08. Musuh baru

23 15 3
                                    

Kalau ada typo langsung komen ya:)

Happy reading.

*
*
*

Allahu Akbar Allahu Akbar.

suara adzan Shubuh menggema, menandakan waktu untuk sahur telah habis. Semua santri berbondong-bondong untuk membawa alat makan mereka ke belakang dan mencucinya, untung saja dulu Mulky pernah membantu Jannah untuk mencuci piring. Kalau tidak ya, mungkin selama di Pesantren ia hanya melongo melihat para teman-teman santrinya yang lain.

"Loh, ternyata lo bisa cuci piring juga ya, gue pikir lo Cuma bisa bikin masalah," ujar salah santri bernama Ilhaq, salah satu santri yang kurang suka akan kehadiran Mulky di Pesantren ini sejak awal.

"Punya mulut disekolahin juga ya, apa mau gue yang ajarin mulut busuk lo itu?" Tanya Mulky.

Ilhaq menyunggingkan sudut bibir kirinya, "Anak Mami kayak lo emang bisa apa? Paling bisanya ngadu sama Maminya. 'Mamii Mulky kangenn' hahaha," ujar Ilhaq.

Mulky mulai tersulut emosi. Kakinya melangkah maju. Tangannya mencengkram kuat kerah baju Ilhaq, "Gue kasih tau sama lo ya, walaupun gue masih bodoh dan kadag bikin onar tapi mulut gue bisa gue Kontrol. Nggak kayak mulut lo!" ujar Mulky, dan langsung melepaskan cengkramannya dan pergi menjauh.

Habib dan Hafidz yang melihat pertengkaran kecil tadi hanya melongo dan langsung mengikuti Mulky yang sudah berjalan agak jauh.

***

"Kafi- eh, Mulky! Tungguin," teriak Hafidz ketika berjalan membuntuti Mulky dengan Habib.

Mulky menoleh, "Apa?" ketus Mulky.

"Jangan dimasukkin kehati omongannya si Ilhaq, aku juga bingung. Padahal dia dulu termasuk santri yang pendiem lho, kok tiba-tiba tadi dia berani ngatain kamu," ujar Hafidz saat mereka mulai duduk di bangku taman.

"Iya sama, aku juga bingung banget, padahal ya dulu dia diem mulu. Bahkan hampir nggak punya temen," sambung Habib.

"Santai lah, gue nggak baperan. Di Jakarta gue juga punya banyak musuh. Tapi ya gapapa sih. Prinsip gue mah, kalau dia nggak ganggu hidup gue, gue juga ga bakal ganggu hidup dia, tapi kalau dia udah berani ganggu hidup gue, gue bisa bales lebih parah dari apa yang dia lakuin ke gue." Ujar Mulky.

"Serem juga ya kamu. Jadi inget cerita-cerita di Film yang tokoh utamanya punya banyak musuh, terus berantem. Tawuran antar sekolah. Miris banget," ujar Hafidz.

"Lah gue sering ikutan," ujar polos Mulky.

"Ikut tawuran?" Tanya Habib dan Hafudz kompak.

"Iya lah, lo pikir kalau gue ditantang sama musuh gue, gue bakal diem aja? Enggak lah. Harga diri Men!,"

"Kamu pikir kalau kamu menang tawuran kamu hebat gitu?" Tanya Habib.

"Loh ya jelas dong, gue bisa ngalahin belasan anak buahnya musuh gue sampe pada bonyok," sombong Mulky.

Habib dan Hafidz kompak menggelengkan kepalanya kompak.

"Itu mah namanya kamu kalah Ky! Orang yang hebat itu, orang yang bisa jaga dan tahan amarahnya, bukan yang bisa bikin anak orang bonyok-bonyok!" Hafidz menasehati.

"Nah, bener tuh yang dibilang Hafidz. Heran banget aku sama orang ikut tawuran, kayak kamu. Menang nggak dapat apa-apa, kalau kalah dapet malu. Bahkan mau menang atau kalah pasti dapet dosa," ujar Habib.

Mulky mendengarkan ucapan teman-temannya itu. Kalau dipikir-pikir benar juga.

"Jadi malu gue temenan sama kalian berdua, gue yang bentukannya kek napi kabur begini bisa-bisanya dapet temen alim-alim kek lo berdua. Btw thanks ya," ujar Mulky.

Xavier MulkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang