10. Approval

483 33 0
                                    

Sebenernya work ini tu cuma buat selinganku aja kalo aku lagi stuck di sana sini sama kalo aku ada bayangan momen joyrene. Tapi keknya bayangan haluku bakal selevel lebih.... tinggi wkwkwk

🌹

Irene menghembuskan nafas berat ketika menemukan Joy termenung di sofa ruang tengah dorm seperti yang sudah perempuan tersebut lakukan di tengah-tengah kegiatannya.

TV menyala pun nampaknya hanya Joy jadikan sebagai pengisi kesenyapan; tak menunjukkan sedikitpun niat untuk menontonnya barang sedetik saja.

Irene agaknya sedikit merasa bersalah sebab hal ini pun terjadi karena ucapannya beberapa hari lalu. Tapi Joy sendiri yang mendorongnya untuk mengatakan sejujurnya tanpa ditutup-tutupi. Jadi meskipun Irene berusaha menyimpan subjek tersebut untuk dirinya sendiri, pada akhirnya Ia tetap gagal karena Joy tidak ingin ada dusta diantara mereka.

Bagian ini memang sudah mereka berdua rencanakan sejak lama dan mereka pun telah berjanji untuk melakukannya berdua. Jika ada salah satu dari mereka yang belum siap, maka yang lain harus sabar menunggu; begitu pula sebaliknya.

Lantas ketika rencana akhirnya dilancarkan, nyatanya alur tidaklah sepenuhnya sesuai ekspektasi; menjadikan Irene sedikit sesak karea bebannya hanya pada Joy, bukan padanya.

Tak dapat menahan diri, Irene rela mengulur waktunya untuk sekedar duduk di sebelah Joy walau getaran ponsel atas panggilan dari sang manager nan terasa jelas di kantung mantelnya tak juga berhenti.

Begitu berhasil meletakkan beban tubuh di sisi Joy, Irene langsung meraih tangan Joy untuk digenggam erat; menimbulkan lonjakan kecil atas keterkejutan Joy karena gerakan tanpa aba-aba Irene.

"Aku akan bicarakan lagi dengan adikku soal ini, okay?"

"No, no. Dia tidak merestui hubungan ini bukan karena dianggap tabu dan tidak pantas. Dia hanya takut masyarakat melukai kakaknya; melukaimu, eonni. Aku yang akan meyakinkan dia bahwa aku bisa menjagamu."

Irene tersenyum sendu. Memang pada dasarnya tidak ada dari keluarga mereka berdua yang total menentang ikatan mereka saat keduanya mengatakan yang sebenarnya.

Bahkan Joy begitu bersemangat menceritakan pada Irene bagaimana ibunya mendorong Joy untuk mengajak Irene ke rumah kapan-kapan. Well, Irene dan juga member lain sebenarnya pernah ke rumah Joy, hanya saja itu sebelum Joy dan Irene memiliki status pasti.

Meskipun harus disleingi adegan dramatis dimana Joy menangis tersedu-sedu sebab Ia pikir Ia telah salah memberi contoh pada adik-adiknya, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga malah menceritakan bagaimana baiknya Irene pada mereka, terutama kedua adiknya.

Dan disisi lain, Irene tetap bertahan pada sifat aslinya. Tanpa drama, tanpa tangisan, Irene terus menunduk ketika menjabarkan penjelasannya pada kedua orang tuanya. Ia juga memiliki konsepsi yang sama dengan Joy bahwa mungkin Ia telah memberikan teladan yang tidak sepatutnya bagi adiknya. Namun alih-alih kecewa, orang tua Irene justru memberikan jawaban tak terpikirkan seperti misalnya, "Sudah eomma duga," atau, "Appa kira kau dengan Seulgi. Kau dikelilingi banyak perempuan, nak." yang membuat Irene total lega.

Tapi begitu berita sampai di telinga adiknya, Irene justru mendapatkan kalimat, "Maaf, eonni. Aku belum bisa menerimanya." disusul bunyi debuman pintu cukup keras.

Tapi Joy benar. Irene tahu sekali bahwa adiknya memiliki pemikiran luas dan bukanlah gadis yang homophobia. Barangkali ada emosi yang Irene belum pahami, jadilah Ia lebih menurut pada penuturan Joy barusan untuk membiarkan Joy saja yang berbicara dengan adiknya.

"Tapi kau sungguh baik-baik saja?"

"Tentu! Tidak perlu khawatirkan aku, sekarang berangkatlah, eonni. Gyun oppa pasti sudah menggerutu kesal di mobil."

"Baiklah kalau begitu, aku berangkat dulu ya."

Bertukar ciuman sebagai ucapan pamit, Irene kemudian melangkah keluar dorm, meninggalkan Joy dengan kontemplasi akan langkah apa yang harus Ia ambil untuk membuat adik Irene tidak lagi khawatir.

🌹

What's BehindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang