Top of Mountain

64 11 1
                                    

Louis langsung membesarkan volume radio begitu ia mendengar intro lagunya. "You think I'm funny when I tell the punch line wrong."

"He really likes this song, doesn't he?" tanya Niall. Semuanya pun tertawa melihat Louis yang sangat antusias dengan lagu ini.

"Shh! I know you get me, so I let my walls come down, down..." Louis bernyanyi sambil
memperagakan jari telunjuknya ke bawah.

Semuanya pun tertawa lagi, termasuk Harry. Harry selalu tahu bahwa Louis sangat lucu dan bisa mencerahkan suasana, apa yang terjadi jika tidak ada Louis di antara mereka? Pasti membosankan. Harry terus menatap Louis di sebelahnya tanpa berpaling dan tentu saja sambil tersenyum.

Louis ingin membalas tatapan Harry. "Betapa indahnya jika aku menatap bola permata kristal hijau itu?" ujar batinnya. Tetapi ia tidak bisa, ia harus terus fokus pada jalanan. "Wait, wait, wait," ujar Louis tiba-tiba.

"What?" tanya Liam, Niall, dan Zayn. Sedangkan Harry hanya mengerutkan dahinya.

"This part," jawab Louis sambil sedikit membesarkan volume radionya.

"For god sake," ujar teman-temannya sambil tertawa.

"You. And. I. WILL BE YOUNG FOREVER! Sing it!" teriak Louis.

"You make me... feel like I'm livin' a... teenage dream. The way you turn me on, I can't sleep. Let's run away and don't ever look back, don't ever look back. My heart stops... when you look at me, just one touch. Now, baby, I believe this is real. So take a chance and don't ever look back, don't ever look back!" Seketika mobil Liam yang sedang berjalan itu menjadi tempat karaoke yang sangat menyenangkan. Mereka semua bernyanyi dengan sangat asyik, hingga tidak terasa ternyata sudah hampir sampai.

"Loh udah sampe?" tanya Louis sambil membelokkan stirnya ke pintu masuk.

"'Kan lo yang nyetir," jawab teman-temannya.

"Yah, lagunya belom abis," ujar Louis.

"Udah noh, ada petugas, buka dulu kacanya," ujar Liam yang melihat seorang petugas dan langsung memberitahu Louis. Louis pun langsung membuka jendela kaca mobil.

"Selamat sore, Saya check bagasinya ya, dik," ujar petugas itu.

"Iya, mas, silahkan," balas Louis. Petugas itu pun langsung membuka bagasi mobil Liam. "Did he say d*ck?" bisik Louis kecil.

Semuanya pun tertawa sangat lepas. "AYY! ADIK MAKSUDNYA! WHAT'S WRONG WITH YOU, TOMMO?!"

Petugas itu pun menutup bagasi mobil Liam dan berjalan ke depan. "Sudah ya, silahkan."

"Makasih, mas," ujar Louis yang sedikit tertawa sambil menutup jendela kaca. "Chill out, lads." Louis menginjak pedal gas mobil sehingga maju sedikit ke depan. Ia menekan tombol hijau di mesin karcis, dan keluarlah selembar karcis parkir berwarna putih.

Semuanya masih tertawa, begitupun dengan Louis, tetapi dengan wajah sassy-nya. "Ia tidak tahu aku menyimpan bom di kolong bangku," ujar Louis bercanda dengan suara jahatnya.

Semuanya pun tertawa. "Ia tidak tahu kita mempunyai banyak senjata api dan tajam di sini," ujar Liam menambahkan.

"Ia tidak tahu aku menyembunyikan pistol di celanaku," tambah Louis.

Semuanya yang sedang tertawa pun langsung terdiam. "Eh... what?"

"What?" Louis pun tertawa kecil.

"Otak lo, Tommo. Sehari aja, sehari, ga usah begitu," ujar teman-temannya.

"Lagian die ngecek cuma belakang doang," balas Louis tertawa. "Gue pikir, gue ada salah tadi di samperin petugas. Soalnya kemaren kita ke sini ga dicek, 'kan?"

"Iya, ga ada," balas teman-temannya, wajah mereka masih memerah.

"Parkiran mana deh?" tanya Louis. Louis pun terus mencari tempat parkir untuk mobil. "Sampe!" ujar Louis memarkirkan mobil setelah lima menit berkeliling.

Harry, Liam, Louis, Niall, dan Zayn pun turun dari mobil. Mereka menghirup sejuknya udara di sana dan memandang sekelilingnya. "Adem banget, buset, jam berapa sekarang?" tanya Niall.

Zayn menyalakan ponselnya dan melihat waktu yang bertuliskan pukul 3:27 PM. "Baru setengah empat padahal."

"Ayo, naik. Di atas pasti lebih enak," ujar Louis yang memegang handphone dan kunci mobil Liam. Mereka berlima pun mulai berjalan santai menaiki gunung.

Sekitar satu jam kurang, mereka telah sampai di  atas gunung. Benar sekali, udaranya sangat sejuk di sana, lebih sejuk dari yang di bawah tadi. Mereka berlima bersantai di pinggir-pinggir yang sudah dibatasi dengan beton, sehingga meminimalisir kecelakaan.

"Wow..." Harry, Liam, Louis, Niall, dan Zayn melihat ke bawah.

"Gue baru nyadar lo bawa pisang. Buat apaan?" tanya Liam sambil mengambil sebungkus plastik yang dipegang Louis.

"Siapa tau ada monyet," jawab Louis. Ia tidak peduli dengan Liam yang mengambil plastiknya. Tetapi, ia tetap meminta kembali pisangnya. "These are my bananas, you fooking losah."

Mereka pun memilih untuk diam selama beberapa saat, mereka ingin menikmati suasana di sana dengan penuh.

Louis terus melihat-lihat pemandangan di sekitarnya dan terus mengaguminya, sampai ia tidak menyadari bahwa di sebelahnya ada Harry yang sedang melihat-lihat pemandangan sekitar juga. Louis tersenyum melihat wajah kagum Harry, sampai Harry tiba-tiba memandang balik Louis.

"Sh*t, Aku ketahuan."
"Aku harus berbicara sesuatu."
"Aku harus melakukan sesuatu."
"Aku harus..."
"Shh! Berisik sekali isi otakku ini!"
- Ujar batin Louis

"Erm, hi," sapa Louis sambil mengedipkan matanya beberapa kali.

"Hi," balas Harry tersenyum.

"Pisang?" tanya Louis sambil memegang sebuah pisang di tangannya. "Sh*t, what am I doing?" ujar batinnya.

"Ga pernah ngeliat Tommo setegang itu seumur hidup," ujar Liam tertawa.

"Iya, bahkan pas guru killer ngebentak aja dia santai," tambah Niall. Liam, Niall, dan Zayn pun tertawa, mereka bertiga menghindar sedikit dari Harry dan Louis.

"Boleh?" balas Harry.

Louis pun terkejut. Lalu ia memberikan pisang tersebut kepada Harry. "Kalo mau lagi, ambil aja nih, buat lo."

Harry pun mengangguk dan menerima plastik yang Louis berikan. "Thanks, Lou," ujar Harry tersenyum menatap Louis. Perasaan Harry terasa nyaman saat ini.

Dan tentu saja pipi Louis seketika memerah, apa yang salah dengan kedua orang ini?

"Harry," panggil Louis memandang Harry.

"Hmm?" balas Harry juga menatap mata biru laut Louis yang sangat indah, ia sangat menunggu dengan apa yang akan Louis katakan.

"I-" baru Louis ingin berbicara tiba-tiba Liam memanggil, "Tommo! Bagi satu dong pisangnya!"

"Aduh, apa sih? Udah abis!" teriak Louis. Angin di sana cukup kencang dan menyebabkan mereka harus berteriak kecil.

"Eh, ini masih ada banyak," ujar Harry memberitahu Louis sambil mengangkat plastiknya.

"Stt.." Louis langsung menurunkan tangan Harry yang mengangkat plastik tersebut. "Udah biarin, anggep aja angin."

Harry pun tertawa bersama Louis. "Tapi gapapa kalo dia mau."

"Itu gue beliin buat lo, bukan buat Liam," ujar Louis yang membuat pipi Harry memerah.

Hush Your Cry and Dry Your Tears Away • Larry StylinsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang