28

5 4 0
                                    

"Gue.... boleh manggil lo abang kan?"

«ʜᴀᴘᴘʏ ʀᴇᴀᴅɪɴɢ»

Angin malam sehabis gerimis itu terasa dingin , sebagian orang pasti memilih tidur di kamar ditemani dengan selimut tebal dan minuman hangat. Tapi itu tidak berlaku bagi Fio , gadis itu menembus malam dingin ini dengan kaus oblong berlengan pendek , celana longgar di bawah lutut , rambut nya yang terurai berantakan karena angin.

Pandangan mata nya kosong , berjalan menyusuri setiap blok menuju taman yang ada di belakang komplek nya. Sesampai nya disana , Fio duduk disalah satu tempat duduk yang tidak terkena hujan karena ada pelindung dari beton yang menyerupai bentuk payung di atas nya.

Melipat tangan di atas meja , lalu menunduk menjadi kan lipatan tangannya sebagai bantalan. Kepala terasa berat memikirkan banyak hal , Bibi yang tiba-tiba mengundurkan diri , Papa nya yang menghilang , mama nya yang pergi dengan Jena. Komplit sudah masalah nya.

"Gue nga suka lo kek gini!, " Fio nengangkat kepala nya dengan lesu , pipi nya basah oleh air mata. Ia nenatap Bara yang berdiri di samping nya , laki-laki itu memberikan tatapan tidak suka dengan tangan terlipat di dada. Boleh kah Bara jujur , kalau sebenarnya dia ikut sedih melihat keadaan Fio saat ini. Bara mendengus lalu membuka jaket nya dan memakaikan nya ke badan kecil Fio , tak hanya di situ ia memakaikan resleting nya lalu mengeratkan nya agar Fio tidak terlalu kedinginan.

Untung tadi Bara mengikuti insting nya untuk memakai dua jaket sekaligus , ternyata itu sangat berguna. Dia duduk di hadapan Fio sambil mengabaikan pandangan memilukan Fio. Bara meletakkan dua kantong kresek di atas meja , satu kantong berisi minuman hot chocolatte dengan tambahan susu ekstra. Satu kantong lagi berisi dua kotak Dorayaki dengan full coklat dan tambahan krim tiramisu.

"Nah, makan dulu. Gue tau lo belum makan, " ucap Bara memakan dorayaki nya terlebih dahulu. Mata Fio langsung berbinar , wajah muram nya kembali cerah , tanpa basa-basi Fio langsung mencomot dua dorayaki sekaligus.

"Gue nga nyangka lo segitu fansnya sama gue , sampe lo jadi stalker buat nyari makanan kesukaan gue..., " cerocos Fio dengan sekitar mulut nya yang penuh dengan coklat. Bara hanya menatap Fio malas lalu beralih mengusap coklat yang mengotori mulut gadis itu.

"Hehehe...., " Fio menyengir kuda karena tidak sadar kalau cara makannya tidak bisa berubah dari dulu. Selalu saja belepotan.

"Kok lo tau makanan favorit gue?, " ulang Fio dengan keadaan yang lebih baik.

"Langit tidak pernah berputus asa saat matahari dan bulan bergantian datang dan pergi begitu saja. Pasir tidak pernah marah saat ombak menarik mereka ke dasar antah berantah. Begitu pula manusia , mereka tidak berhak marah saat kesedihan dan kebahagiaan datang silih berganti. Apalagi saat mereka datang bersamaan "

Baik Fio maupun Bara terdiam setelah audio itu berakhir , tadi Bara sungguh tidak sengaja menekannya. "Suara siapa tadi?, " tanya Fio yang mencoba menenangkan pikirannya yang tiba-tiba berkecamuk. Bara diam , itu adalah sebuah audio yang diambil diam-diam saat Bara dan Aras dinasehati ketika mereka mengeluh.

"Bunda.... , " lirih Bara.

Flashback on

"Bunda!, " Aras kecil berlarian ke dalam rumah tanpa membuka sepatu dan tas nya terlebih dahulu. Bara kecil yang melihat itu ikutan berlari lalu mereka memeluk kaki wanita yang sedang sibuk memasak itu dari belakang.

Wanita itu membalikkan badannya dengan senyum manis tapi terkesan mengerikan , dia menjewer telinga sikembar lalu menarik kedua nya menjauh dari dapur. "Abang! Aras!, " teriak nya karena sikembar lama sekali membuka sepatu dan mengemasi tas mereka. Apa anak-anak itu malah kabur dan pergi tidur? Tapi wanita itu segera tersenyum saat melihat dua jagoannya berlari tergopoh-gopoh ke ruang tengah.

Dengan kepala tertunduk , tangan di belakang , mereka duduk lesehan di lantai. "Tau kenapa Bunda duduk disini?, " mereka berdua mengangguk pelan. Saat Bunda duduk di kursi tua yang berada di pojok ruang tengah adalah hal keramat yang harus dihindari. Hal itu terjadi kalau mereka sudah berbuat salah.

"Apa kesalahan kalian saat ini?, " Bara menyenggol lengan Aras dibalas dengusan oleh gadis kecil itu. Aras berdiri dari duduk nya lalu menaikkan sebelah kaki dan menjewer telinga nya sendiri.

"Nga baca salam pas masuk..." Bara yang di belakang mengangkat jari telunjuk nya membuat angka 1

"Hm, trus?."

"Teriak di rumah , nga lepas sepatu , ganggu Bunda masak. Emm.., " Aras terdiam. Karena memang hanya segitu kesalahan yang dia perbuat tadi.

"Udah berapa yang dilanggar?"

"Empat bunda...." baru saja Bunda hendak menjatuhkan hukuman untuk Aras , Bara langsung berdiri dan melakukan hal yang dengan Aras membuat Bunda nya mengernyit.

"Kalau Aras dihukum , berarti abang juga!, " ucap Bara tegas. Bunda menegakkan tubuh nya , menatap Bara begitu tajam. Ruangan tengah itu lengang , Bara takut-takut tetap menatap Bunda. Itu adalah peraturan yang dibuat oleh Bunda , ketika mereka melakukan kesalahan harus disidang di ruang tengah dengan kaki diangkat , menjewer telinga sendiri dan tidak boleh menunduk!

Bunda menyandarkan punggung nya kembali dan tersenyum kearah si kembar , ia selalu dibuat bangga oleh anak-anak nya. Aras yang takut melakukan kebohongan dan Bara yang selalu melindungi adik nya. Bunda mengembangkan tangannya , dalam hitungan detik kedua nya sudah menghambur kepelukan Bunda.

"Bunda... Aras minta maaf ..."

"Abang juga.... nga becus jagain Aras , " Salsa-- bunda mereka tidak tahan untuk tidak menciumi pipi gembul si kembar. Lihat lah wajah memelas mereka , uh! Sungguh menggemaskan.

"Iya... tapi lain kali harus diingat-ingat lagi gimana adab yang bunda ajarin sama kalian. Janji?" Kedua nya mengangguk dan menyatukan jari kelingking mungil mereka dengan jari Salsa. "Janji!! , " ucap mereka bersamaan.

"Aras tadi kenapa sayang?, " wajah ceria Aras berubah murung , dia mengalungkan tangannya ke leher sang Bunda, "masa iya tadi abang dapat nilai A "

"Trus , Aras?"

"Dapat B, Aras dibanding-bandingin sama temen-temen Aras bun.., " mata Aras mulai berkaca-kaca , suara nya bergetar karena menahan tangis.

"Mereka bilang , kok Aras beda sih sama Bara? kok nilai Bara bagus , lah Aras jelek. Ha... Aras malu Bun... , " tangis Aras begitu dia nenyelesaikan kalimat nya. Salsa mengelus kepala putrinya sayang , dia tersenyum mendengar curhatan Aras. Ini memang salah satu ujian menjadi anak kembar , saat yang satu mempunyai kelebihan sedangkan yang satu pas-pasan , akan datang lah yang namanya dibanding-bandingkan.

Bara yang sejak tadi sudah turun dari pangkuan bunda nya memainkan gawai milik Salsa yang terletak di atas meja. Salsa tersenyum lembut sambil menangkup pipi putrinya , "Langit tidak pernah berputus asa saat matahari dan bulan  bergantian datang dan pergi begitu saja. Pasir tidak pernah marah saat ombak menarik mereka ke dasar antah berantah. Begitu pula manusia , mereka tidak berhak marah saat kesedihan dan kebahagiaan datang silih berganti. Apalagi saat mereka datang bersamaan." Aras maupun Bara terdiam , otak mereka belum bisa mencerna perkataan bunda mereka. Walaupun begitu , Salsa tetap tersenyum saat melihat wajah bingung keduanya.

Tanpa disadari, Bara kecil tak sengaja mereka semua ucapan bunda nya tadi. Lengkap!

Flashback off

***

Gimana , gimana?

REGRET ( E N D )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang