Sebuah Rencana

103 15 0
                                    

"Lo tau? Louis selalu bilang kalo lo ga mau makan."

"Gue lagi ga napsu," lanjut Harry.

"Ya, Louis sering bilang begitu," balas Liam.

"Stop saying his name," balas Harry.

"What?" Liam menatap Harry. "Lo ga suka? Gue pikir lo bakal seneng kalo gue sebut nama Louis."

Harry hanya terdiam dan masih menangis. Memang benar, ia sangat senang jika nama Louis disebut, bahkan itu membuatnya tenang, entah mengapa. Cinta itu aneh bukan?

"Harry, listen to me," ujar Liam. "Lo tau Louis? Gue tau apa yang lo rasain, Harr. Dia tuh peduli banget sama lo, tapi yaaa lo tau Louis. Dia, gue ledekin aja masih ga mau ngaku," lanjutnya. "Dia tuh sayang banget sama lo, Harr." Harry menatap Liam. "Tapi dia ga mau terlalu nunjukin itu. Ga tau kenapa," ujar Liam. "Tapi asal lo tau, semua orang punya cara masing-masing nunjukin rasa sayangnya. Coba lo pikir, dia udah berbuat apa aja sama lo."

"Come on," ajak Liam merangkul Harry keluar kamar. "Lo perlu makan."

Liam dan Harry pun keluar kamar dan tidak lupa Liam mengunci pintu. Selama perjalanan menuju restoran Harry hanya terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin seseorang. Yup, ia memikirkan Louis dan hanya Louis yang ada di pikirannya. Untuk apa Harry memikirkan Louis yang sudah sering kali menyakiti hatinya? Semua yang berhubungan dengan Louis Tomlinson pasti selalu menyakiti hatinya, seperti di mall waktu itu.

Liam yang melihat Harry masih murung berpikir bahwa ia harus menghiburnya. "Harry, lo tau suara lo bagus?" Harry tidak menjawab atau mungkin tidak mendengarkan, tetapi ia mendengarkan. "Harry? Did you hear me?"

"Yeah, thanks. But no," jawab Harry.

"No?" Liam bertanya lagi. "What do you mean, no?"

"Suara gue ga sebagus sama apa yang lo kira," jawab Harry.

Liam tertawa dan mengatakan, "gue ga ngira, Harr. Gue denger sendiri. Dan menurut gue, kita semua-"

"I know," ujar Harry memutus perkataan Liam. "Suara kita berlima cukup bagus."

"There you go," balas Liam. "Dua tahun yang lalu gue daftar di kompetisi nyanyi, tapi mereka bilang gue kemudaan, jadi gue disuruh balik."

"Mereka? Mereka siapa?" Harry bertanya.

"The judges," jawab Liam.

"Lo harus balik lagi, Yem," balas Harry tertawa.

Akhirnya mereka sampai di restoran, dan tepat di depan sana langsung terlihat Louis dengan yang lainnya sedang duduk memakan makan malamnya, sepertinya Niall dan Zayn juga berbicara dengan Louis sebelumnya.

"Heyyy!" Niall memanggil.

"Babe! Come here!" Zayn juga memanggil.

"Ayo, Harr, ambil dulu," ajak Liam untuk memgambil makanannya.

Mereka pun kembali, Liam duduk di sebelah Zayn dan Harry duduk bersebrangan dengan Louis. Harry mulai memakan makanannya dengan diam, sangat diam. Dan Louis juga memakan makanannya sambil memerhatikan Harry sesekali.

Niall pun langsung memecahkan kesunyian. "Lo berdua tadi ngomongin apaan? Seru tuh keliatannya."

Harry tidak menjawab apapun, ia tidak mengerti apa yang Niall bicarakan, dan tidak ingin mengerti untuk saat ini. Liam pun berpikir sejenak. "Oh, ngomongin stupid audisi gue," jawabnya. "Terus gue bilang ke Harry, dia punya suara bagus. Terus kata dia, kita punya suara yang bagus..."

"Well, yeah," balas Niall.

"I think so," tambah Zayn.

Hush Your Cry and Dry Your Tears Away • Larry StylinsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang