11. Menterjemahkan Rasa

440 46 1
                                    


Trisha sudah menghuni kamarnya setelah Ervan mengantarkan pulang ketika hujan reda. Hari ini benar-benar menjadi hari yang menyenangkan.

Di hadapan cermin meja riasnya, ia menatapi pantulan diri dengan rambut basah dan jubah handuknya yang masih melekat. Ia baru saja selesai mandi. Bulan sambit melengkung dalam cermin. Semua yang terjadi hari ini, setiap momen yang tercipta sanggup menghadirkan kupu-kupu di dalam perut. Gadis itu kemudian dibuat terperenyak ketika sebuah ketukan pintu terdengar dari luar kamar.

"Mama?"

"Boleh Mama masuk?"

"Eem ... silakan, Ma."

"Kamu baru selesai mandi, Tris?" tanya Claudya sambil melangkah masuk.

"Iya, Ma."

Claudya duduk di tepi ranjang, menatap lamat-lamat anak gadisnya.

"Sebentar, aku ganti baju dulu, ya, Ma."

Claudya tersenyum. "Iya, Sayang."

Sambil menunggu, pandangan Claudya berpindah ke atas nakas. Di sana sebuah bingkai foto menampilkan Trisha dan kedua sahabatnya. Ia tertegun menatap senyum cerah anak gadisnya. Senyum yang akan selalu ia jaga, tak ada satu pun orang di dunia ini yang boleh merenggutnya.

"Ma ...."

Claudya sontak menoleh ke arah Trisha. Gadis itu sudah berganti pakaian santai, kemudian mengambil posisi duduk di sebelah Claudya.

"Ada apa, Ma?"

Claudya tersenyum. "Enggak apa-apa. Mama cuma mau ngobrol santai sama anak Mama yang cantik ini."

"Tentang?"

"Tentang banyak hal." Claudya mengusap puncak kepala Trisha penuh kasih sayang. "Kamu semakin dewasa, Mama hanya ingin kamu terbuka pada Mama tentang apa pun."

Trisha mulai tahu ke mana arah pembicaraan ini.

"Mama ...."

"Termasuk tentang siapa yang akhir-akhir ini mengantarkanmu pulang? Apakah dia pacarmu, Tris?" Claudya merasa perlu tahu tentang siapa pria yang tertangkap pantauan kamera CCTV, tengah mengantarkan pulang anak gadisnya.

"Bukan, Ma," lirihnya.

"Kalian sedang pendekatan?"

Trisha tertunduk, memainkan jemarinya.

"Ayo, ceritalah. Anggap saja Mama ini seperti Dira dan Jesslyn. Kamu bisa cerita apa pun ke Mama."

Pada Dira dan Jesslyn saja, Trisha belum sekalipun menceritakan perihal perasaanya terhadap Ervan. Trisha masih bungkam. Banyak hal berkecamuk dalam dirinya saat ini. Termasuk jika perasannya pada Ervan dibuat pupus oleh orang tuanya yang mungkin tidak menyetujui.

"Apa kamu menyukainya?"

"Apakah boleh? Apakah aku boleh menyukainya, Ma?"

Ada hening sejenak melingkupi.

"Siapa namanya?"

"Ervan."

"Apakah dia ganteng, hum?" goda Claudya.

"Mama ...." Kedua pipinya Trisha seketika bersemu.

Claudya pernah muda dan ia paham. Raut malu-malu Trisha seperti penanda bahwa pria bernama Ervan itu memang punya tempat khusus di hati anak gadisnya.

"Cowok seperti apa dia?" tanyanya lagi dengan lembut.

Trisha terdiam sebentar, ingatannya mundur ke masa di mana ia bertemu dengan Ervan untuk pertama kali. Di malam yang mencekam itu, Ervan datang bak pangeran berkuda yang menyelamatkannya dari ancaman bahaya.

Jagat Raya Trisha (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang