19. Hafalan 2

16 7 29
                                    

Assalamualaikum

Masih semangat?

Minta tepuk tangannya duluu👏👏

Oke, lanjutt!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Senyum palsumu itu, sama seperti plaster

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Senyum palsumu itu, sama seperti plaster.
Hanya bisa menutupi luka. Tapi tak bisa menyembuhkannya."

***

Hampir 7 hari terhitung setelah tantangan yang diberikan Aisyah untuk Mulky.

Awalnya Mulky pesimis. Ingin menyerah dalam perjuangannya. Namun, mendengar nasehat-nasehat dari para sahabatnya, Mulky mulai menyadari. Di dunia ini, tidak ada yang instan. Bahkan ind*mie saja yang katanya instan harus melalui proses memasak dahulu sebeluk disantap. Apalagi perjuangan ini? Harus benar-benar perjuangan yang melalui banyak proses yang sama sekali tidak instan.

Apalagi ditambah ucapan semangat dari Aisyah. Mulky pun langsung semangat menghafal. Ternyata, Mulky itu pintar menghafal. Hanya saja, tidak ada yang menyadari. Bahkan sang empu sendiri.
Terbukti dengan hafalannya saat ini, sudah mencapai Surah 'Abasa. Surah ketiga di Juz 30.

"Masih nggak nyangka aku. Ternyata IQ Mulky tinggi juga. Cepet hafalanya," ujar Habib.

"Makanya! Jangan mandang orang sebelah mata! Gini-gini gue tuh cucunya Pak Habibi!" jawab Mulky seraya menutup Al-Qur'an mini milik Malik. Katanya kalau pakai Al-Qur'an mini serasa dikit hafalannya.

"Beneran Ky?" tanya Hafidz dengan polosnya.

"Iya lah! Gue tuh cucunya kakek Habibi."

"Eyang Habibi mantan Presiden?" tanya Rifki yang baru datang.

"Bukan, Kakek gue namanya Habibi," jawab Mulky seraya mencari halaman hafalannya di Al-Qur'an.

"Iya! Yang Presiden itu?" tanya Rifki kedua kalinya.

"Bukan lah! Kakek gue pengusaha tekstil! Jualannya ya kain-kain sama benang! Cuma kalo udah nonton berita politik, apalagi yang korupsi. Bisa-bisa gue juga kena marah. Padahal yang korupsi bukan gue," ujar Mulky.

"Hahah." tawa mereka pecah seketika.

"Aku kira kamu beneran cucunya Eyang Habibi!" ujar Malik.

"Kamu dimarahin kakek kamu mungkin muka kamu kayak muka-muka tikus berdasi. Hahah," sahut Habib.

"Naudzubillah!" ujar Mulky dengan mengelus dadanya.

Xavier MulkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang