Mas Supplier | Part 25 |

14.7K 1K 68
                                    

Minggu pagi ini Sigit beserta keluarganya tengah berada di halaman rumah. Sebut saja kerja bakti keluarga, membersihkan halaman rumah dari rumput liar, mencabuti bunga-bunga yang sudah kering dan sebagainya. Hal ini rutin mereka lakukan dari dulu kalau memang mereka semua libur.

"Duh, udah berapa bulan sih ini semenjak mamah tau siapa itu Syifa dan nggak pernah sama sekali diajak ke rumah. Niat nggak sih seriusin Syifa," sindir Asih pada anak sulungnya itu.

Anggap saja dia memang tidak sabaran agar Sigit mengenalkan calon mantunya padanya. Namun, hingga kini anak sulungnya itu belum juga mempertemukan dia dengan calon mantu.

"Mamah nih kalo soal sindir menyindir paling terdepan, hahahaha," sahut Rafi yang tertawa mendengar sindiran sang mama. Padahal Syifa sudah pernah ke rumah tapi kan waktu itu Asih dan Dwi tidak berada di rumah.

"Ya gimana nggak mamah sindir. Udah punya calon tapi nggak dikenalin ke mamah. Padahal mamah udah pernah ketemu tapi Syifanya pasti nggak tau kalau mamah ini mamah kamu," jawab Asih dengan muka yang mengejek ke arah Sigit.

Mendengar hal itu sontak Sigit segera menghadap ke mamahnya. Ia kaget kenapa mamahnya bisa pernah bertemu dengan Syifa dan ia tidak tahu menahu akan hal itu.

"Mamah ketemu Syifa dimana? Kok Sigit nggak tau?" balas Sigit dengan cepat.

"Dih. Kepo, makanya cepet kenalin sama mamah biar nggak kayak gini. Kamu belum kenalin ke mamah tapi mamah udah tau duluan, iya kan pah?" jawab Asih sambil menaikan alis ke arah suaminya meminta agar suaminya itu menjadi pendukungnya.

"Iya," sahut Dwi singkat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sang istri.

"Ketemu dimana pah?" tanya Sigit yang kini berbalik badan menghadap ke Dwi. Ia penasaran kapan orang tuanya ketemu Syifa dan dimana itu.

"Waktu be-," ucapan Dwi terpotong karena sang istri terlebih dahulu menyela ucapanya.

"Gak usah dikasih tau pah, biarin aja penasaran sendiri. Mamah jawab kalo kamu besok ajak Syifa main ke rumah," kata Asih.

"Nah iya aku setuju nih sama mamah. Ati-ati ya mas nanti kalo kelamaan keburu Syifanya dilamar orang, kalo kejadian beneran mampus kamu mas," kata Rafi yang juga menjadi pendukung sang mamah. Karena takut dilempar gunting oleh Sigit, dia segera melarikan diri masuk ke rumah.

Sigit agak kesal sih kalau disindir kayak gini. Mana baru aja baikan sama Syifa usah disuruh bawa ke rumah aja. Iya kalo Syifa mau, gimana kalo Syifa malah menolak dan menjauh lagi, bisa berabe ini masalah.

"Dah ayo masuk, papah laper mau makan mah," lerai Dwi agar istrinya tidak lagi menyerang Sigit.

"Jangan lupa Git, besok aja Syifa ke rumah titik. Mamah nggak mau tau pokoknya besok mamah harus liat Syifa di rumah ini," pinta Asih dengan memaksa. Ia mengacungkan pisau yang ia bawa ke arah Sigit lalu berjalan masuk ke rumah mengikuti suaminya.

Sigit menghela nafas kasar melihat kelakuan sang mamah dan adiknya yang kini menyerang dirinya. Jauh di lubuk hati yang paling dalam, Sigit juga punya rencana untuk memperkenalkan Syifa ke orang tuanya tapi ya gimana, mereka sempat ribut dan untungnya karena di rumah sakit itu, hubungan mereka membaik.

☀☀☀☀

"Kakak mu gimana Gin? Udah sembuh total belum?" tanya Syifa.

"Ya tinggal lecet-lecetnya aja yang belum ilang," kata Gina yang kini sedang duduk di jendela kamar Syifa.

Karena hari ini hari minggu dan kebetulan Gina bosan di rumah. Ia main ke rumah Syifa saja. Dan untungnya Syifa juga ada di rumah.

Mas Supplier [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang