Pemuda ini terlalu dewasa untuk menghadapi semuanya, proses nya bertumbuh dewasa terlalu ekstrim untuk dirinya yang di ambang usia muda.
Jangan bilang kalau dia lemah, dia tidak lemah hanya tidak sanggup menghadapi semuanya, apa yang di hadapi nya orang dewasa pun mungkin akan putus asa jika mengalaminya.
Tapi pemuda ini tidak, dia tetap menghadapi nya meski sesuatu tertanam jauh di dalam otaknya, dia tidak mengingat apapun, tapi seakan trauma dia mengalami stress membuatnya berbeda dari siapapun. Dingin dan irit bicara berteriak dan mengamuk saat seseorang menghampirinya.
Tatapan nya kosong, tak ada rona. Tatapan teduh itu menangis setiap malam semenjak kepulangan nya dari rumah sakit. Kini Randa sedang duduk dengan lutut berlipat di atas ranjang, memandang awan dari balik jendela yang mampu membuatnya sedikit merasa nyaman.
Cklek
Pintu terbuka mengalihkan sedikit perhatiannya, Randa berdenjit kaget saat melihat seorang pria masuk dengan nampan di tangan kanan.
"Sayang.." panggil pria itu lirih, bibirnya tersenyum tapi tidak dengan matanya.
Tubuh ramda bergetar saat pria dewasa itu masuk ke kamarnya, menutup mata saat tangan pria itu mengelus kepalanya.
"Nak makan yuk..." Ujar lirih pria itu, Randa meneguk ludah kasar lalu menggeleng.
"S.saya mau pergi", lirih Randa, pria itu menutup mata, air matanya jatuh saat putra bungsu yang dia cari cari di temukan dalam kondisi yang seperti ini.
"Makan yah?" Tanya pria itu di tangannya terdapat bubur juga susu coklat, Randa menggeleng dan kembali menatap jendela.
"S..saya mau pergi, s..saya lelah..."
Tes
Air mata jatuh di pipi Randa, Randa lelah. Lelah jiwa dan raganya.
"Hei lihat papa sayang".. ujar Ethan, dia Ethan matanya memerah mendengar ucapan putranya.
"Semua orang boleh lelah tapi tidak dengan putus asa, sayang kalau lelah maka istirahat tapi jangan lupa bangkit lagi nanti"
Ethan membawa tubuh randa kepelukannnya setelah menyimpan bubur itu di atas nakas.
Tubuh Randa kembali kaget, tapi tidak dengan hatinya yang merasa nyaman, seminggu dia pulang dari rumah sakit, pelukan selalu di dapatkan, tapi belum bisa membuatnya terbiasa. Rasa takut masih hinggap di hatinya
Tapi tidak memungkiri rasa nyaman yang menjalar bersamaan."Hiks... Hiks... "Ethan melonggarkan pelukannya saat merasa basah pada pakaian santai yang dia gunakan di bagian dada, putra bungsunya menangis dalam ke adaan menunduk membuat Ethan tersenyum dengan air mata yang mengalir.
"Menangis lah sayang, menangis lalu setelah ini, tidak boleh lagi ada air mata yang keluar dari dalam sini, humm...?"
Cup
Cup
Kecupan singkat mendarat di kedua mata Randa yang membengkak setelah Ethan mengatakan itu. Randa masih terisak.
Ethan kembali membawa Randa ke pelukannya.
"Mah makan?" Tanya Ethan, Randa kembali menggeleng membuat Ethan menghembuskan nafasnya.
"K..keluar sebentar boleh?" Ethan tersenyum mendengar itu, ia segera mengangguk dan membantu menurunkan Randa dari atas ranjang, merasa senang setelah seminggu Randa pulang akhirnya Randa ingin kembali mengenal dunia luar setelah mengurung dirinya di dalam kamar, menjadi pemuda pendiam dengan rasa takut yang selalu menghampirinya.