27. Sisi (Hidup) Lain Adelmora

33 9 5
                                    

Di cafe, hanya kesunyian yang mengambil alih keadaan, bahkan Lian yang berusaha mencairkan suasana pun hanya terlihat garing dan tak bersemangat.

Keempat gadis tersebut saling bertatapan satu sama lain, hanya dapat memendam tanpa bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya mereka rasakan.

"Apa kita teman?" pertanyaan Elmor yang tiba-tiba cukup membuat ketiga gadis tersebut tersentak.

"Maksud lo apa, Kak?" Tanya Dani balik yang membuat Elmor berdecak.

"Segala hal butuh waktu, kalian juga butuh waktu, jika tidak ingin mengatakan apapun untuk apa berkumpul di tempat seperti ini? Bukannya saya egois atau memaksa, jujur saja saya tidak suka berteman dengan orang-orang yang pura-pura bahagia untuk menutup kesedihannya ...." ucap Elmor panjang lebar dan sedikit menggantung kalimatnya.

"Emang lo tahu apa, Kak? Lo cuman bisa ngomong begitu tanpa tahu posisi kita yang sebenarnya," ujar Dani menatap Elmor dengan sedikit takut, ia takut jika menyinggung kakak kelasnya tersebut.

"Mor ... tolong kasih kita waktu sebentar, ada hal yang gak bisa kita bicarain untuk sekarang dan ...." belum selesai Avra berbicara ucapannya terpotong karena perkataan Elmor.

Menghela napas kasar, membuang pandangannya dari ketiga gadis tersebut, "Baik, saya mengerti, saya memang kurang sopan berbicara seperti tadi," jelas Elmor dengan raut wajah yang sangat sulit dipahami, banyak yang ia pikirkan dan bahkan aura dari dirinya pun terasa semakin dingin, seperti dinding yang hampir retak menjadi utuh kembali.

***

Sejak kejadian kemarin malam, Elmor seperti memberi jarak antara ia dengan ketiga gadis tersebut, meskipun ia bersikap seperti biasanya, tapi ucapan dan ekspresinya kembali seperti sejak pertama kali bertemu ketiga temannya itu.

Di roof top sebuah gedung ada gadis dengan ekspresi datar sedang berdiri dan memandang jalanan yang berada di bawah sana, beserta gedung-gedung yang menjulang tinggi di sekitarnya. Bahkan pria yang tak dianggapnya sedari tadi, hanya bisa mengikuti dan berdiri memandang Elmor sedari tadi.

"Tumben, kau datang ke sini?" tanya pria bermuka blasteran dengan beberapa plester yang melekat di batang hidung, bawah mata, serta di bagian rahangnya.

"Bukan urusanmu." Nada dingin yang tak pernah berubah, yang selalu Lio dengar membuatnya tersenyum singkat.

"Lio, berhenti mengajak teman-teman bohongan mu masuk dalam rencana bodoh mu itu," tambah Elmor sambil menatap laki-laki di sebelahnya dengan tatapan serius.

"Bukannya anda sama dengan saya ya, Mora? Anda kan begitu juga pada sepupuku, saudara dan juga adik kelas mu itu," jawab Lio serius sambil menatap Elmor tajam.

"Saya tidak akan macam-macam dengan sepupumu, sebab dia menyuruhku tak usah ikut campur pada keluarga yang mau menjual anaknya untuk sebuah pangkat," jelas Elmor dengan tatapan yang masih tetap mengarahkan ke Lio.

"Lalu bagaimana dengan adik kelas mu yang polos itu, beserta Ayah dan dua Ibunya yang bermasalah itu? Kau juga tak mau ikut campur?" tanya Lio serius pada Elmor yang hanya bersikap santai tersebut.

"Sejak kapan kau berpikir aku peduli pada orang lain, Lio?" bukannya menjawab, Elmor malah bertanya balik pada pada laki-laki di hadapannya itu.

"Cih, kau hanya peduli pada pembuat onar itu kan, Mora? Apa aku harus membuatmu berutang budi agar, kau dapat bersikap seperti itu padaku juga?" tanya Lio kini mulai tak percaya dengan sifat gadis di hadapannya.

"Bukannya Anda yang sering berutang budi pada saya kan, Lio? Anda lupa, kalau dirimu yang bodoh itu hampir mati karena rencana buruk mu sendiri? Saya sampai bingung, kenapa Nora menyukai laki-laki gila seperti Anda," ledek Elmor pada Lio yang hanya bisa diam dan tak dapat membalas ucapannya.

Fall In Love Of ConcertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang