04. Hari Kesialan Dani

106 21 12
                                    


Meringkuk di balik selimut tebal berwarna hitam dengan motif polkadot putih. Ia berusaha sebaik mungkin menutupi sinar matahari, yang makin lama, makin berkilau terang.

Namun, tidur nyenyaknya terganggu dengan suara gedoran pintu yang berulang berkali-kali. Membuat dirinya makin menenggelamkan diri ke dalam lekukan bantal.

"Audi! Wake up baby!" Teriakan berbarengan dengan gedoran pintu, benar-benar membuat Sang Pemilik Kamar makin lama makin menjadi tenggelam dalam pulau kapuk. Walau sebenarnya ia ingin mengumpat, tapi takut dosa.

"Nanti, Ma!"

"Udah siang, kamu gak mau sekolah? Mau koleksi kamu di bakar Kakakmu?!"

Dani sontak bangun dan berlari ke arah pintu kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, tanpa menjawab teriakkan ibunya. Bisa bahaya kalau semua koleksi album dan lainnya di bakar kakaknya yang ganas dan kejam itu.

Sedangkan di luar kamar, seorang wanita paruh baya masih berdiri di depan pintu cokelat untuk membangunkan anak bontotnya yang bandel. Mencoba teriak satu kali lagi, tapi tak mendapat sahutan dari dalam, ia akhirnya pergi menuruni tangga yang langsung menghadap ke meja makan yang sudah diduduki anak sulungnya.

"Bangun Ma?" tanya gadis itu pada ibunya.

"Ya Mami udah bangun loh Kak. Kamu gak liat Mami udah cantik badai gini, masa iya belum bangun. Aneh kamu mah." Wanita itu menggeleng, padahal dia sudah bangun masa dikata belum.

"Ck," ia menjeda sejenak, "Audi udah bangun, Ma?"

"Oh, Audi. Gak tau juga sih, Mami panggil diem aja."  Wanita itu—Sesa—ibu dua anak tersebut mengambil dua lembar roti gandum lalu dia mengolesi masing-masing lembaran roti dengan selai strawberry kesukaan Dani, anak gadisnya.

"Pagi, Ma, Kak, Pa!" Dani menuruni tangga dengan riang gembira, sampai-sampai menyapa orang yang tidak ada. Jelas-jelas hanya ada kakaknya dan sang ibu saja.

"Pagi!"

"Loh Papi mana kok gak ada?" tanya gadis itu bingung. Seingatnya kemarin malam masih ada di rumah tapi sekarang kok tidak ada.

"Papi ada urusan di Kalimantan," ujar Sesa sembari meletakkan dua lembar roti yang sudah ia beri selai sebelumnya.

"Makasih."

Setelah mengucapkan terima kasih pada sang ibu, Dani mulai memakan sarapannya, walau dalam hati ia ingin menangis karena pagi-pagi papinya tidak ada di rumah.

Merasa terlalu hening, Sesa mencoba mencairkan suasana meja makan dengan mulai menanyai kabar kerjaan anak sulungnya. "Sea, gimana kerjaan kamu? Lancar?"

"Alhamdulillah, lancar," jawab gadis itu dengan datar.

"Kak, nanti anter ke sekolah, ya?" Sea menganggukkan kepalanya, not bad, sekalian ia bertemu teman lama yang mengajar di sekolah adiknya.

Gadis itu telah menyelesaikan sarapannya, lebih dulu. "Cepet."

"Iya. Ma, aku berangkat dulu ya, Assalamualaikum." Gadis itu menyalami tangan Sesa, setelahnya berlari keluar menyusul Sea yang sudah meneriaki namanya dari arah garasi mobil.

Perasaan dulu Mami masih ngajarin kalian jalan sama naik sepeda, tapi sekarang kalian gak perlu Mami ajarin udah paham. Sehat-sehat ya anak-anak kesayangannya Mami, batin Sesa terharu, waktu begitu cepat bergulir ternyata. Anaknya sekarang sudah tumbuh dewasa dan bisa menentukan apa yang tepat.

Sesa berbalik badan menuju tangga, soal piring bekas sarapan tadi sudah dibersihkan oleh Maid. Ia ingin bersantai dahulu, sebelum melakukan sesuatu nanti.

Fall In Love Of ConcertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang