Diserang

448 55 30
                                    

Kesal. Sebal. Chuuya tidak akan pernah mempercayai makhluk hina-usil-bodoh-gak ngotak-bodat itu lagi.

Tidak setelah apa yang terjadi kemarin, di chapter sebelumnya.

Chuuya terkencing-kencing berlari keluar kelas sambil menahan bulu kuduknya yang meremang sampai hampir menyamai landak, tapi Dazai malah menahan kencing saking ngakaknya ia tertawa. Padahal saat dikejar kecoa kemarin, mereka kompak ambil langkah infinity. Tapi sesampainya di luar, kekompakkan itu hilang bak tai ditelan septic tank.

Tidak ada yang tahu kalau kepalanya memar kejedot pintu kemarin.

Ajakkan apapun yang akan Dazai berikan hari ini, Chuuya tidak akan tertarik. Ini adalah tekadnya! Demi harga dirinya yang setinggi Mount Everest, Chuuya harus tahan!

Kalau perlu, dia akan mengeroyok Dazai lebih dulu sebelum si brunette menyampaikan ajakkannya.

Tapi sejak pagi tadi, Dazai tidak mengungkit kejadian kemarin, begitu juga dengan Akutagawa dan Atsushi. Mungkin diam-diam mereka juga trauma? Tidak ada yang tahu, kan?

Ah, siapa peduli? Kan aku korbannya.

Suapan pertama Chuuya dilahap dengan lancar. Hari ini cukup normal, menurutnya. Setidaknya jika dibandingkan dengan dua hari belakangan.

"Chuuya tidak apa-apa?"

Yang ditanyai merasa tertusuk seribu jarum. Tolong ralat kata-kata 'cukup normal' tadi. Chuuya lupa kalau hidupnya akan terasa terkutuk selama ada si penanya tadi: Dazai.

Kenapa tiba-tiba orang itu menanyakan keadaannya? Inikah cara sarkas baru Dazai?

"Apa maksudmu?" sinis Chuuya.

Dazai tertawa garing, "Tidak sih ..., cuma penasaran. Dahimu tidak apa-apa?"

Oh, bagaimana bodat satu ini tahu masalah memarnya? Setahu Chuuya, benjol besar itu telah ia tutupi dengan poni panjang nya.

"Bukan urusanmu. Kau tau dari mana, eh?"

"Yaa— aku lihat kau kesakitan sampai sesak napas kemarin. Dahimu merah sekali waktu itu."

Tepat sekali. Kesakitan sampai sesak napas. Kalian pernah merasakannya?

Contohnya adalah ketika kau berlari di dalam rumah, lalu ibu jari kakimu terpentok meja. Atau ketika kau menurunkan lemari, kakimu seakan berteriak,

"Injak aku, wahai lemari!"

dan DUAKK, terinjak.

Bisa juga ketika kau mundur-mundur dan tidak sadar kalau ada meja dibelakang. Lalu JLEBB! Punggungmu tertusuk ujung meja.

Sakit, bukan? Sama seperti Chuuya kemarin. Sakit sampai Chuuya merasa bahwa asma yang sebelumnya dimiliki oleh Akutagawa pindah padanya dan kambuh tiba-tiba.

"Seingatku, kau tertawa kemarin." Chuuya tak akan lelah dengan sinisnya pada Dazai. Ia masih kesal setengah mati.

Dazai tersenyum, "Memang, tapi setelah itu aku merasa kasihan. Jadi, ini."

Sebuah kotak balsam yang biasa digunakan untuk merawat memar.

Chuuya agak terkejut, Dazai ternyata memiliki sisi baik. Ia meraihnya, memutuskan untuk mempercayai raut wajah bersalah yang Dazai tampilkan. Chuuya berencana memakainya dan mengucapkan terima kasih—

TAPP

—sialan, tidak jadi.

Bukan balsam, kotak itu berisi kecoak mati.

School LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang