04

18 6 0
                                    

"Perfect apa nya?,"

"Kayak bocah!"

«ʜᴀᴘᴘʏ ʀᴇᴀᴅɪɴɢ»

"Fio, turun!" Fio yang sedang menikmati acara rebahannya mendengus sebal lalu turun kedapur untuk menemui mamanya. Setibanya disana, dia melihat Mama dan Jena yang sedang sibuk dengan alat-alat dapur dan bahan masakan lain.

"Ada apa?," tanya nya malas. "Bantuin  Mama ," ucap Jena tanpa menoleh.
"Beli semua yang udah Mama tulis ini di supermarket depan ya..." ucap Mama sambil memberikan daftar belanjaan serta kartu kredit.

"Pinjem mobil Jen,"

"Di bengkel!," sahut Jena agak keras karena Fio sudah berada di teras rumah. Disana , lagi-lagi Fio mendengus. Terpaksa dia harus berjalan ketempat yang bisa dibilang tidak dekat.

***

"Kenapa Fio nga dikasih mobil juga?"

"Oh iya, Fio kan masih kecil. Fio belum bisa dipercaya, atau... nanti Fio kecelakaan!,"

"Iya Fio tau, Fio ini masih butuh penjagaan..." Fio bermonolog sendiri sambil menendang batu yang dia lewati. Sudah menjadi kebiasaanya kalau kesal akan melampiaskan kepada benda yang tidak bersalah. Fio kesal, dia selalu saja dibedakan.

"Atau jangan-jangan... Fio bukan anak ma-"

"Nga boleh ngomong gitu!," Fio kaget bukan main saat ada orang yang tiba-tiba memotong pembicaraannya. Dia menunduk serendah mungkin lalu mempercepat langkahnya, haduh... padahal tadi dia kira tidak ada siapa-siapa. Apa dia mendengar semuanya? Fio merutuki kebodohannya dan enggan untuk berbalik sekedar melihat wajah orang itu. Dia sangat malu sekarang.

Orang itu memegang pundak Fio dan berbisik, "Kenapa diam? Malu?..." Sungguh! Suaranya berhasil membuat bulu kuduk Fio merinding , tapi tunggu dulu. Fio merasa tidak asing dengan suara itu, akhirnya dengan mata terpejam dia membalikkan badannya secara hati-hati.

"Gue nga makan orang, ngapain takut?"

"Elo!," sentak Fio. Ketika membuka mata yang dia temukan adalah wajah laki-laki tengil itu sedang tersenyum remeh kearahnya. Dia memperhatikan Fio dari atas sampai bawah sambil menggelengkan kepala dan berdecak beberapa kali. "Baju kaos marsha, celana training, sendal swallow, rambut main cantol aja. Perfect!"

"Perfect apa nya?," tanya Fio

"Kayak bocah!," ucapnya disertai tawa yang sangat menghina. Fio mendumel dalam hati , apasih salahku padanya? Hingga dia suka sekali menjaili ku?

Fio berusaha meredam marahnya lalu pergi dari sana begitu saja, berharap semoga laki-laki tengil itu tidak mengikutinya. Tapi, memang dasarnya Cano tidak sejahtera kalau tidak mengganggu Fio. Dia malah mengikuti Fio dan dengan tidak sopannya malah menggandeng tangan Fio, "Lepas!," ucap Fio kasar padanya. Dia sudah berusaha memberontak tapi tenaga Cano lebih besar darinya. Akhirnya Fio menggigit tangan Cano dengan keras hingga meninggalkan jejak giginya dan bekas kemerahan disana.

"Tangan lo pahit," ucap Fio sambil meludah.

"Sshh... Itu gigi apa taring si? Liat nih , sampe ludah lo nempel," Fio hanya memutar bola matanya malas dan terus berjalan tanpa mengabaikan ocehan Cano. "Bocah harus dijaga, kalau hilang bisa barabe, apalagi tadi juga lagi kesel." Fio mendelik ke arah Cano. Fio tau Cano sedang menyindir tubuhnya dengan kata 'Bocah'. Sedikit informasi tinggi Fio itu 175 cm , kalau dikalangan teman-temannya itu adalah hal luarbiasa, sedangkan Cano? Tinggi nya kisaran 189/190. Abnormalkan?

Fio pasrah, mau Cano ikut atau tidak, yang penting dia hanya ingin cepat-cepat pulang dan kembali kekasur. Melupakan kejadian ini. "Biar gue bantuin"

"Hm...," Mereka berdua mengelilingi supermarket dan mengambil barang yang ada dalam list. Hampir semua pengunjung melihat kearah mereka atau tepatnya membandingkan Fio dan Cano.

"Jangan liatin orang, cepet! Mau pulang nga?," ucap Cano sambil menarik tangan Fio keluar. Fio mengakui kalau dia benar-benar mirip seperti anak yang sedang ditemani bapaknya berbelanja.

"Mas, itu adek nya ya?," Cano melirik ke arah Fio yang hanya mendengus sebal mendengar perkataan mbak kasir itu.

"Bukan mbak, ini istri saya. Kita lagi belanja buat acara makan keluarga nanti nih," jawab Cano sambil menampakkan senyum menawannya.

Mbak kasir itu tampak cengo. Entah apa yang ada dipikirannya, dia menatap Fio dan Cano secara bergantian lalu tersenyum canggung ke arah Fio. "Maaf mbak , istri saya lagi hamil muda jadi mood nya nga nentu gini deh."

Mata Fio membulat. Apa? Sejak kapan mereka menikah? Dan sejak kapan Fio hamil? Mbak kasir itu mengangguk kan kepala nya paham, setelah semua sudah di kemas dan dimasukkan ke kantong plastik , Cano mengeluarkan kartu kreditnya untuk membayar semua belanjaan itu.

"Heh, gue bisa bayar sendiri.." bisik Fio sambil mencengkram lengan Cano. Laki-laki itu hanya cuek dan setelah selesai membayar dia merangkul bahu Fio sok romantis dan berlalu dari sana.

"Semoga bayi nya sehat ya mbak," pesan Mbak kasir itu sambil melambaikan tangannya kearah Fio. Fio hanya tersenyum kikuk lalu segera membalikkan badannya. Setelah mereka agak jauh dari supermarket tadi, Fio melirik Cano yang sedang senyum-senyum sendiri. Dengan ancang-ancang yang sudah diperhitungkan, Fio menginjak kaki Cano dan menggigit lengan laki-laki itu yang berada dibahunya.

"Aaakhhh!!!, heh lo apa-apaan ha?," tanya Cano sambil meniup lengannya yang terasa sakit. Fio hanya cuek sambil terus berjalan setelah mengambil kantong belanjaan nya dari Cano. Apa laki-laki itu mengira dia tidak kuat apa membawa ini?

"Woii... Fio! Tunggu gue elah..," Cano berlari mengejar Fio yang sudah agak jauh darinya. Menyadari kalau Cano mengejarnya, Fio juga ikut berlari sekencang yang dia bisa. Demi apapun , kalau Fio memiliki sihir dia ingin mengubah Cano menjadi batu sekarang juga. Agar laki-laki itu tidak menganggunya lagi.

"Fio! Tunggu..,"

"Lari lo kek siput! Sama bocah aja kalah!," balas Fio sambil memalingkan wajahnya kebelakang dan kembali menghadap kedepan. Di depan adalah perempatan jalan , jika dia bisa cepat menghilang di antara empat sisi itu pasti Cano tidak akan bisa menemukannya.

"Jangan sok akrab sama gue lagi!," teriak Fio

"Gue bukan sok akrab, tapi karena kita sesama murid baru jadi harus saling kenal!," balas Cano yang masih setia setia mengejar Fio

"Atau... ada maksud lain , tapi gue juga nga tau..." tambahnya. Fio sudah tidak menghiraukan ocehan Cano yang ada dibelakang nya, dia sudah dekat dengan perempatan itu dan ... Ya!

"Makan tuh istri hamil muda lo!," ucap Fio sambil mendengus kasar dibalik tembok besar yang menghalanginya. Dia melirik kebelakang dan tidak menemukan keberadaan Cano yang mengejarnya lagi. Oh baguslah.... Dasar laki-laki aneh, tengil dan kurang kerjaan.

Fio berjalan santai menyusuri jalan setapak ini, kenapa tiba-tiba mamanya masak sebanyak ini? Padahalkan tidak ada acara penting hari ini? Hah... Aneh.

***

•_mey_ca

•Regret

Sebagai pembaca yang baik , berkomentar lah dengan sopan dan jangan lupa tinggalkan jejak.

REGRET ( E N D )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang