14. Preparation

452 37 1
                                    

🌹

Tak main-main. Irene sungguh berpikir Joy sungguh agresif serta bernafsu malam ini. Barangkali sebab beberapa bulan terakhir mereka telah membiarkan diri mereka tenggelam dalam kesibukan yang memang merupakan pekerjaan mereka sejak awal. Atau mungkin juga karena terdapat beberapa hal yang berputar di kepala Joy sehingga Ia lagi-lagi memunculkan keinginan untuk memberi tanda pada Irene.

Dan meskipun lebih dari tiga ronde telah mereka lancarkan, Irene masih tetap tak bisa menahan senyum kecilnya kala merasakan bibir tebal Joy mengulum daun telinganya dari belakang punggung telanjangnya.

Mata Irene menutup tenang; tahu bahwa kehangatan yang tersalur dari fisik seseorang dibelakangnya akan bertahan hingga pagi menyapa nantinya.

Irene tahu bahwa Joy pun sadar bila dirinya belum sepenuhnya tidur. Terbukti dari bagaimana telapak besar si jangkung terus saja bergerak mengusap perutnya naik-turun dengan pola dan ritme yang sama.

Sebuah duvet merah maroon  terhampar tanpa bentuk namun cukup untuk menutupi tubuh polos mereka dari kaki sampai ke bagian bawah ketiak.

Namun diatas hasrat Joy yang nampaknya masih tersisa segelintir, barangkali Irene juva diam-diam menikmati cara Joy menyelipkan satu kakinya ke antara dua paha Irene sendiri yang saling menempel akibat posisi menyampingnya.

"Yah~ ada apa? Kenapa tiba-tiba? Kau kan bisa menghubungiku lebih dulu."

Lantas suatu sentakan seolah menyerang relung Joy secara tiba-tiba; diingatkan lagi bila mungkin aksi terburu-burunya beberapa menit silam sempat membuat Irene merasa tak nyaman. Jadilah Joy berhenti dari kegiatannya menggigiti telinga Irene, kemudian beranjak memeluk figur mungil di depannya erat-erat.

"Aku sempat melihat ada satu orang mengatakan bahwa kau dan Seulgi–unnie tak sengaja berciuman. Apa benar, Unnie?"

Alih-alih mendapatkan jawaban, yang Joy terima justru getaran bahu Irene nan disusul gelak tawa menggelegar ala Irene biasanya.

"Hahaha... Yah~ kau sungguh percaya itu?"

Sungguh sebuah hadiah bagi Irene untuk memutar tubuhnya diatas kasur dinginnya sendiri dan mendapati Joy melirik kebawah sembari mengerucutkan bibir; antara merasa kesal akibat ditertawakan sang kekasih atau sebab Ia sendiri mulai melihat bahwa dirinya begitu konyol karena mencemburui hal sesepele 'rumor'.

Terdapat kerinduan tersendiri nan tahu-tahu merayap di punggung Irene dikala Ia  menatap wajah Joy dalam jarak sedekat saat ini; sungguh telah menunggu cukup lama untuk bisa melakukannya lagi. Karena itu pula, Irene tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, sehingga Ia tanpa ragu mengusapkan telapaknya di pipi sedikit berisi milik yang lebih muda.

"Aku tidak akan mencium siapapun di bibir selain kau. Dan kalaupun aku sengaja atau tak segaja melakukannya, aku akan memberitaumu. I promise."

Senyuman  Irene yang sempat melayang semenjak Ia menyaksikan cebikan Joy, kembali muncul kala garis bibir Joy membentuk lengkung nan begitu ingin Ia lihat serta rekam lagi dan lagi dalam memori otaknya.

"Arasso."

Yang sama sekali tak Joy duga ialah setelah menit-menit terlewati dengan hening yang lebih terkesan mengharukan daripada mengerikan, ialah loncatan tubuh Irene nan berakhir menduduki perut bawah Joy.

Dan senyuman miring penuh aura kenakalan di baliknya yang Irene serahkan pada Joy selagi mata mereka saling mengunci, menarik Joy ke sebuah pemahaman bahwa permainan mereka belum selesai. Tepat seperti kalimat Irene selanjutnya yang sudah Joy duga akan disusul oleh bunyi nafas mendesah alih-alih obrolan ringan.

"Kita belum selesai, Sooyoung."

🌹

What's BehindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang