"Okay, now..." ujar Liam. "Pembagian kamar. Gue yakin gue mesen yang empat, ada empat kamar, 'kan?"
Niall pun mulai menghitung kamar yang ada di villa tersebut. "One, two, three, fo..." Niall berhenti. "Cuma ada tiga."
"Really?" Liam membalas.
Harry mengerutkan dahinya. "Betha bukan di sini kali."
"Sini, biar gue yang ngomong sama mba-nya," balas Louis sambil melangkahkan kakinya menuju pintu.
"EH EH EH-"
Louis pun menengok ke belakang ke arah Liam, Niall, dan Zayn. "Huh? Lo bertiga kenapa?"
"Udahlah, ga usah, ini kayanya juga lebih bagus, lumayan," jawab Liam.
Louis pun mengerutkan dahinya dan ia menyadari sesuatu, ia berjalan menghampiri Liam sambil menatap matanya. "Alright, then..." katanya. "Karena gue paling tua, gue gapapa sendiri. Berarti Zayn sama Liam, udah pasti. Dan, Niall sama Harry."
"No," balas Niall. "Gue ga suka tidur bareng, gue mau sendiri," ujar Niall. "And one more..." lanjutnya. "Gue kalo tidur ga bisa diem, entar Harry ketendang, gue ga mau Harry tiba-tiba jatoh di lantai pas bangun. 'kan...?"
"I-"
"Sure, you don't want to, do ya, Harry?" Liam menyenggol tangan Harry.
Harry hanya terdiam. Dan Zayn pun mengatakan, "lagi pula, Niall udah gede, Lou. Ga usah lebay."
Louis pun memutar matanya dan terpaksa ia mengiyakan karena semuanya setuju. Harry pun memasukkan barang-barang dari ruang tamu ke kamar.
"Ide lo, 'kan?" Louis bertanya ke Liam sedangkan Zayn memasukkan barangnya.
"Huh?" Liam membalas heran, atau mungkin pura-pura.
"Gue tau, sebenernya lo udah ngerencanain ini, 'kan?" Louis meneruskan.
"What do you mean, Louis?" Liam tetap terlihat tidak mengerti dengan apa yang Louis biacarakan. "No, it was an accident."
"An accident, Liam?" Liam pun mengangguk. "It doesn't makes any sense!" Louis berseru. "Lo mesen empat kamar, dan sekarang cuma ada tiga. Di mana-mana juga orang complaint! Ini diem, biarin aja."
"Ini nih," balas Liam. "Kalo yang lebih sedikit kamarnya lebih bagus."
"Dih? Ada juga yang banyak kamarnya tetep bagus," balas Louis.
"Udah sih, ada masalah apaan emang?" Liam bertanya.
"Ini biar gue tidur sama Harry lagi, 'kan?" Louis balas bertanya.
"Dih? Gede rasa banget," jawab Liam. "Lagian juga, lo mau 'kan, Lou?"
"Dih? Engga," jawab Louis.
"Oh, jadi lo jiji-"
"Engga! Maksudnya biasa aja," ujar Louis memutus perkataan Liam. Liam pun memberikan senyuman mengerikan untuk Louis. "Apaan sih?" Louis memutar bola matanya.
"Udah itu bantuin suami lo dulu, masa dia sendiri yang-"
"Shhh! Bacot!" Louis memutus perkataan Liam lagi dan pergi ke kamarnya meninggalkan Liam. "Kenapa sih tuh anak?" Louis menggerutu. "Eh... dia juga ga bantuin Zayn. B*go emang."
Louis pun masuk ke dalam kamarnya. "Hey."
"Lou! Come here!" Harry mengajak Louis masuk.
"Wow, this is amazing," ujar Louis melihat kamarnya.
"It's so comfortable," ujar Harry sambil mengelus kasurnya. "Bagus kita ga bilang ke petugasnya."
"Erm... Harry, barang ada yang belum?" Louis mengalihkan pembicaraan. Ia merasa perasaannya menjadi aneh ketika Harry mengelus kasur tersebut.
"Ga ada, udah masuk semua," jawab Harry. Kemudian ponsel Harry berdering, seseorang memanggilnya. Ia tidak mengatakan apapun kepada Louis, ia langsung keluar dan mengangkat teleponnya.
"Hallo?" Harry pertama menyapa.
"Harry, I need to tell you something," ujar orang itu langsung tanpa basa-basi.
"Yeah, what is it?" Harry membalas. Dan orang itu lanjut menjelaskan, dan Harry mendengarkan dengan seksama. "Okay, gue janji gue bakal tolong lo pas kita masuk."
"Thank you, Harry. I lo-"
"Your welcome, bye," ujar Harry menutup panggilan.
Louis yang dari tadi mengintip Harry dan menguping apa yang Harry katakan di telepon pun keluar menghampiri Harry. "Hey, anything wrong, Harry?"
"Yeah, no, I mean... no, of course," balas Harry sambil masuk ke kamar.
"Who was it?" Louis bertanya lagi.
"Erm... cuma temen gue," jawab Harry.
"Who?" Louis bertanya lagi.
"It was Mitch," jawab Harry.
"Mitch?" Louis balas bertanya. "Alright," lanjut Louis. "Mitch? What the hell are you talking about, Harry?" Louis mulai meninggikan suaranya. "Itu suara cewe gue tau, gue pikir itu Gemma," lanjutnya. "Who. Was. It. Harry?"
"It's none of your business," jawab Harry.
"What?!" Louis sedikit berteriak. "Jawab aja, Harr. Itu siapa?"
"Lo ga perlu tau," jawab Harry dingin.
"What the- You just talk some shit. I know there's something wrong with your call, and I need to know what is it. Who was it, Harry?" Louis terus bertanya tanpa henti.
"IT'S NONE OF YOUR BUSINESS! YOU DIDN'T HEAR ME?" Harry berteriak di kamar.
"OF COURSE IT'S MY BUSINESS, HARRY," balas Louis juga berteriak.
"WHY, HUH? BECAUSE YOU KNOW YOU CAN CONTROL MY LIFE?" Harry semakin berteriak dan ia mulai menangis.
"What?" Louis berhenti seketika. "Because..." ia berpikir. "Because... because I'm your friend, Harry. I'm your bestfriend, and I..." Louis ingin mengatakan bahwa ia menyayangi Harry tetapi ia belum bisa. Ia pun membelakangi Harry dan air matanya mulai turun.
"I'm sorry," balas Harry. "Ga seharusnya gue teriak tadi."
"Guys! Ayo kita makan!" Liam tiba-tiba berteriak dari luar memanggil untuk makan malam.
"It was Grace," ujar Harry melanjutkan.
"Grace?" Louis menghapus air matanya.
"Yeah, Grace, my classmate," balas Harry. "You know..." lanjutnya. "Anak cewe yang nemenin gue nonton demo bola waktu itu," ujar Harry. Louis pun menaikkan alisnya dan menghapus air matanya lagi. "Kita mulai deket semenjak-"
"Yeah, go on," ujar Louis memutus perkataan Harry. "Kalo lo lebih percaya sama temen lo, Grace itu."
"Lou..."
"Harry, gue..." ujar Louis. "Gue..."
"Gue laper," lanjutnya. Louis pun keluar dari kamar dan meninggalkan Harry yang masih menangis.
Liam yang melihat Louis keluar dari kamar pun langsung menyapanya. "Louis, lad! Gimana lo sama Harr-"
Louis tidak membalas apapun, bahkan ia tidak melihat Liam dan langsung pergi saja keluar pintu.
"What's wrong with him?" Zayn keluar kamarnya dan bertanya kepada Liam.
"I don't know," jawab Liam menghadap Zayn. "Kamu turun duluan aja sama Niall, ya," lanjutnya. Zayn pun mengajak Niall turun. Dan Liam mulai berjalan ke kamar Harry dan Louis, ia mengetuk pintunya. "Harry? Are you there, buddy?"
"Yeah," balas Harry dingin, ia masih menangis.
"Gue boleh masuk?" Liam bertanya.
"Yeah," balas Harry.
Liam pun masuk dan melihat Harry menangis duduk di ujung tempat tidur. "Harry, what's wrong?"
"Nothing," jawab Harry. "Gue ga mau makan."
Liam pun tertawa sedikit. "Lo tau? Louis selalu bilang kalo lo ga mau makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hush Your Cry and Dry Your Tears Away • Larry Stylinson
FanfictionNiall, Liam, dan Zayn ingin sekali mencarikan wanita untuk temannya yang satu ini, Louis. Sudah 7 tahun Louis berada di Erdziegel, ia sama sekali tidak menemukan pasangan yang cocok. Dan, pada akhirnya, di tahun terakhirnya ia di Erdziegel ia menemu...