°•• Happy reading ••°
"Jika kau tahu posisimu, kenapa masih bertanya hal itu? Bukannya sama saja secara tidak langsung kau memberitahuku agar aku peka? Kau menginginkannya kan?"
Tes!
Buliran air mata Andresa menetes lagi membasahi pipinya. Dia bingung sekarang, bagaimana agar Hoseok berhenti bicara untuk memojokkannya terus.Andresa menggelengkan kepalanya dengan cepat bersamaan dengan bahunya yang terus bergetar karena tak dapat menahan tangisannya.
Tangannya bergerak mengambil kotak peralatan jarum di atas meja kecil di sampingnya. Saat mengambilnya, Andresa melirik gelas susu yang masih full belum tersentuh sama sekali, atau bahkan susunya sudah tidak hangat lagi.
Hoseok mendudukkan tubuhnya ketika matanya melihat bagaimana punggung Andresa bergetar, laki-laki itu tahu Andresa menangis.
Andresa menyusun jarum yang dipakainya di dalam kotak dan ikut meletakkan benang rajut tersebut. Dia berniat untuk tidak memperpanjang obrolan dan tidur di dalam kamar.
Hoseok memeluknya dari belakang tapi Andresa tidak menggubris karena perasaannya begitu kalut, sungguh menyakitkan baginya. Dia tahu kalau dirinya tidak kaya, pemikiran seperti itu hanya pikiran yang sekelebat terlintas di otakknya, membayangkan dirinya punya toko bunga/toko rajutannya sendiri. Bahkan, dia tidak berani memikirkan untuk meminta pada Hoseok.
"Kenapa menangis? Bukan ini yang aku mau. Aku menginginkan kau marah padaku Andresa."
"A-aku....aku hanya-"
"Ayo marah padaku Andresa." Hoseok dengan hati-hati memutar tubuh wanita di depannya. Hoseok melihat jejak air mata Andresa yang sudah melebar kemana-mana. Hidung yang merah dan pandangan yang terus ke bawah tidak mau menatap Hoseok. Tangan Hoseok menangkup wajah Andresa, di bawanya mendongak untuk menatap dirinya.
Andresa hanya menggeleng-gelengkan kepala, dia tidak tahu harus berbuat apa.
"Apa kau tidak mengerti maksudku?"
Lagi, Andresa hanya diam dan terus terisak dengan tangisannya.
"Kau ibunya anakku, harusnya kau minta apa yang kau inginkan tanpa menahannya. Hatiku hancur saat melihat kau tadi siang, apa kau tidak berpikir kalau kau punya hak untuk meminta padaku? Aku memancingmu agar kau meluapkan semuanya, bukan mendengarkankan kau yang terus bilang tidak dan berujung menangis seperti ini."
Kedua ibu jari Hoseok mengahapus jejak air mata yang tertinggal pada pipi Andresa. Semakin Hoseok menghapusnya maka semakin banyak air mata Andresa yang keluar.
"A...aku hanya bertanya...b-bukan ingin...me-"
"Menikah denganku, Andresa. Apa kurang jelas maksud perkataanku tadi?" Hoseok membuang napasnya dengan kasar.
Dia sangat geram dengan Andresa sekarang, gadis itu benar-benar membuatnya gila.
"Kau menjadikanku seperti ayah yang buruk."
Lagi, pisau itu mengiris hati Andresa. Andresa mendongakkan kepalanya membalas tatapan Hoseok yang begitu dalam memerhatikannya.
Hanya ada suara yang berasal dari dalam TV sekarang, deruan napas Hoseok yang juga terasa menyentuh kulit permukaan wajah Andresa. Deruan napas yang tidak stabil akibat menahan geram pada Andresa.
"B-bukan-"
"Kau membiarkan aku tidak mengetahui keberadaan anakku, kau berjuang sendiri merawat kandunganmu, apa kau pikir itu tampak lebih baik saat kau menyembunyikannya? Kau merusak kebahagian seorang ayah Andresa."
Andresa menggeleng lagi, tubuhnya bergerak mendekat ke tubuh Hoseok. Ia kaitkan tangannya untuk melingkar di leher Hoseok.
Bukan seperti itu Hoseok maksud Andresa, dia hanya tidak ingin menjadi beban untukmu. Apalagi dirimu sudah punya momo dan juga bayi. Tidak mungkin Andresa datang sebagai perusak kebahagiaan wanita lain.
Hoseok membalas pelukan Andresa, walau di antara tubuhnya dan Andresa ada sebuah penghalang berupa kandungan Andresa, tak menjadi alasan untuk Hoseok tidak membalas pelukan wanita itu.
"Bergantunglah padaku mulai sekarang, biarkan aku juga ikut merawatnya, biarkan aku menyelesaikan semuanya. Kau hanya perlu memanjakan tubuhmu dan membuat kandunganmu tetap sehat. Tidak boleh membantah, atau kau benar-benar akan membuatku seperti seorang ayah yang buruk."
Andresa diam tidak menanggapi.
"Apa perlu aku gigit bibirmu agar kau dapat bersuara? Hmm?" Hoseok menggoyangkan tubuh Andresa melalui lengannya dan sambil mengusap punggung Andresa.
"Hm," balas Andresa yang membuat Hoseok menepuk pantatnya pelan.
***
Hoseok membawa Andresa berjalan-jalan ke luar rumah sebentar. Tidak lupa, dengan perhatiannya sekarang, terus mengeratkan sweater tebal gadis itu untuk terus menutupi tubuh Andresa dari dinginnya angin malam.
"Jaketmu juga kau perhatikan, jangan memerhatikan sweaterku terus," oceh Andresa.
"Aku hanya peduli pada wanita hamil ini," ucap Hoseok dengan mendekap pinggan Andresa dan terus mengitari taman malam yang cukup ramai.
"Aku ingin cake itu dari kemarin," kilah Andresa menunjuk kue matcha di sebuah kedai berkaca. Terlihat banyak deretan kur yang memang sangat menggoda tenggorokan.
"Mari membelinya sebanyak yang kau mau," jawab Hoseok, lalu tangannya menggenggam jari jemari Andresa dan dituntunnya pelan memasuki kedai tersebut.
Andresa menunggu di sudut meja dekat dengan kaca, dari situ Andresa dapat melihat banyak anak kecil yang memainkan kembang api di taman itu.
Tak sadar Hoseok telah membawa piring cakenya dan di letakkan di depan Andresa, gadis itu masih fokus menatap keluar jendela.
Hoseok mencium pipi Andresa. "Sedang apa?" tanyanya pada gadis itu karena tidak menyadari kehadiran Hoseok yang sudah memeluk lehernya dari belakang.
Andresa langsung menoleh dan membuat bibirnya bertemu bibir Hoseok.
"Andresa!"
Tiba-tiba saja seorang perempuan dengan wajah penuh keterkejutan melihat Andresa dan Hoseok, belum lagi gadis itu melihat kejadian sebelumnya saat Hoseok mencium pipi Andresa, dan Andresa menoleh sampai bibir Andresa bertemu bibir Hoseok.
🌸🌸🌸
JANGAN LUPA BAHAGIA 💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
The Paradise - JHS [✔]
FanfictionSUDAH END [COMPLETE] Jika cinta hanya menggenggam dua pilihan, hidup dan mati. Maka aku akan memilih mati. Mati membawa cinta karna cinta yang hidup hanya akan membuatku sengsara - Kim Andresa. Mungkin, saat ini aku bodoh. Memilih meninggalkan dari...