Akhirnya bel istirahat berkumandang menghantarkan para pelajar untuk segera mengisi perut mereka dengan makanan empat sehat tidak sempurna! Karena yang dipesan mereka kebanyakan mie dan mengandung micin... Dengan minuman jus atau air dingin di tambah sambal bikin lambung melilit
Remaja atau yang dikenal Randa juga sedang mengaduk es teh dengan gula batu di atas meja, dihadapannya juga sedang duduk remaja perempuan seumurannya yang kini menunduk dengan tangan yang sesekali menyeka air matanya
"Kenapa bisa luka lagi ana?" Tanya Randa, orang yang di panggil itu menggeleng dengan kepala yang menunduk, Randa menghela nafas, lalu sedikit mencondongkan tubuhnya di atas meja dan mengangkat kepala ana dengan jari telunjuk nya dan tersenyum lembut
"Kamu gak pandai berbohong denganku ana... Apa kau kembali di pukuli keluargamu?" Tanya Randa lembut, ia sedikit meringis melihat luka di dekat mata ana juga sedikit lebam di sudut bibir Ana, jadi anak adalah sahabat Randa sejak dulu mereka saling terbuka dan saling memberi kekuatan, Randa memang mengetahui semua masalah ana, yah bisa di bilang ana adalah anak broken home, dia selalu di tindas oleh ayah dan ibunya dan diminta untuk selalu bisa melampaui batas kecerdasan kakak kakaknya
"Gak...papa Randa, aku gak papa... Ini memang salah aku karna kemarin pulang terlambat" ujar ana, Randa kembali duduk di kursinya, bersandar pada sandaran kursinya
"Kemarin kamu bahkan terlambat karna sedang kerja kelompok di rumah ku, kamu bahkan pergi dengan kakak mu itu, aku tebak bahwa kakakmu si Elsa Elsa itu tidak memberi tahu ayahmu yang sebenarnya?" Tuduh Randa, ana menegang dan menggeleng, "tidak, kemarin kak Elsa sedang tidak dirumah jadi dia tidak tau apapun" ujar ana cepat, Randa berdecih
Randa dan Ana, mereka berteman sejak Sekolah menengah pertama, mereka sebenarnya saling suka, tapi Randa berfikir bahwa ana tidak menyukainya begitupun dengan ana, dia juga berfikir bahwa Randa hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat atau mungkin seorang adik?
Srett
Ana memandangi Randa yang berdiri dari kursinya dan mendekatinya
"Setidaknya ayo kita obati lukamu" ujar Randa lembut, ana mengangguk menerima uluran tangan Randa yang diberikan dan mereka berdua berjalan menuju UKS...
π÷π
Randa sedang mengobati luka ana, memberi plaster obat di kening ana dan meniupnya
Ana menutup mata nya, hatinya menghangat, setidaknya ana masih memiliki Randa sebagai orang yang selalu ada untuknya, padahal ana juga tau kehidupan Randa yang melelahkan, ahh di banding ana Randa mungkin jauh lebih melelahkan, tinggal sendiri bekerja dari pulang sekolah hingga jam dua belas tengah malam, bangun jam lima pagi untuk membersihkan rumah peninggalan nenek dan kakek lalu kesekolah, begitu terus setiap hari nya, Bukan kah ana lebih beruntung? Orang tuanya lengkap dengan dua kakak, orang tuanya memang temprament tapi tetap menyayangi ana, dia hanya dituntut untuk menuruti peraturan yang di buat ayahnya, menjadi pintar dan bisa membanggakan orang tua, les dan sekolah dibayarkan, dan harus bersikap layaknya putri raja tanpa bisa melakukan apapun, ana dituntut untuk menjadi yang terbaik tanpa memikirkan mental health ana, tapi ana juga manusia , apalagi dia adalah seorang perempuan, punya titik terlelah dalam hidupnya
Ana hanya memandangi Randa dari atas ranjang UKS, kakinya terayun ke bawah dengan Randa yang duduk di kursi dihadapan nya, Randa fokus mengobati luka di dekat bibir Ana
Tidak ada yang bersuara bahkan sesaat setelah Randa selesai mengobati Ana,
"Anaa..." Panggil Randa, ana memandangi wajah Randa dengan seksama "humm?" Jawabannya, Randa mengulum bibirnya lalu memasang senyum