Ujian (1)

288 37 55
                                    

Chuuya keringat dingin, hipotermia, menggigil, lemas, sekarat, anyang-anyang, mencret sejak Dazai bilang kalau pengawasan ruangannya adalah Verlaine-sensei.

Bukan, ini bukan karena Chuuya tidak siap menghadapi ujian matematika. Ini karena Verlaine-sensei adalah guru yang selalu berseteru dengannya. Apapun yang berhubungan dengan style nya, selalu ditegur. Pernah sekali, hanya karena seragamnya punya sedikit lipatan, Verliane-sensei menceramahi nya sampai kiamat.

Atau mungkin kalian sudah baca salah satu penderitaannya di chapter sebelumnya? Itu juga alasan kenapa Chuuya membenci Verlaine-sensei sampai ke nukleus nya.

-Yah, itupun kalau dia punya. Chuuya kan manusia, bukan hewan.

"Chuuya, aku tahu kau takut pada Verlaine-sensei, tapi tolong jangan kayang di depanku."

Apa? Kayang?

Iya. Chuuya baru saja kayang di hadapan Dazai. Pasti karena dia terlalu takut, otaknya tidak berjalan seperti yang seharusnya.

Eh, otaknya memang tidak pernah berjalan, kan?

Buru-buru Chuuya bangkit saat Akutagawa berteriak pelan kalau Verlaine-sensei berada di koridor, berjalan ke kelas mereka.

"Hah ..., mati aku."

.
.

"Ya Tuhan, katanya gampang, kok yang diajarin gak ada yang muncul ...?"

Bagai langit dan ulat sagu, soal Chuuya berbeda jauh dengan yang diajarkan minggu lalu.

'Kerja lembur bagai Jean Krischtein, sampai lupa makan malam-"

Lagu itu malah terngiang di kepalanya. Semalam suntuk Chuuya belajar, jenis soal yang dia prediksi bahkan tidak muncul.

Chuuya curiga, entah dia yang bodohnya kambuh sekarang, atau soalnya memang tidak tahu diri. Tapi dia lihat yang lain santai saja mengerjakan soal sialan itu. Bahkan Dazai sudah terlelap di mejanya setelah 5 menit menatap soal.

Tapi di sela-sela kepanikan nya, ia melihat Tachihara melipat tangannya di depan dada sambil terus komat-kamit dengan keringat mengucur.

AKU TIDAK SENDIRI ...! TERIMA KASIH, TUHAN! TERNYATA BUKAN HANYA AKU YANG BODOH!

Verlaine-sensei terus berkeliling kelas, sampai ia melihat Dazai: yang semeja dengan Chuuya, tertidur dengan pulas di mejanya. Dengan penuh nafsu, dia dribble kepala Dazai di atas meja sampai si peringkat tiga terseret keluar dari alam mimpinya dengan kepala hampir berdarah.

Meskipun begitu, entah mengapa, malah Chuuya yang merasa kalau hidupnya akan segera berakhir. Bagaimanapun, kehadirannya selalu salah di mata guru gila itu. Napas aja salah.

Di hadapannya, dari 30 soal, Chuuya baru mengerjakan 8 soal sementara waktu yang tersisa tinggal 19 menit. Maka Chuuya mengambil pensilnya, menghitung soal-soal yang sebenarnya tidak ia pahami sama sekali itu, dan menyilang jawaban yang ada di pilihan.

"Nakahara! Kerjakan soalmu! Jangan bengong!"

Seandainya Verlaine-sensei tahu kalau Chuuya sedang menghitung jawabannya di dalam otak ....

Pria itu kemudian pergi dengan angkuh. Matanya kembali mengawasi semua siswa, jaga-jaga kalau ada manusia bernyali -dan bernyawa- lebih yang sanggup menyontek di hadapannya.

Dazai berbisik, "Chuu, sampai nomor berapa?"

Tidak terdengar oleh Chuuya meskipun mereka sebangku. Otaknya hanya tertuju pada kertas jahanam di depannya.

School LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang