Hai semua.
Nungguin cerita ini up nggak nih?
Up kok up tenang...
Jangan lupa ya vote dan komennya
Makasih
~
"Duh! Ver, gimana nih? Aku gugup ...." Vero tersenyum mendengar rengekan Deana. Tangannya mengelus pelan rambut Deana. Deana masih menggigiti jarinya, gugup.
"Nanti kalo aku lupa lirik gimana? Nanti kalo aku salah nada, nanti kalo aku ...." Deana makin menggigiti jarinya. Perasaan gugupnya tak bisa hilang.
"De, minum dulu," tutur Vira. Deana mengangguk lalu meneguk 1 botol air mineral kemasan 600 ml itu. Vira dan Vero melongo melihat Deana menghabiskan air itu dalam satu kali tenggak.
"De! Gila! Lo nanti kalo kebelet gimana?" Vira menatap heran botol air yang sudah kosong itu.
"Gue kalo gugup biasanya malah cepet haus," ujar Deana. Vero menarik telapak tangan Deana dan menggenggamnya.
"Tarik nafas ... buang nafas ... tarik nafas lagi ... buang lagi ...." Deana menjadi lebih tenang saat mengikuti instruksi dari Vero.
"Ver! Ayo! Sekarang!" teriak Bryan. Vero mengangguk. Vero mengelus pelan rambut Deana dan mencubit pelan pipinya.
"Aku tanding dulu ya. Kamu jangan gugup. Gugupnya kalo pas sama aku aja." Deana tertawa pelan mendengar ucapan aneh dari mulut Vero.
"Udah ah sono lu tanding! Bucin ... mulu!"
"Sirik aja lu jomblo!"
***
Deana bolak balik seperti setrika sambil menggigiti jarinya. Jika tadi pagi ia gugup karena penampilan pertama di depan semua orang. Sekarang ia tambah gugup.
Ia masuk final. Ini rasanya berat sekali. Ia takut mengacau. Ia takut suaranya tiba-tiba jelek. Atau, suaranya tiba-tiba serak. Atau, yang paling parah, suaranya tiba-tiba melengking aneh.
Ia duduk dan minum kembali air mineral. Vira di sebelahnya dari tadi hanya cengo melihat Deana. Baru saja ia kembali dari kantin 15 menit yang lalu, tapi 3 botol air mineral yang ia beli tinggal tersisa 1 botol lagi.
"De, sini deh!" Deana mendekat, lalu duduk di samping Vira. Ia masih menggigiti jarinya, menahan gugup yang masih tertampung dalam hatinya.
"Tarik nafas, De ... buang ... tarik nafas lagi ... buang lagi ... tarik nafas ... buang!" Tapi, sepertinya instruksi dari Vira tak bisa menenangkan perasaan gugup Deana.
"Dasar! Pas sama Vero aja, langsung tenang. Pas sama gue, kagak mempan. Emang ya! Bucin!" rutuk Vira dalam hatinya. Vira mengambil nafas dalam-dalam. Ia berharap, semoga saja pertandingan Vero berakhir lebih cepat.
"Dea!"
Sontak kedua perempuan itu menoleh ke sumber suara. Terlihat Vero dan Bryan melangkah mendekat ke arah mereka berdua. Mereka terlihat berkeringat setelah tanding basket.
"Anjir! Ganteng banget!" teriak Vira dalam hatinya. Bryan terlihat sangat menawan dengan tubuh yang dipenuhi peluh seperti ini. Mana dia memakai headband lagi, kan jadi plus plus gantengnya. "Mleyot gua ya amsyong! Tolongin!"
Bryan berhenti tepat di depan Vira yang sedang terdongak menatapnya. "Masih gugup lo, De?" tanya Bryan. Deana mengangguk lalu tersenyum kecil melihat Vira tak berkedip menatap Bryan dari bawah.
Bryan mengikuti arah mata Deana. Di bawah sana, Bryan melihat pemandangan yang sangat menggemaskan. Vira mendongak menatapnya dan tak kedip sekali pun. Jika Bryan tak ingat sekarang ada kakaknya di sampingnya, mungkin ia sudah menggotong Vira ke pelaminan.
Bryan tersenyum manis dan menyentuh pelan pipi tirus Vira dengan jari telunjuknya. "Bryan! Jangan senyum! Tolong! Gua kagak sehat ini bener! Jantung gua kek mo duar gitu tau nggak?!" batin Vira.
Vero tersenyum geli melihat dua insan itu. "Sayang, kita ke aula yuk! Keknya bentar lagi mulai," ajak Vero. Deana mengangguk pelan. Mereka berdua keluar meninggalkan dua insan yang sedang jatuh cinta di dalam kelas.
Vira mengerjapkan matanya pelan. "Ya ampun, Vir! Lucu banget sih lo! Tapi kalo di rumah kok ngeselin ya?" batin Bryan. Vira menoleh ke bangku Deana yang sudah tak ada penghuninya. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri berulang kali untuk mencari keberadaan kembarannya dan temannya.
"Weh! Kampret sekali mereka! Gua ditinggalin!"
***
Deana melahap habis es krim rasa coklatnya itu. Mereka ditraktir Vero karena Deana berhasil melewati lomba hari ini dengan baik. Belum tahu dapat peringkat berapa, yang jelas Deana sudah hebat hari ini.
"Sering-sering kek lu traktir kek gini! Biar adeknya tuh seneng gitu hidupnya." Vero menatap aneh saudarinya. Jelas-jelas, adiknya itu bisa meminta duit langsung kepada ayahnya, kenapa minta traktiran abangnya?
"Lu nggak beli serba serbi K-pop lagi?"
"Belum ada yang comeback."
"Emang lu suka berapa grup?"
"Buanyak ...." Vero menggeleng mendengar jawaban adiknya. Sebenarnya itu hanya basi-basi saja sih. Mana mau dia membelikan album K-pop yang mahalnya buat kantong kering. Mending buat beliin jajan Deana.
"Omo! Omo! Omo! Daebak!" Vira melihatkan layar ponselnya ke depan muka Vero. Bulan depan salah satu grup K-pop kegemarannya akan comeback. Dia mengerjapkan matanya, berusaha terlihat imut.
"Apaan?"
"Beliin ya ...."
"Nggak! Nggak ada!"
"Terus tadi ngapain nanya-nanya?"
"Basa-basi doang sih ...." Vira berdecih, kesal dengan abangnya. Ia memundurkan punggungnya hingga menyender di sandaran kursi. Bibirnya dimajukan sedikit, tanda kekesalannya. Vira terlihat men-scroll instagram miliknya.
Bryan menatap wajah Vira yang terlihat imut sekarang. Kedua sudut bibirnya tanpa bisa dicegah, naik begitu saja.
"Duh, Sayang! Aku ke toilet dulu ya?" tanya Deana. Vero mengangguk, memberi izin pacarnya itu. Vero menyandarkan punggungnya sambil menikmati es jeruknya. Sedang menikmati minumannya, ia dikejutkan dengan ponselnya yang berdering.
"Bry, gua angkat telepon dulu ya?" Bryan mengacungkan jempolnya. Sekarang, tinggal dirinya dan Vira yang berada di meja. Vira masih terlihat kesal. Jarinya masih aktif menaikturunkan layar ponselnya.
Jika dilihat-lihat memang muka Vira itu imut sekali, walau mata kucingnya membuatnya terlihat garang. Tapi memang jika dilihat dari dekat seperti ini, mukanya imut sekali.
"Gue cubit pipi lu, boleh nggak sih, Vir?" batin Bryan. Tangannya sudah dekat dengan pipi Vira, tapi ia urungkan. Bryan terlalu malu melakukannya.
Vira menaruh ponselnya dan menghembuskan nafas kasar. Vira menyuap es krim ke mulutnya dengan asal. Alhasil, jejak es krim tercetak jelas di sekitar mulut mungilnya itu.
Bryan terkekeh kecil melihat itu. Ia mengambil satu lembar tisu. "Kek anak kecil aja lo! Makan belepotan," ucap Bryan sambil tangannya mengelap pelan mulut Vira.
Vira menegang saat tangan Bryan bergerak sendiri membersihkan mulutnya. Tubuhnya ntah kenapa, tiba-tiba kaku seperti terkena kutukan maling kundang.
"Anjir! Bryan nggak tahu permisi! Kalo gue jantungan terus masuk rumah sakit, emang mau tanggung jawab?" rutuk Vira di dalam hatinya. Ia mencoba mengontrol degupan jantungnya, tapi tetap tak bisa.
Vira menolehkan kepalanya hingga Vira dan Bryan saling tatap. Bryan berdeham dan menarik tangannya dari mulut Vira. Ia menaruh tisu itu di atas meja dan berlanjut memainkan ponselnya.
"Ni jantung kagak tau kondisi bet anjir!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration of Bad Boy
FantasyAnjir, gue dimana sih? "Nama saya Vero?" "Iya nama kamu Vero, Nak. Alvero Mahanta," Lah anjir, seinget gua nama gua Alvero Lucano dah! Kapan ganti namanya gua? Gue sebenernya dimana sih! Jangan bilang? Jiwa gue transmigrasi ke nih orang? Karena kece...