~
"De, kenapa sih?"
"Nggak!"
Vero menggaruk tengkuknya. Ia bingung mengapa Deana tiba-tiba marah kepadanya. Padahal kemarin baru saja akur. Vero melebarkan matanya saat perutnya tiba-tiba berbunyi.
Perut sialan!
"De ...." Deana tidak menanggapi panggilan Vero. Dia menatap sebal layar ponselnya. Ia tak tahu ingin membuka aplikasi apa. Dia terus menggeser layar ponselnya tanpa membuka aplikasi apa pun.
"De, laper, masakin dong." Vero sudah duduk di samping Deana yang masih cemberut. Deana menatap sebal Vero. "Nggak!"
"Kamu kenapa sih?" tanya Vero. Deana mendengus sebal, lalu kembali menatap layar ponselnya. Vero mengerutkan dahinya saat melihat respon yang diberikan Deana.
Seperti ada lampu yang menyala di kepalanya, Vero mengecek tanggal hari ini di ponsel pintar miliknya. Dia membulatkan matanya lalu meringis mengingat hari ini jadwal tamu bulanan Deana. Pantas saja hari ini mood Deana terlihat hancur sekali.
"PMS?" tanya Vero sangat lembut. Deana menghela napas dan mengangguk pelan. Vero merapatkan badannya ke Deana, lalu mengelus pelan perut rata Deana dengan tangan kanannya.
"Sakit?" tanya Vero selembut mungkin. Dagu cowok itu menumpu di bahu kanan Deana dengan tangan yang masih mengelus pelan perut Deana.
"Sakit ..." rengek Deana pada Vero. Vero terkekeh mendengar rengekan Deana. Vero dengan gemas mengecup pipi kanan cewek itu. "Mau makan apa?"
"Seblak." Vero tersenyum lalu kembali mencium pipi kanan gadisnya sebelum membuka ponsel dan memesan dua seblak untuk dirinya dan juga Deana tentunya.
"Level berapa?" tanya Vero. Deana nampak mengetuk pelan jarinya di bawah bibirnya. Dengan ragu-ragu dia menjawab, "Lima boleh?"
"Boleh." Mata Deana berbinar mendengar jawaban Vero barusan. Tapi tak bertahan lama setelah Vero kembali buka suara. "Tapi kalo bolak balik kamar mandi bukan urusan aku ya, Sayang."
Deana cemberut lagi. "Ya udah deh. Level tiga aja." Vero hanya tersenyum lalu memesan dua seblak dengan level sama seperti yang disebutkan Deana tadi. Seingat dia dulu, Deana tidak suka makanan yang terlalu pedas. Tapi semenjak berpindah raga, sepertinya minat Deana terhadap rasa makanan juga berubah.
"Mau dikompres?" tanya Vero. Deana menggeleng pelan lalu memeluk tubuh Vero dari samping. Vero tersenyum kecil lalu mengeratkan pelukan mereka berdua.
"Kamu nggak kerja?" tanya Deana. Vero menggeleng. Papanya tadi pagi lagi-lagi mengusir dirinya dari kantor dan berakhir Vero di rumah dengan Deana.
"Mungkin papa mau ngasih kita waktu berduaan." Deana mengangguk di ceruk leher Vero. Deana membuka matanya, saat merasakan ada yang menatapnya tanpa henti.
"Kenapa?" tanya Deana saat melihat Vero menatapnya dengan senyum mengembang. Detik berikutnya, Vero mengacak gemas rambut Deana lalu ia rapikan kembali.
"De, kamu belum jawab pertanyaan aku."
"Pertanyaan yang mana?"
"Yang waktu di pantai." Pipi Deana merona saat tahu apa yang Vero bicarakan sekarang. Vero tersenyum manis. Tangannya bergerak, menyelipkan anak rambut Deana ke lipatan telinga gadis itu.
"Deana nikah yuk." Pipi Deana makin merona mendengar ajakan nikah yang kedua kalinya dari mulut Vero sendiri. Deana berdeham, berusaha menghilangkan kegugupannya.
"Waktu itu Kak Vero ngajak Shelin nikah, terus sekarang Kak Deana. Jadi yang mana yang bener?" ucap Deana. Vero menganga saat Deana beralih lagi ke jiwa Shelin. Ia tahu, di dalam raga ini hanya ada jiwa Deana, tapi entah mengapa, saat Deana memanggil dirinya dengan sebutan 'Kak Vero', rasanya jadi berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration of Bad Boy
FantasyAnjir, gue dimana sih? "Nama saya Vero?" "Iya nama kamu Vero, Nak. Alvero Mahanta," Lah anjir, seinget gua nama gua Alvero Lucano dah! Kapan ganti namanya gua? Gue sebenernya dimana sih! Jangan bilang? Jiwa gue transmigrasi ke nih orang? Karena kece...