Mas Supplier | Part 20 |

14.2K 1K 52
                                    

"Potong aja deh rambut mas, biar nggak sakit kalo kena lukanya Raf," usul Sigit.

Beberapa menit lalu, Rafi sudah kembali dari toko bangunan dan betapa kagetnya dia ketika melihat ada dua orang perempuan di ruang tamu. Dan yang lebih mengagetkan dirinya, ada bekas tisu yang berwarna merah yang ia taksir itu adalah darah.

Benar saja, itu darah masnya, Sigit. Padahal Rafi hanya pergi ke toko bangunan sebentar, ia balik-balik ke rumah malah melihat kejadian ini.

"Beneran nggak pa-pa?" tanya Rafi sekali lagi.

Pasalnya memang benar, memotong rambut masnya solusi saat ini, supaya luka masnya bisa diobati dan nggak akan perih kalau kena rambut.

"Iya, mau gimana lagi," jawab Sigit dengan mantab.

Rafi segera masuk dan mengambil gunting. Ia juga ngeri sedikit melihat luka Sigit, nggak parah sih tapi ya rasanya gimana gitu. Untung saja lukanya juga nggak terlalu dalam.

Rafi segera memotong rambut Sigit, lalu mengambil obat merah yang sedang dipegang oleh salah satu perempuan yang nggak dia kenal sama sekali.

"Kenapa sekarang diam aja? Marah karena saya bentak tadi?" tanya Sigit.

"Mas bentak Syifa? Nggak tau diri banget abis bentak tanya beginian," sahut Rafi.

Bisa-bisanya masnya mempertanyakan ini setelah membentak Syifa. Mana ada orang mau dibentak. Syukurlah kalau Syifa marah ke masnya.

Rafi tau kalau itu Syifa karena ia sudah pernah ketemu Syifa di cafe waktu itu. Meskipun ketika ia sampai di rumah tadi sedikit kaget karena Syifa ada di sini. Tapi, nggak pa-pa karena adanya Syifa bisa membantu masnya yang mengalami musibah.

"Adik bapak?" tanya Syifa sambil melihat Rafi yang sedang mengobati Sigit.

Daritadi Syifa sudah gatal untuk menanyakan ini, tapi menunggu waktu yang tepat saja seperti sekarang. Ia baru tau juga kalau Sigit punya seorang adik laki-laki.

"Bener, aku adiknya mas Sigit, Syif. Yang waktu di cafe itu," sahut Rafi lagi yang masih fokus memotong sisa rambut yang sedikit panjang di kepalanya masnya.

"Oh..," jawab Syifa sambil mengangguk-nganggukan kepalanya.

"Umur kamu berapa Syif? Masih muda banget ya," tanya Rafi basa-basi, itung-itung untuk lebih tau mendalam tentang calon iparnya ini.

"Sembilan belas tahun. Kamu berapa? Aku harus panggil mas juga nggak?" tanya Syifa. Ia juga tidak enak kalau memanggil nama saja ke adiknya Sigit.

"Hahaha," tawa Gina yang meledak ketika mendengar pertanyaan Syifa.

Gina itu memang epic. Daritadi ia hanya diam menyimak apa yang orang-orang di depannya katakan karena ia nggak tau harus gimana lagi. Kenal juga nggak, tapi ia jadi tau bagaimana rupanya seorang Pak Sigit malah adiknya pun ia juga tau saat ini.

"Kenapa Gin?" tanya Syifa polos.

"Nggak-nggak pa-pa. Lanjutin aja," jawab Gina.

Gina merasa seperti orang ketiga saja, mana ada adegan sayang-sayangan live di depannya. Gila aja, tau gini juga ia memilih di luar saja. Melihat keromantisan orang lain itu nyeseknya sampe ke hati. Mana jomblo, dah diam saja. Mau berkata pun nggak ada gunanya. Kalau sendiri mah sendiri aja.

Mas Supplier [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang