Lima belas

588 67 1
                                    

Happy reading!




Bu Tiyas mengetuk-ngetukan pulpennya di atas meja. Memandang dua murid kesayangannya yang duduk diam menunggu kelanjutan guru itu berbicara.

"Kalian masih ikut organisasi OSIS kan?" Tanya Bu Tiyas.

Rassya dan Aqeela hanya mengangguk, "kita kan belum turun jabatan." Rassya yang menjawab.

"Ah iya, masih semester satu." Gumam Bu Tiyas dalam diam. Pikirannya mulai berpikir lagi.

"Masalahnya, cuman kalian yang bisa Ibu percaya." Bu Tiyas mulai memopang wajah di atas meja, mengacak rambut seperti lelah untuk berpikir lagi.

Rassya dan Aqeela saling pandang. "Lomba olim lagi?" Aqeela membuka pertanyaan, mewakili Rassya yang juga penasaran.

Bu Tiyas mendongak, tak heran jika ia menganggap dua murid ini sebagai murid kesayangannya. Memang pintar menebak keadaan.

"Iya.... Hehe." Bu Tiyas meringis.

Rassya menghela napas, "bilang aja kali Bu."

"Iya, kirain apaan." Balas Aqeela.

Bu Tiyas tersentak melihat respon mereka, "kalian nggak protes?"

"Buat?"

"Kalian kan udah kelas sembilan."

"Emang nggak boleh ikut ya Bu?" Tanya Aqeela.

Bu Tiyas menjawab, "bukan nggak boleh. Tapi emang ketentuannya harus murid kelas tujuh atau delapan. Lagian kelas sembilan juga kan harus difokuskan untuk persiapan ujian nasional."

"Masih lama kali Bu."

"Ya... Emangnya kalian nggak butuh persiapan lama? UN loh ini, jangan main-main."

Rassya melirik Aqeela dan Aqeela hanya menaikkan bahu. Merasa bahwa Bu Tiyas lupa dengan mereka berdua yang sudah terbiasa belajar selama dua puluh empat jam. Bahkan jika besok UN, mereka tidak belajar saja sudah dipastikan lulus dengan nilai terbaik.

"Ya udah kalo Bu Tiyas masih ragu buat ngajuin kita olim." Rassya memberi kode Aqeela agar mereka berdiri. Rassya hanya mengetes, apakah guru itu masih mau menggunakan mereka atau tidak. Dan benar saja, Bu Tiyas langsung mencegah mereka pulang.

"Kalian mau kan ikut olim lagi?" Tanyanya. "Bu Tiyas bingung tau nggak. Walaupun SMP Nusantara dikenal dengan murid-muridnya yang pandai, tetap tidak menjamin untuk membawa pulang juara dan nama baik sekolah. Kalo kalian yang Ibu ajuin, udah pasti selalu balik bawa piala. Ibu nggak ngarepin piala, cuman Ibu mau nama baik sekolah tetap terjaga. Jangan sampe udah kita jaga baik-baik, malah hancur karena olim kita kalah. Apalagi ini tingkat provinsi."

"Tingkat provinsi?" Tanya mereka berdua serempak.

Bu Tiyas mengangguk. "Kalian udah pernah pengalaman kan di tingkat provinsi. Nyatanya, piala tetep kalian bawa pulang. Ibu juga mau tahun ini kayak gitu." Bu Tiyas berhenti sejenak lalu melanjutkan lagi. "Sejak tahunnya Rey, Kakak kamu. Sekolah kita selalu bawa pulang piala. Terus sekarang ada kamu, Adiknya Rey, juga ada Rassya... SMP Nusantara jadi punya harapan lagi."

Still UnderageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang