok Siauw-siang-cu adalah seorang datuk kaum sesat yang sudah memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, sukar dicari bandingannya. Melawan kakek cebol ini sendirian saja masih amat sukar bagi Tek Hoat untuk menang, apa lagi kini Su-ok dibantu oleh lima orang sute-nya, dan dia sendiri baru saja sembuh dari sakit sehingga betapa pun juga, dia belum dapat menguasai kembali seluruh kelincahan dan tenaganya. Betapa pun juga, Tek Hoat tidak merasa gentar dan dia terus mengamuk, biar pun kini dia harus lebih banyak berloncatan dan mengerahkan dan untuk menangkis. Dia tidak mempunyai banyak kesempatan lagi untuk membalas serangan.
Tiba-tiba Su-ok meloncat ke depan, tubuhnya berjongkok rendah, kedua tangannya digerak-gerakkan secara aneh dan lima orang sute-nya meloncat ke kanan kiri menjauh! Tiba-tiba Su-ok mendorongkan kedua tangannya ke arah Tek Hoat dan terdengar dari perutnya keluar bunyi berkokok beberapa kali. Angin dahsyat menyambar dibarengi bau yang amis ke arah Tek Hoat.
Pemuda ini terkejut bukan main, dapat mengenal ilmu pukulan yang dahsyat dan amat berbahaya, maka dia sudah meloncat jauh ke kanan di mana dia disambut dan dikurung oleh lima orang kakek cebol lainnya. Su-ok mengeluarkan pukulan Katak Buduk ini sebagai selingan dan selalu Tek Hoat meloncat jauh, tidak berani menghadapi pukulan ini dengan langsung, tidak berani menangkis, karena dari sambaran anginnya saja dia tahu bahwa pukulan itu mengandung hawa beracun yang amat berbahaya.
Dia sendiri pun sudah memiliki tenaga ampuh, dan pukulan-pukulan beracun setelah dia mempelajari kitab-kitab peninggalan para tokoh Pulau Neraka, yaitu Cui-beng Koai-ong dan Bu-tek Siauw-jin. Akan tetapi karena dia kalah tingkat dan kalah latihan, maka dia tahu bahwa menghadapi pukulan itu secara langsung amatlah berbahaya. Maka, dia lalu mengamuk dan makin mendesak lima orang sute dari Su-ok itu saja, dan begitu Su-ok datang menyerangnya, dia meloncat menjauhkan diri.
Sementara itu, setelah melihat bahwa penjaganya, Su-ok yang mengerikan itu, telah pergi dan agaknya ada suara perkelahian di sebelah depan kuil, Ouw Yan Hui berusaha untuk melepaskan belenggu kedua tangannya, akan tetapi usahanya itu tidak berhasil. Belenggu dari rantai besi yang kokoh itu terlampau kuat baginya sehingga dia tidak berhasil mematahkannya, bahkan kedua pergelangan tangannya lecet-lecet dan terasa nyeri sekali.
Hatinya mulai khawatir. Dia tidak tahu siapa yang datang dan bertanding dengan para orang cebol itu. Melihat betapa sampai lama orang itu dapat mempertahankan diri, jelas bahwa yang datang adalah orang yang pandai. Betapa inginnya untuk dapat bebas dan membantu orang itu, siapa pun juga orangnya, untuk menghajar orang-orang cebol yang kurang ajar itu.
"Hui-ci..., sssttttt...!"
Yan Hui terkejut, menoleh dan wajahnya berseri melihat munculnya orang yang sama sekali tidak disangka-sangkanya akan muncul di tempat itu. Kiranya yang muncul adalah Syanti Dewi!
"Syanti! Cepat... belengguku ini...," bisiknya kembali.
Syanti Dewi meloncat ke belakang pilar, menggunakan pedangnya untuk mematahkan belenggu yang mengikat kedua tangan Ouw Yan Hui. Dan setelah bebas, Ouw Yan Hui lalu menggosok-gosok kedua pergelangan tangannya, memandang kepada Syanti Dewi dengan muka merah.
"Syanti... ahhh, ternyata engkau malah yang rnenolongku! Mari kita bantu orang itu!" Tanpa menanti jawaban lagi, tubuh Yan Hui mencelat keluar kuil, diikuti oleh Syanti Dewi.
Seperti telah kita ketahui, dalam perjalanannya, Syanti Dewi melihat penduduk dusun diganggu sekumpulan orang cebol yang sakti menurut penuturan para prajurit Bhutan yang mengenalnya. Dia menyuruh para prajurit meminta bantuan ke Kota Raja Bhutan, sedangkan dia sendiri kemudian melakukan penyelidikan pada pagi hari itu. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia tiba di kuil itu dari belakang, dia melihat Ouw Yan Hui terbelenggu pada pilar besar, sedangkan di bagian depan kuil itu terjadi perkelahian yang belum dia ketahui siapa orangnya. Tanpa ragu-ragu lagi dia lantas menolong gurunya, kemudian mengikuti Ouw Yan Hui pada saat gurunya itu meloncat keluar kuil untuk membantu orang menghadapi para orang cebol yang sakti.
Ketika dua orang wanita cantik ini tiba di depan kuil, pertempuran antara Tek Hoat yang dikeroyok enam masih berlangsung seru, biar pun kini Tek Hoat hanya mengelak dan menangkis saja, sama sekali tak mampu lagi membalas serangan. Pemuda itu sungguh hebat, masih dapat mempertahankan diri dan belum dapat dirobohkan.
"Manusia-manusia cebol terkutuk!" mendadak Ouw Yan Hui membentak nyaring dan tubuhnya melesat ke depan, terjun ke dalam medan pertempuran.
Semua orang cebol merasa kaget, terutama sekali si brewok yang langsung menerima serangan Ouw Yan Hui. Datangnya serangan demikian tiba-tiba dan pada saat itu, tubuhnya masih terhuyung oleh tangkisan Tek Hoat. Maka tanpa dapat dicegah lagi, tendangan Ouw Yan tepat mengenai lambungnya. Si brewok berteriak dan tubuhnya terlempar, perutnya mendadak menjadi mulas dan dia mengaduh-aduh.
Su-ok adalah seorang yang cerdik, juga licik. Dia tahu bahwa Tek Hoat Si Jari Maut amat berbahaya, bahkan setelah dibantu oleh lima orang sute-nya, sampai ratusan jurus dia dan para sute-nya belum mampu mengalahkan pemuda ini. Dan sekarang muncul wanita yang memiliki ginkang amat luar biasa itu. Munculnya wanita yang terbelenggu itu membuktikan bahwa tentu ada orang sakti lain yang membebaskannya, maka tentu akan muncul orang-orang sakti lain. Keadaan menjadi berbahaya dan tidak menguntungkan bagi pihaknya, maka dia lalu mengeluarkan teriakan sebagai isyarat dan cepat dia meloncat jauh dan melarikan diri, diikuti oleh para sute-nya, si brewok paling belakang karena dia harus berlari sambil memegangi perutnya yang masih mulas!
Ang Tek Hoat berdiri dengan kepala pening dan terasa berdenyut-denyut. Dia baru saja sembuh, tetapi tadi dia telah terlalu banyak mengerahkan tenaga sehingga kepalanya kini menjadi pening, dan dia tidak mengejar mereka yang melarikan diri. Dia tahu bahwa dia telah dibantu orang pandai, maka biar pun pandang matanya menjadi agak kabur karena kepeningan kepalanya, dia tetap menengok dan memandang orang yang telah membantunya sehingga musuh melarikan diri. Dia melihat seorang wanita cantik jelita dan seorang wanita lain agak jauh di belakangnya.
"Dewi...! Ahhh, Syanti Dewi...!" Dia berseru dan seperti orang mabuk dia terhuyung ke depan, menghampiri Syanti Dewi yang sejak tadi berdiri bengong ketika mendapat kenyataan bahwa orang yang bertanding dikeroyok banyak orang cebol dan dibantu oleh gurunya itu bukan lain adalah Ang Tek Hoat!
"Ahhh, engkau...!" Dia terisak lalu sekali meloncat dia telah melarikan diri.
"Syanti...! Syanti Dewi...! Jangan tinggalkan aku...!" Tek Hoat meloncat dan mengejar akan tetapi kepalanya terasa makin pening dan dia tersandung, jatuh terguling.
"Syanti, tunggu dulu!" Ouw Yan Hui yang menyaksikan semua itu menjadi bingung, akan tetapi dia lalu mengejar Syanti Dewi.
Syanti Dewi tidak mau berhenti sehingga Ouw Yan Hui terpaksa terus mengejar sambil mengerahkan tenaganya karena muridnya itu telah memiliki ilmu berlari cepat yang hebat dan tidak jauh selisihnya dengan ilmunya sendiri. Suara panggilan dari mulut Tek Hoat sudah tidak terdengar lagi ketika akhirnya dia berhasil menyusul Syanti Dewi.
"Syanti, tunggulah aku ingin bicara denganmu!" kata Ouw Yan Hui.
Syanti Dewi akhirnya berhenti dan mengusap beberapa butir air matanya. Sejenak Ouw Yan Hui berdiri tertegun di depan muridnya itu. Dia adalah seorang wanita yang sudah banyak pengalaman, dan dia pernah mendengar penuturan Puteri Bhutan ini tentang riwayatnya.
"Syanti, apakah dia itu tadi yang bernama Ang Tek Hoat itu?"
Syanti Dewi masih menunduk, dan dia hanya mengangguk.
"Aih, Syanti, bagaimana engkau ini? Bukankah engkau dulu mencari-carinya? Bukankah engkau menderita karena perpisahanmu dengan dia? Dan sekarang, setelah bertemu, mengapa engkau malah menjauhkan dirimu darinya?"
Diam-diam Ouw Yan Hui harus mengakui bahwa pria yang dicinta oleh muridnya itu adalah seorang pemuda yang tampan dan memiliki kepandaian tinggi, seorang yang patut menjadi jodoh puteri yang cantik jelita ini.
Akan tetapi Syanti Dewi hanya menangis. Syanti Dewi teringat akan nasibnya yang dianggapnya amat buruk. Harapannya yang mulai timbul kembali hancur berantakan. Kehidupannya yang penuh damai di Pulau Ular di sisi gurunya ini dihancurkan oleh kenyataan keji, oleh kebiasaan gurunya yang menjijikkan sehingga membuatnya lari ketakutan. Kemudian, pertemuannya dengan Tek Hoat yang menghidupkan kembali harapan dan cinta kasihnya, dihancurkan oleh kenyataan ketika Tek Hoat memakinya. Kini dia tidak tahu lagi ke mana harus pergi, dan apa yang harus diperbuat!
Melihat ini, Ouw Yan Hui merasa kasihan kepada Syanti Dewi dan dengan lembut tangannya menyentuh pundak Syanti Dewi. Akan tetapi, begitu pundak itu tersentuh, puteri itu tersentak kaget dan meloncat ke belakang, mengelak dan memandang kepada gurunya dengan mata terbelalak, mata yang amat indah, akan tetapi kini terbuka lebar seperti mata seekor kelinci yang ketakutan.
"Tidak...! Tidak... jangan sentuh aku...!"
Melihat sikap muridnya ini, Ouw Yan Hui memandang dengan muka pucat, kemudian dia menjatuhkan diri di atas rumput, menutupi mukanya dan menarik napas panjang berkali-kali. "Ahhh, sekarang aku mengerti mengapa engkau melarikan diri dari pulau... maafkan aku, Syanti, bukan maksudku untuk membuat engkau terkejut dan ketakutan. Maafkan aku... wanita yang kesepian dan sengsara ini..." Dan Ouw Yan Hui, wanita yang angkuh dan bersikap dingin itu kini menangis tersedu-sedu!
Syanti Dewi tertegun. Sejenak dia berdiri seperti patung memandang kepada gurunya, kemudian timbul rasa iba di hatinya. Betapa pun juga, dia telah berhutang banyak budi kepada gurunya ini, dan harus diakuinya bahwa gurunya ini merupakan sahabat yang amat baik, yang telah banyak melakukan kebaikan kepadanya, banyak menghiburnya, banyak pula mendidiknya, bahkan telah menyelamatkan nyawanya ketika Ouw Yan Hui membawanya lari dari dalam benteng yang terbakar. Akhirnya dia menjatuhkan diri berlutut di samping gurunya dan memegang lengan gurunya. "Enci... akulah yang harus minta maaf, telah pergi tanpa pamit."
Ouw Yan Hui menurunkan kedua tangannya dan memandang melalui air matanya yang memenuhi kelopak matanya, dan dia mencoba untuk tersenyum, senyum pahit sekali. "Tidak, Syanti, engkau tidak bersalah. Tentu engkau jijik dan ngeri menyaksikan apa yang waktu itu kulakukan itu bersama bibi Maya Dewi..." Dia menarik napas panjang dan mengusap air matanya.
"Tapi... kenapa engkau lakukan perbuatan seperti itu, Enci Hui?"
"Ahhh, engkau tentu tidak mengerti, Syanti. Aku adalah wanita yang telah mengalami kehancuran hati karena pria, maka, anehkah kalau aku mencari hiburan antara sesama wanita? Memang aku lemah... ahhh, akan tetapi... sungguh mati aku tak ingin menyeretmu ke dalam kebiasaan buruk itu. Aku sayang kepadamu, Syanti, seperti kepada adik sendiri. Aku merasa terkejut dan berduka sekali saat engkau pergi, aku mencari-carimu untuk minta maaf. Dan siapa yang duga, engkau malah yang tadi telah menyelamatkan aku..."
"Itu semua tidak ada artinya, Enci. Engkau pun pernah menyelamatkan aku, bahkan telah melimpahkan banyak sekali kebaikan."
"Syanti, kalau engkau memang mencinta pemuda itu, yang kulihat amat baik dan gagah perkasa, mengapa engkau lari meninggalkannya? Kulihat dia masih amat mencintamu, bahkan agaknya menderita karenamu..."
"Tidak! Dia keji, dia menyakitkan hati, biar dia menderita sekarang!" Tiba-tiba Syanti Dewi mengepal tinju dan wajahnya membayangkan kemarahan, biar pun kembali air matanya mengalir keluar. Kemudian dia pun menceritakan semua yang telah dialaminya dengan Tek Hoat, betapa dia dituduh yang bukan-bukan oleh Tek Hoat setelah segala pengorbanan yang dilakukannya demi cintanya kepada pemuda itu.
Ouw Yan Hui mendengar dengan penuh perhatian dan akhirnya dia pun mengangguk angguk. "Ahh, pantas engkau merasa sakit hati. Memang sesungguhnya prialah mahluk berhati lemah, bukan wanita! Prialah yang suka menyeleweng, yang tidak mempunyai keteguhan hati, tidak mempunyai kesetiaan, mudah tergoda oleh kesenangan! Memang sepatutnya kalau engkau memberi pelajaran kepadanya, Syanti. Mari engkau ikut saja bersamaku ke pulau, bersembunyi di sana dan kita hidup bahagia di sana, jauh dari godaan kaum pria yang mata keranjang dan berhati palsu."
"Terima kasih, Enci. Memang aku senang sekali tinggal di sana, hanya..."
"Harap kau jangan ulangi lagi hal itu. Kasihanilah aku, Syanti. Aku merasa malu dan menyesal sekali telah membuatmu ketakutan. Aku berjanji bahwa engkau tidak akan melihat lagi hal seperti itu terjadi di pulau..."
"Akan tetapi... bibi Maya..."
"Jangan khawatir, dia telah pergi dan tidak akan pernah datang lagi ke pulau."
Syanti Dewi merasa girang dan hatinya terasa lapang. "Aku girang sekali, Enci, akan tetapi aku hanya... mengganggu kesenanganmu saja..."
"Tidak, kesenangan terkutuk itu memang harus dihentikan. Andai aku menghendaki, aku masih dapat melakukannya di luar pulau, di luar pengetahuanmu. Sudahlah, Syanti Dewi, mari kita pergi menikmati hidup berdua di sana."
"Terima kasih, Enci. Aku pun berjanji tidak akan meninggalkan pulau lagi sampai... sampai datang... dia yang minta-minta ampun kepadaku."
"Aku mengerti, dan aku akan membantumu, adikku yang manis."
Maka pergilah kedua orang wanita itu dengan perjalanan cepat sekali, pulang menuju ke Kim-coa-to (Pulau Ular Emas) dan dikarenakan memang ada rasa sayang di antara keduanya, sebentar saja mereka telah akur dan menjadi akrab kembali. Di sepanjang perjalanan, semua orang, terutama yang pria, tentu memandang mereka dengan sinar mata penuh kagum karena mereka merupakan dua wanita yang luar biasa cantiknya, dengan pakaian yang mewah pula dan Ouw Yan Hui amat royal mengeluarkan uang di sepanjang perjalanan. Seperti dua orang puteri istana saja yang sedang melakukan tamasya tanpa pengawalan.....
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH RAJAWALI (seri ke 9 Bu Kek Siansu)
Action(seri ke 7 Bu Kek Siansu) Jilid 1-62 Tamat