Menjauh

8.2K 1.1K 36
                                    

Maaf ya buat kalian yang menunggu kelanjutan cerita aku, aku baru bisa update sekarang.

Dan terima kasih banyak-banyak buat kalian yang setia membaca cerita aku. Dan love-love juga buat kalian yang selalu menyempatkan diri kalian untuk menge-vote cerita aku.

I really really thank you so much guys.

So, mari kita baca chapter hari ini, LET'S GO...

~

"Bry, bagian ini gimana dah?" Vero dan Bryan kini sedang belajar bersama di kamar Bryan. Bryan terlihat antusias, sedangkan Vero terlihat malas-malasan.

"Nah gitu!" Vero mengangguk pelan. Ia sebenarnya paham, tapi entah kenapa otaknya berjalan begitu lambat malam ini.

Vero dengan malas-malasan mengambil buku komik milik Bryan. Saat membukanya, Vero terkejut lalu melempar asal buku itu. Ia memegangi kedua bahunya dan bergidik ngeri.

"Kenapa Ver?"

"Itu, di buku lo ada gambar bolong-bolong! Hih!" Vero kembali bergidik ngeri. Bryan tersenyum tipis melihat reaksi Vero.

"Emang lo ngidap trypophobia?" Vero mengangguk kencang menjawab pertanyaan Bryan. "Lo, kenapa sih harus banget ngasih gambar bolong-bolong gitu?"

Vero mengalihkan tatapannya, menatap muka Bryan yang sedang tersenyum aneh ke arahnya. Vero menelan ludahnya susah payah. Apa dia ketahuan?

"Jujur sama gue!"

"H-hah?"

"Jujur sama gue, ALVERO LUCANO!"

Deg...

Vero menelan susah salivanya untuk kedua kalinya. Apa Bryan tahu kalo itu dirinya? Bagaimana bisa? Vero kira dirinya sudah berbakat menjadi seorang aktor sebab bisa mengibuli Bryan, sahabatnya sendiri.

"JUJUR ALVERO!"

"H-hah?"

"Udah nggak usah pura-pura lagi deh, gue tau ini lo kan? ALVERO LUCANO, sahabat gue?" Vero membulatkan matanya. Bagaimana bisa?

"Udah lah! Ngaku aja! Lo udah ketahuan juga!"

"Lo tu nggak bakat banget acting tau nggak?! Semua ciri-ciri Alvero ada di diri lo. Mulai dari suka balapan, terus sering nolongin gue, omongan yang nggak pernah mau dibantah, takut kecoa, kalo belajar bareng gue pasti males-malesan, terus ngidap trypophobia. Ayolah, Ver, ngaku aja!"

Vero menundukkan kepalanya, malu. Malu karena ia ketahuan duluan sebelum dirinya memberi tahu semuanya. Ia menautkan kedua jarinya dan memainkannya.

Bryan tersenyum lebar. Ia kemudian merangkul Vero yang berada di sampingnya. "Welcome back, ALVERO LUCANO!" Vero menatap heran lelaki di sampingnya ini. Ia tak marah?

"Jahat ya lu Ver! Sebulan gue nangis gegara lo, tahu?!" Kepala Vero diapit di ketek Bryan. Vero menepuk-nepuk tangan Bryan yang mengapit kepalanya. Ia susah bernafas.

"Buset, ketek lu bau bangke!" sergah Vero sesaat setelah dia dilepaskan oleh Bryan. Bryan lalu mencoba mencium keteknya. "Mana ada! Ketek gue wangi gini dibilang bau bangke, ketek lu kali yang bau bangke!"

"Sialan lu!" Bryan loncat dari tempat tidur, menghindari serangan dari Vero. Vero kemudian bergegas turun dari ranjang Bryan. "Ayo, Bry! Gue udah lama nggak sparring partner nih!"

"Ogah gue, yang ada badan gue sakit semua dihajar lo!"

"Ayolah Bry, badan gue kaku nih sebulan kagak olahraga, ya?"

"No! Big no!"

***

"Woy! Kebo! Bangun lo!" Vero masih berusaha membangunkan Bryan. Sudah terhitung lima belas menit sejak ia masuk ke kamar Bryan.

Tapi, ini juga bukan salah Bryan sih, soalnya, tadi malam, ia berhasil membujuk Bryan agar mau sparring partner bersamanya. "Bryan! Bangun nggak lo? Udah jam tujuh!"

Bryan yang tadinya malas-malasan, langsung membuka matanya lebar-lebar. "Hah? Yang bener jam tujuh? Aduh, telat!" Tanpa melihat jam, Bryan langsung lompat dan berlari ke kamar mandi.

Vero hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu. Sekitar lima belas menit, Bryan keluar dengan pakaian lengkapnya. "Bangke lu! Katanya jam tujuh, mana? Masih jam enem gini kok!"

"Udah? Buruan turun, gue tunggu di bawah!" Vero memasukkan ponselnya ke sakunya dan berjalan keluar kamar Bryan. Saat ingin masuk ke kamarnya, ia melihat Vira keluar dari kamarnya menuju bawah.

"Pagi adek abang!" Vira tak menolehkan kepalanya dan tetap meneruskan jalannya. Vero mengernyitkan dahinya, tak biasanya Vira seperti ini.

Vero hanya menaikkan kedua bahunya, lalu masuk ke kamarnya bersiap untuk sekolah. Setelah siap, ia keluar dan berjalan menuju meja makan. "Pagi Vira, Bryan!"

Tangan Vero mengacak rambut Vira. Vira menampik kasar tangan Vero dan segera merapikan rambutnya yang berantakkan. Vero mengerutkan dahinya lagi.

"Kenapa sih adek abang? Kok cemberut? Marah ya sama gue? Gue ada salah apa?" Vira tak menjawab dan malah mempercepat makannya. Dengan tergesa, ia merapikan dirinya dan beranjak dari duduknya.

"Kenapa sih? Lo mau kemana?"

"Gue berangkat duluan!" Vira melepaskan cekalan tangan Vero, lalu melangkah meninggalkan Vero dan Bryan yang sedang bingung dengan sikap Vira barusan. Bahkan, Vira tak mengucapkan salam.

"Adek lo kenapa?"

"Nggak tahu, dapet tamu kali," Vero mengambil sarapannya dan memakannya. Pikirannya terbagi, kenapa Vira? Ah, mungkin memang lagi datang bulan seperti perkiraannya tadi.

***

Kring...

Para murid kelas sebelas MIPA tiga, bergegas keluar kelasnya masing-masing. Ada yang ke perpustakaan dan ada yang ke kantin, ada yang hanya duduk-duduk di pinggir lapangan, sambil menonton murid yang sedang bermain basket.

"Har, Zan, ke kantin yuk!" Fahar dan Zanna mengangguk, mengiyakan ajakan Vira. Mereka bertiga berlalu, tanpa mengajak Vero seperti biasa.

"Mereka kenapa sih?" Vero menatap ketiga orang yang tubuhnya baru saja lenyap dari pandangannya. Bryan pun sama, mereka bertiga tak biasanya mengabaikan Vero.

"Bry, ke kantin yuk?!"

"Nggak ke perpus?" Vero menggeleng, lalu menarik tangan Bryan menuju kantin. Saat sampai di kantin, mereka berdua langsung duduk di meja Vira, Fahar, dan Zanna.

Mereka bertiga tak terganggu dengan kehadiran Vero dan Bryan dan masih melanjutkan acara makan tanpa suara itu. "Kalian bertiga kenapa sih?"

Bugh...

"Apa-apaan lo?"

"Oh maaf, tangan gue kepleset tadi." Daren tersenyum ke arah Vero. Vero merasa ini bukan waktu yang tepat untuk bertengkar, dia hanya menghela napas dan diam mengabaikan Daren.

Bugh...

"Oh, sorry! SENGAJA!"

"Lu udah didiemin ngelunjak lu SETAN!" Vero beranjak dari duduknya dan mengembalikan pukulan yang Daren berikan kepadanya. Dan, adegan baku hantam pun terjadi.

Daren yang kewalahan, mengambil pisau dan menggoreskannya ke tangan Vero. Perlawanan Vero melemah, dan Daren menendang Vero mundur.

Bryan menangkap Vero yang sudah oleng. Vero masih memegangi tangannya yang mengeluarkan darah. Vero menatap Vira yang menatapnya dengan sorot mata datar. Vira, Fahar, dan Zanna berlalu, tak mengindahkan Vero yang masih kesakitan dan butuh pertolongan.

***

Jangan lupa votenya ya.

Thank you for today❤

Transmigration of Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang