"Ihhh... hi-hi-hik, matamu seperti mengeluarkan api, Tek Hoat...," bisiknya halus.
Wanita ini lalu mengangkat kedua lengannya ke atas, menggunakan jari-jari tangannya untuk membereskan rambut di kepalanya yang awut-awutan. Gerakan ini benar-benar merupakan gerakan khas wanita di bagian mana pun di dunia ini dan pengangkatan kedua lengan ke atas itu menonjolkan keindahan bentuk tubuh wanita, dadanya makin menonjol, kerampingannya makin nampak dan tubuhnya makin polos, dan terbuka.
Ang Tek Hoat adalah seorang pemuda normal yang biasa saja. Menyaksikan semua pertunjukan ini, napasnya agak memburu dan mukanya merah sekali.
"Hi-hik, kau kenapa, Tek Hoat?" Mauw Siauw Mo-li lalu melangkah maju, langkahnya perlahan dan seperti orang menari, kemudian tahu-tahu dia telah duduk di pangkuan pemuda itu, merangkulkan kedua lengannya ke leher Tek Hoat dan tahu-tahu pula Tek Hoat merasa betapa mulutnya dicium oleh bibir yang panas dan lembut.
Belum pernah selama hidupnya dia dicium wanita seperti ini! Semua bagian mulut wanita itu hidup dan membelai mulutnya. Tek Hoat hanyut dan terseret oleh gelombang nafsu yang ditimbulkan oleh Mauw Siauw Mo-li secara hebat itu dan hampir Tek Hoat tenggelam. Seluruh perasaannya terpusat pada ciuman wanita itu dan belaian tangan Mauw Siauw Mo-li yang mulai menggerayangi tubuhnya dan jari-jari tangan wanita itu mulai menyentuh kancing-kancing bajunya.
Pada saat Tek Hoat mendengar suara aneh dari kerongkongan wanita itu, suara seperti seekor kucing mengerang-erang, dia merasa seperti disambar petir. Teringatlah dia bahwa yang memeluknya di atas pembaringan ini bukan Syanti Dewi! Dia tadi seperti dalam mimpi, seolah-olah Syanti Dewi yang memeluk dan menciumnya, sungguh pun dia tadi merasa terheran-heran karena seingatnya, Syanti Dewi tidak pernah bersikap 'menyerang' sehebat itu dalam pencurahan kasih sayang. Memang pernah dia mencium kekasihnya itu, akan tetapi sungguh berbeda sekali sikap dan gerak sambutan Puteri Bhutan itu dengan Mauw Siauw Mo-li. Syanti Dewi adalah lambang kesucian dan kehalusan, akan tetapi wanita ini amat ganas!
Erangan seperti suara kucing itu menyadarkan Tek Hoat dan kalau tadi dia menutupkan kedua matanya, kedua tangannya membalas pelukan dan dia membiarkan mulutnya diciumi secara luar biasa itu, kini dia membuka matanya dan ternyata bahwa lilin telah padam sehingga kamar itu menjadi gelap sekali. Kiranya dengan gerakan tangannya, Mauw Siauw Mo-li telah memadamkan lilin di atas meja.
Dengan susah payah akhirnya Tek Hoat dapat melepaskan bibirnya dari cengkeraman mulut Mauw Siauw Moli. Terdengar napas mendengus-dengus, napasnya sendiri dan napas wanita itu setelah ciuman dilepaskan. Rintihan Mauw Siauw Mo-li makin panas, tangannya merenggut lepas tiga buah kancing baju Tek Hoat sekali tarik.
"Nanti dulu... Mo-li, nanti dulu..."
"Tek Hoat..." Mauw Siauw Mo-li menahan ketika Tek Hoat hendak bangkit duduk. Dia tak melanjutkan kata-katanya karena sudah mengerang lagi seperti seekor kucing. Bulu tengkuk Tek Hoat meremang mendengar suara ini.
"Nanti dulu, Mo-li. Dengar, aku hendak... hendak ke belakang dulu...," katanya.
"Ehhh...? Hi-hi-hik... baiklah, tetapi jangan lama-lama, kekasih..." Kedua tangannya lalu melepaskan pelukan.
Tek Hoat bangkit duduk dan turun dari pembaringan, sudah setengah telanjang. Tidak ingat lagi dia kapan Mauw Siauw Mo-li telah hampir menelanjanginya itu.
Namun sebelum dia melangkah, Mauw Siauw Mo-li mengerang. "Tek Hoat... katakan dahulu... benarkah kau menganggap aku cantik menarik?"
"Ya, aku tidak berbohong."
"Dan kau suka kepadaku?"
"Aku suka sekali..."
"Kalau begitu, coba kau cium aku..."
Di dalam gelap Tek Hoat tersenyum, kemudian dia menghampiri pembaringan dan membungkuk, menggunakan tangannya meraba dan setelah dia menyentuh pundak wanita itu, dia lalu mendekatkan mukanya dan mencium mulut wanita yang panas itu dengan mesra. Dicium semesra itu, Mauw Siauw Mo-li mengerang dan merangkul, hendak menarik lagi Tek Hoat ke atas pembaringan.
"Nanti dulu, sebentar, aku takkan lama, Mo-li..." Tek Hoat melepaskan rangkulan dua tangan itu, meraba-raba di atas meja dan tak lama kemudian dia membuka daun pintu dan keluar dari kamar itu, menuju ke belakang, ke kamar kecil!
Terlalu lama bagi Mauw Siauw Mo-li menanti di dalam kamar, tetapi membayangkan penyerahan diri pemuda yang membuatnya tergila-gila itu membuat dia bersabar menanti dengan tubuh panas semua karena api birahi telah membakarnya berkobar kobar. Terdengar daun pintu terbuka, sesosok bayangan masuk dan daun pintu ditutup lagi.
"Ahhhhh... kekasih... pujaanku... ke sinilah... cepat sini...!" Mauw Siauw Mo-li berbisik. Bayangan itu menghampiri pembaringan dan segera disambar oleh kedua tangan Mauw Siauw Mo-li, ditariknya ke atas pembaringan.
Di luar jendela kamar itu, Ang Tek Hoat berdiri dan tersenyum. Tangannya memegang segulungan pakaian, pakaian Mauw Siauw Mo-li yang diam-diam dibawanya keluar tadi. Saat tadi dia dibelai dan dirayu oleh wanita itu, hampir saja dia terseret dan tenggelam. Akan tetapi, suara mengerang seperti kucing itu menyadarkannya bahwa dia berada dalam pelukan Siluman Kucing! Maka timbuliah akalnya untuk mempermainkan wanita ini.
Dia pura-pura hendak ke belakang, akan tetapi diam-diam dia menambah minyak dalam api birahi itu dengan bersikap manis dan memberi ciuman, dan disambarnya semua pakaian Mauw Siauw Mo-li, lalu dibawa keluar. Setelah tiba di luar kamar, Tek Hoat menggunakan kepandaiannya, mendatangi kamar pelayan berwajah bopeng dan buruk sekali itu. Pelayan ini masih belum tidur dan menjadi terkejut ketika tiba-tiba pintunya terbuka dan pemuda yang dilayaninya tadi berdiri di situ.
"Sssttttt... Paman, cepat kau ikut aku!"
Pelayan itu mengenal Tek Hoat sebagai tamu yang royal dengan hadiah, akan tetapi juga galak, maka dia cepat turun dari pembaringan.
"Ada apa, Kongcu?"
"Kau mau... ehhh, bermain dengan seorang wanita cantik? Lebih cantik dari Kim Lian tadi?"
"Aihhh, jangan main-main, Kongcu. Orang seperti saya mana ada uang untuk..."
"Tak usah bayar, aku sudah membayarnya. Aku lelah, dan kau wakili aku, tapi diam diam saja jangan keluarkan suara, ya? Kau harus begini..." Tek Hoat berbisik-bisik di dekat telinga pelayan itu yang membelalakkan mata, terkekeh kemudian mengangguk-angguk.
Dengan tergesa-gesa pelayan itu lalu ditarik oleh Tek Hoat sampai ke depan pintu kamarnya, dalam keadaan tidak berpakaian sama sekali! Kemudian, setengah didorong, pelayan itu memasuki kamarnya yang gelap dan pelayan itu segera disambut oleh kedua lengan Mauw Siauw Mo-li yang mulus dan tubuhnya yang hangat. Mauw Siauw Mo-li sedang terbakar nafsu birahi, dalam gelap itu mana dapat membedakan orang?
Apa lagi seperti nafsu lain, nafsu birahi hanyalah merupakan permainan dari dirinya sendiri belaka. Jika nafsu birahi telah berkobar, bantuan dari luar untuk pemuasan nafsu tidaklah merupakan hal yang mutlak penting. Apa lagi semua indera dari Mauw Siauw Mo-li seolah-olah telah menjadi tumpul dan buta hingga dia tak lagi dapat membedakan orang. Di dalam gelap itu dia segera menggelut pelayan bopeng yang merasa terkejut, heran, juga amat girang karena dia seolah-olah menjadi seperti seorang kelaparan yang diberi hidangan lezat dan banyak sehingga dia pun makanlah dengan lahap dan rakusnya!
Dari luar jendela Ang Tek Hoat tersenyum mendengar erangan seperti kucing itu, dan bisikan-bisikan yang menyatakan kagum dan pujian terhadap dirinya oleh Mauw Siauw Mo-li. Maka dia lalu meloncat pergi sambil tersenyum lebar. Mudah-mudahan saja besok Mauw Siauw Mo-li akan sadar bahwa cinta tidak dapat dipaksa-paksakan, pikirnya. Kini berkurang rasa bencinya terhadap Mauw Siauw Mo-li. Dia tahu bahwa wanita itu telah menjadi hamba dari nafsu birahinya, yang merupakan semacam penyakit yang mendalam sehingga selama hidupnya, wanita itu akan menjadi tersiksa oleh penyakit itu, hidupnya tidak akan dapat tenteram, nafsu birahinya seperti api yang berkobar dan makin lama makin berkobar, membara dan membakar segala-galanya tanpa pernah mengenal kepuasan. Dalam diri wanita itu seperti telah dicengkeram oleh racun yang amat dahsyat!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali setelah kegelapan dalam kamar terusir oleh sinar matahari pagi yang menerobos masuk ke dalam kamar melalui lubang-lubang di atas jendela, terdengar teriakan panjang mengerikan dari dalam kamar Tek Hoat. Teriakan ini keluar dari mulut pelayan bopeng, disusul oleh suara maki-makian yang marah dari Mauw Siauw Mo-li. Ketika wanita ini terbangun dan mendapatkan dirinya dalam pelukan seorang laki-laki yang berwajah buruk sekali, dia lalu menjerit dan melemparkan pelayan itu dengan sekali gerakan saja ke atas lantai!
Pelayan itu terkejut dan berteriak, tetapi teriakkannya memanjang mengantar nyawanya ketika Mauw Siauw Mo-li sudah meloncat dan sekali tangannya terayun, pelayan itu roboh dengan kepala pecah! Mauw Siauw Mo-li mencari pakaiannya dan ketika melihat bahwa pakaiannya hilang, dia memaki-maki dengan kemarahan meluap-luap. Tahulah dia bahwa dia telah dipermainkan oleh Ang Tek Hoat! Dua titik air mata meloncat keluar dari matanya, akan tetapi sekarang kemarahannya mengatasi kekecewaannya dan dia memaki-maki dan menendang, membanting dan menghancurkan seisi kamar itu.
"Tek Hoat keparat! Jahanam besar kau! Kubunuh kau...!"
Tiba-tiba pintu kamar itu terketuk orang keras-keras dari luar dan terdengar suara ribut ribut. Itu adalah suara para pelayan lain, dan para pengurus rumah penginapan dan para tamu yang mendengar teriakan mengerikan tadi. Mauw Siauw Mo-li terkejut dan bingung. Dia telanjang bulat!
"Braaaaakkkkk...!" Pintu dijebol banyak orang dari luar.
Melihat ini, Mauw Siauw Mo-li terpaksa meloncat keluar dari jendela dalam keadaan telanjang bulat. Akan tetapi, ternyata di luar jendela telah banyak orang pula, bahkan ada petugas keamanan mengurung tempat itu. Tentu saja semua ini adalah perbuatan Tek Hoat yang memberi tahu orang-orang dan petugas itu bahwa di dalam kamarnya terdapat siluman yang suka membunuh orang!
Beberapa orang yang melihat wanita cantik jelita dan telanjang bulat itu menjadi terkejut, akan tetapi ketika melihat pelayan bopeng rebah di atas lantai berlumur darah mukanya dan telah tewas, mereka menjadi marah.
"Tangkap siluman!"
"Dia membunuh orang!"
"Bunuh saja dia! Awas, hadang dia, jangan sampai kabur!"
Banyak orang menyerbu ke dalam kamar, akan tetapi tentu saja dengan sekali gerakan Mauw Siauw Mo-li telah berhasil merobohkan beberapa orang, lalu dia menerobos ke luar jendela, menendang dan memukul roboh mereka yang berani menghalanginya dan dengan beberapa kali lompatan di atas genteng-genteng rumah orang, lenyaplah wanita telanjang bulat yang cantik itu!
Tentu saja peristiwa itu segera menjadi 'dongeng' yang banyak diceritakan orang yang rnenganggap bahwa wanita cantik itu pasti benar-benar siluman! Kalau manusia, mana mungkin ada seorang wanita yang demikian cantiknya suka bermain cinta dengan seorang laki-laki yang demikian buruknya seperti pelayan itu, yang selain buruk, juga sudah setengah tua dan miskin? Dan pelayan itu dibunuhnya. Siapa lagi wanita itu kalau bukan siluman?
Sementara itu, Mauw Siauw Mo-li menjadi marah dan sakit hati sekali terhadap Tek Hoat. Akan tetapi ke manakah dia harus mencari Tek Hoat? Pemuda itu sudah pergi jauh, dan selain itu, andai kata dia dapat bertemu dengan pemuda itu, apa yang dapat dia lakukan terhadapnya? Dia tahu bahwa Tek Hoat memiliki kepandaian yang amat tinggi dan dia tidak akan menang melawan pemuda itu. Ingin dia menangis kalau mengingat betapa dia gagal mendapatkan diri pemuda itu.
Bagaikan sepotong daging, pemuda itu sudah berada di dalam mulutnya, tinggal menelannya saja, akan tetapi daging itu terloncat keluar dari dalam mulutnya dan dia bukan hanya gagal mendapatkannya, bahkan sebaliknya dia dipermainkan! Hatinya sakit sekali dan dalam keadaan seperti ini, Mauw Siauw Mo-li berjanji dalam hati sendiri untuk mencari jalan agar kelak dia dapat membalas penghinaan itu.....
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH RAJAWALI (seri ke 9 Bu Kek Siansu)
Hành động(seri ke 7 Bu Kek Siansu) Jilid 1-62 Tamat