07. Ternyata

24 16 3
                                    

Kalau ada typo langsung komen aja ya:)

Happy Reading.

*
*
*

Siang ini, matahari terasa sangat dekat dengan Bumi, terbukti dengan panasnya siang ini yang luar biasa. Mebuat para santri memilih untuk menyejukkan diri didepan kamar masing-masing.

"Buset! Panas amat, nggak ada AC atau kipas angin gitu?" ujar Mulky dengan tangan yang sibuk mengipasi wajahnya dengan kitab Habib.

"Lah, itu kan kipas angin. Ngga kelihatan apa?" tunjuk Hafidz ke arah kipas angin yang tergantung di dinding kamar.

Mulky menatap kipas itu, kipas tua yang sudah agak berkarat dengan cat yang sudah yang memudar. "Itu? Kipas yang lo maksud? Nggak kerasa sama sekali!" ketus Mulky.

"Udah dikasih malah protes, bersyukur aja deh!" ujar Habib menimpali.

"Tapi bener juga sih yang dibilang Mulky, hari ini panasnya nggak kayak biasanya," ujar Hafidz.

"Kitab gue jangan ditekuk-tekuk!" Habib merenggut kitabnya yang dibawa Mulky dengan kasar.

"Santai dong! Cuma kitab doang," ujar Mulky.

"Jangan salah, butuh 3 tahun aku paham kitab itu!" ujar Habib dan langsung mendapat anggukan kepala dari Hafidz.

"Bodo ah, ngga ngerti gue." Mulky berdiri dan berjalan keluar dari kamar untuk mencari angin diluar, seperti santri-santri yang lain.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Perhatian untuk semua santri di Darul Ulum untuk segera melaksanakan jadwal kerja bakti di lingkungan sekitar Pesantren, dimohon untuk para santri dengan kesadaran masing-masing dapat melaksanakan dengan baik. Sebab Annadzo fathu Minal Iman, kebersihan sebagian dari iman. Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh," ujar salah Ustadz bernama Adam, menggema di seluruh sudut Pesantren Putra Darul Ulum.

"Gila nih Uastadz, panas-panas gini disuruh kerja bakti!" misuh Mulky saat mendengar pengumuman.

"Astaghfirullah, mulut kamu Fir! Disekolahin dulu, jangan asal ceplas-ceplos. Dosa tau!" ujar Habib mengingatkan

"Iya, bener kata Habib. Lagi pula, mau selama apapun kamu menuntut ilmu, kalau kamu nggak Tawaddu' ya percuma, ilmunya nggak akan berkah!" ujar Hafidz menimpali.

"Kalau gitu, gue nggak usah belajar sekalian aja, kan kata lo percuma juga!"

"Astaghfrullah, enggak gitu konsepnya!" ujar Hafidz lelah.

"Udahlah Fidz! Ngomong sama Kafir nggak akan masuk ke otaknya. Dia kan kalau di nasehatin, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Kita kerja bakti aja! Dari pada nanti kita malah yang kena teguran dari Ustadz yang lain," ujar Habib dan langsung berdiri diikuti Hafidz.

"Sono lo pergi, makan tuh panas matahari! Rasain gimana cacing-cacing perut lo kelaperan!" Mulky pun tak ada niatan untuk ikut, ia malah kembali masuk kedalam kamar lagi.

Hafidz menghela nafas panjang Karena sudah bingung dengan kelakuan Mulky yang sangat keras kepala.

"Udah lah! Yang penting kita udah ngingetin, dia mau berubah atau enggak ya, urusan dia pribadi sama Allah," ujar Habib dan mulai melangkah lagi untuk melakukan kerja bakti.

***

"Assalamualaikum," ujar Habib dan Hfidz kompak saat berkumpul dengan santri-santri yang lain.

"Waalaikumsalam Warahmatullah. Loh, Cuma berdua? Biasanya bertiga, sama santri baru, yang namanya ada Kafirnya itu," ujar Asep. Salah satu santri yang menetap disini.

Xavier MulkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang