Tiga puluh satu

623 57 1
                                    

Happy reading!

Rey menatap spion sambil mengernyit heran, sedari tadi adiknya itu sama sekali tidak berbicara apalagi mengajaknya mengobrol seperti yang biasanya mereka lakukan ketika pulang sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Rey menatap spion sambil mengernyit heran, sedari tadi adiknya itu sama sekali tidak berbicara apalagi mengajaknya mengobrol seperti yang biasanya mereka lakukan ketika pulang sekolah. Anak itu hanya diam melihat jalan pulang di kanan dan kiri sambil sesekali memperbaiki rambutnya yang terbang-terbang karena angin.

"Dek,"

"Hm?"

"Berantem lagi sama Rassya di sekolah?"

"Hah?"

"Berantem lagi?"

"Enggak."

Rey bertanya seolah setiap hari Aqeela bercerita tentang perdebatan antara dirinya dengan Rassya di sekolah yang memang hampir setiap hari itu terjadi.

Karena yang Rey tahu, jika benar itu terjadi maka wajah adiknya akan menjadi kembali jutek seperti ini.

Rey membuang napas, "mau beli bobba?"

Mata Aqeela berbinar, "boleh?"

Rey perlahan mengangguk.

"Oke, nggak boleh di cancel!" Setelah melihat kakaknya mengangguk, Aqeela langsung tersenyum lebar.

Rey terkekeh geli sembari memukul lutut Aqeela, "yeuu.. Giliran bobba aja langsung seneng."

"Yang nggak seneng pas mau dibeliin bobba siapa coba, Kila tanya. Apalagi jarang banget jajan itu karena sering dilarang." Cibir gadis itu.

"Sering dilarang itu ya karena bahaya kalo kebanyakan."

"Kan jarang.... "

"Aduh." Pekik Aqeela karena helmnya bertabrakan dengan helm milik Kakaknya akibat Rey yang tiba-tiba mengerem motornya secara mendadak.

"Kenapa rem mendad---"

"Ica," Rey membuka kaca helmnya, matanya melotot karena melihat sesuatu yang ada di depannya.

Aqeela yang hendak memprotes juga malah ikut melotot melihat kejadian di depannya itu.

Di sana... Di tempat yang tak jauh dari motor Kakaknya berhenti.

Ica sedang dikeroyok habis-habisan oleh segerombol anak-anak yang memakai jaket berwarna hitam, Aqeela tidak tau pasti tetapi yang jelas mereka terlihat kejam dan menakutkan. Ditambah sekarang, Ica sudah semakin lemas karena lagi-lagi pukulan demi pukulan mendarat di rahang cowok itu.

Sudah banyak darah yang keluar dari sudut bibir hingga lubang hidung Ica, semuanya hanya menyaksikan tanpa ada yang mau membantu. Terlihat jelas bahwa di sana, hanya Ica seorang diri yang disiksa.

Aqeela yakin, mereka pasti begal.

"Kak... Ica..?"

Rey segera melepas helm, "turun!"

Still UnderageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang