Maaf ya guys, kemarin malem ketiduran, hehe.
Jangan lupa komen kalau ada kata atau kalimat yang menurut kalian itu tidak sesuai atau menganggu.
Dan komen kalau kalian suka sama cerita aku ya.
~
Vira terbangun tengah malam karena bel rumahnya yang terus berbunyi. Ia turun dari kamarnya dan berjalan mendekati pintu rumahnya. Ia agak takut kalau-kalau itu maling. Ia mengambil sapu dan menggenggamnya.
Ia melangkah perlahan menuju pintu rumahnya. Diputarnya gagang pintu itu, dan membukanya sedikit untuk mengintip. Matanya membulat sempurna saat melihat Vero bersama Deana.
"Vero kenapa De?"
"Mabuk!" Deana dengan cepat mengalihkan Vero ke badan Vira. Ia meregangkan badannya, pegal. Deana berdiri menopang badan Vero selama hampir dua puluh menit.
"Gue pulang!" Deana pamit, berlalu dari hadapan Vira. Vira kemudian membawa Vero masuk ke rumah.
"Vir?"
"Apa?"
"Ini lo beneran?"
"Hmm!"
"Ini lo ya, Vir? Gue seneng lo mau deket lagi sama gue!" Vero merentangkan tangannya untuk memeluk Vira. "Jangan peluk! Lo bau alkohol!"
"Gue salah apa sih, Vir? Kenapa lo marah sama gue?" Langkah Vira berhenti saat mendengar pertanyaan Vero. Vira menengok ke arah Vero yang kesadarannya tinggal setengah itu.
"Jalan! Lo berat! Gue mau tidur, ngantuk!" Vero melepaskan dirinya dari Vira dan berpegangan pada pembatas tangga. Vero tertawa keras, sampai-sampai Vira kebingungan di sampingnya.
"Ini kan yang lo mau? INI KAN YANG LO MAU, VIR?!" Vero berteriak keras di depan muka Vira. Vira mengerutkan keningnya, bingung. "Jadi ini yang lo mau kan Vir? Ngelihat gue kacau dan menderita, INI KAN YANG LO MAU?"
"Selamat! Selamat ya nona Vira, LO BERHASIL BIKIN GUE KACAU PLUS MENDERITA, selamat lo berhasil!"
Plak...
Vero memegangi pipinya yang ditampar Vira. Ia melihat mata Vira yang menampilkan sorot mata kemarahan. "Lo juga berhasil bikin gue kacau, selamat lo juga berhasil!"
Vira menitikkan air mata. Ia tak kuat. Ini saatnya. "Kenapa lo nggak bilang sama gue kalo lo bukan abang gue? Kenapa? KENAPA ALVERO LUCANO, KENAPA?!"
Mata Vero yang tadinya menatap tajam mata Vira, kini tatapannya mulai melemah. Jadi itu? Itu yang membuat Vira menjauhinya. "Karna gue sayang sama lo!"
"Sayang? Sayang? SAYANG? Emang lo siapa gue?"
"Gue abang lo!"
"Nggak! Lo bukan abang gue! Lo itu ALVERO LUCANO, bukan ALVERO MAHANTA abang gue!" Vira berlalu, menaiki anak tangga, menuju kamarnya.
"Setidaknya, raga gue masih Alvero Mahanta, bukan Alvero Lucano." Vira menghentikan langkahnya. Dadanya kembali sesak. Vero melangkah pelan mendekati Vira. Tangannya yang satu memegangi kepalanya. Sakit.
"Gue ketemu abang lo di mimpi gue. Dia bilang gue harus sayang sama lo, sama papah, sama mamah. Dia nyesel harus pergi ninggalin kalian semua. Gue mencoba buat sayang sama kalian, dan ya, gue berhasil."
"Tapi, itu terserah lo. Mau nganggep gue apa, tapi yang pasti lo masih jadi adek gua." Vero melangkah mendahului Vira. Saat tangannya memegang gagang pintu, ia berkata, "Kalo lo benci sama gua dan nggak mau liat gue lagi di sini. Gue pergi besok!"
***
Vira jalan mondar-mandir di dalam kamarnya sambil menggigiti kuku. Ia bingung. Satu sisi, ia tak mau Vero pergi. Tapi, di sisi lain, ia masih marah kepada Vero.
"Hais! Gimana nih?" Vira berjalan menuju balkonnya. Mengintip sedikit, terlihat Vero sedang memasukkan koper-kopernya ke bagasi mobilnya.
"Ver, lo beneran mau pergi?" Vero yang sedang membereskan kopernya, beralih menatap Bryan. Ia mengangguk mantap. Bryan menghela napas, pasrah.
"Tapi, lo harus gitu pergi?"
"Iya, Bryan! Lu harus gue bilangin berapa kali coba?" Bryan mengusak rambutnya. Ia tak habis pikir dengan pola pikir Vero. "Tapi, nggak harus pergi kan?"
Vero menghembuskan napasnya. "Bryan! Dengerin gue! Gue pergi atas kemauan gue, bukan kemauan siapa pun. Jadi, please, biarin gue pergi!"
"Ya udah kalo gitu gue pergi ya, jagain adek gue. Awas jan ampe lecet dikit pun!" Bryan menghela napas, lalu mengangguk. Vero tersenyum, kemudian berjalan memutar ingin memasuki mobilnya.
Saat tangannya menyentuh handle pintu mobil, ia dikejutkan dengan pelukan seseorang dari belakang.
Ini siapa anjir yang meluk gue? Nggak mungkin Bryan kan? Anjir homo! Amit-amit!
Pandangan Vero turun ke tangan yang melingkar di perutnya. Ia tersenyum saat tahu itu tangan siapa. Vero dengan lembut mengelus tangan itu.
"Bang, jangan pergi ya?" Vero tersenyum. Jujur ia senang sekali saat Vira mengatakan kalimat itu. Tapi dia memang harus pergi dari rumah itu.
"Gue harus pergi, Vir!"
"Jangan ya?"
"Tapi, kemarin ada yang mau gue pergi, jadi gue mau pergi aja deh."
"Siapa yang ngusir lu? Gue hantam sekarang?" Vero terkekeh melihat tingkah Vira. Sungguh, Vira itu cewek yang sangat tidak bisa ditebak. Kemarin marah dengannya, hingga satu minggu tak mau menyapa. Sekarang, kenapa jadi manja sekali seperti ini?
"Tapi gue maunya pergi, gimana dong?"
"Aaa, jangan ya? Ya? Ya?" Vira sedikit memanyunkan bibirnya dan mengedipkan matanya beberapa kali. Ah! Jika begini, Vero pun tak bisa menolak.
"Tapi gue mau pergi,"
"Kenapa? Gara-gara gue ya?" Vero menggeleng. Ia mengelus lembut rambut Vira. "Gue mau coba hidup mandiri."
"Kenapa? Lagian nanti juga warisin perusahaan papa kan?" Vero menggeleng keras kali ini. Tangan nakalnya mencubit pipi Vira.
"Anak cowok harus bisa mandiri biar bisa jalanin perusahaan nantinya. Lagian gue nggak boleh bergantung terus sama orang tua kan? Kalo gue bisa mandiri kenapa nggak kan?"
"T-tapi kan, nanti kalo mamah papah nanyain lo gimana?"
"Ya bilang aja gue di apartemen!" Vira memukul lengan Vero, geram. Ia kehabisan kata-kata untuk membujuk agar Vero tak jadi pergi. "Ya udah gue pergi ya?"
"Nanti kalo mau main, bilang sama Bryan ya, biar dianterin!" Vero mengecup singkat pipi Vira, lalu masuk dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah mewah itu.
Vira cemberut lalu menatap Bryan yang juga menatapnya. Mukanya ia buat seimut mungkin. Bryan memutuskan kontak mata itu, dan berjalan masuk ke dalam rumah sambil bersiul.
***
Jangan lupa tekan ikon bintangnya⭐
Makasih❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration of Bad Boy
FantasyAnjir, gue dimana sih? "Nama saya Vero?" "Iya nama kamu Vero, Nak. Alvero Mahanta," Lah anjir, seinget gua nama gua Alvero Lucano dah! Kapan ganti namanya gua? Gue sebenernya dimana sih! Jangan bilang? Jiwa gue transmigrasi ke nih orang? Karena kece...