Kerja Kelompok (2)

245 33 53
                                    

Kalau bukan kebencian, maka apa namanya? Keinginan membunuh? Bisa jadi.

Di hari yang melelahkan ini, setiap melihat Dazai bernapas, rasa kesal Chuuya  selalu bertambah secara konstan. Ada keinginan untuk melempar Dazai keluar jendela kelas, tapi karena Chuuya adalah ketua kelas, dia tidak boleh sampai masuk BK. Jadi niatnya diurungkan.

Tapi Dazai yang tertawa dengan bahagia dan berisik tampaknya sangat cocok untuk dibuang ke selokan paling kotor terdekat.

Enak saja. Chuuya sibuk menggambar dan mewarnai untuk dipajang di lomba mading antar kelas. Dia juga jadi ketua madingnya. Dia juga yang harus bolak-balik keluar sekolah untuk beli bahan kerajinan. Sedangkan Dazai memprovokasi Mori-sensei, si wali kelas, untuk memilih Chuuya sebagai ketua mading karena dia jago gambar.

Sudah jadi ketua kelas, ketua mading, harus ngerodi, jadi kurir dadakan, patungan, pulangnya harus les. Chuuya mau jungkir balik saja. Pokoknya kalau besok dia sakit, itu salah Dazai.

Please, Chuuya manusia, bukan babi ajaib, apalagi kera sakti.

Bahkan kalaupun dia memang kera sakti, lebih baik dia ikut perjalanan ke Barat mencari Kitab Suci bersama 2 adik seperguruan dan gurunya, daripada harus bekerja bersama manusia-manusia bodoh di sini.

"Mori-sensei, aku boleh pulang sekarang, tidak ...? Ini sudah jam empat sore, aku harus les."

"TIDAK! KALAU CHUUYA-KUN PULANG, SIAPA YANG MENGURUS SEMUANYA?! TIDAK ADA LES-LES DULU! SEMUA FOKUS PADA LOMBA INI!" jawab Mori-sensei.

Tolong izinkan Chuuya, sekaliiiiiii saja, untuk boleh melempari pria ini dengan sol sepatunya yang belum pernah dicuci sejak pertama kali sepatu itu dibeli.

"Tapi, Sensei, les ku sedang ujian ...."

"KAU MENDAHULUKAN LES DARIPADA SEKOLAH?!"

Chuuya ingin sekali menjawab, "Sebenarnya iya," tapi diurungkan karena takut dengan amarah Mori-sensei yang melebihi galaknya anjing polisi.

Chuuya kembali duduk dan menggambar. Di sampingnya, Dazai hanya memang glue stick dan menempel gambar Chuuya pada papan mading.

"Jadi ketua pasti melelahkan?"

Aduh Dazai, please jangan ngomong dulu. Gak mau mati kalau gak double suicide, kan? Makanya jaga lambe mu.

"Tentu. Menurut mu, salah siapa itu?" Chuuya berlaku bijak dengan meladeni makhluk sialan di sampingnya melalui kata-kata sinis.

Dazai terkekeh, "Pasti salah Chuuya sendiri. Soalnya Chuuya mudah dijadiin babu."

Detik setelahnya, Dazai sudah ada di lantai dengan kepala berdarah. Tubuhnya tidak bergerak. Chuuya memegang pensil mekaniknya dan menodongkan benda itu pada makhluk di hadapannya,

"Kalau mau mati, bilang saja langsung. Tidak perlu ngajak ribut dulu,"

Dan Akutagawa mencampakkan papan mading yang tadi dia urusi bersama Dazai, Higuchi, Atsushi, Kenji, dan Tachihara. Dia bangkit dari kursinya dan bersiap berlari ke arah Dazai. Tapi tangannya ditahan oleh Higuchi,

"Relakan dia, Akutagawa-kun!"

Gas, Higuchi, tikung saja! Rebut Akutagawa mu! Jadikan si manusia tanpa alis itu sebagai kekasih mu!

"Masih ada aku yang mencintaimu, Akutagawa-kun!" lanjut Higuchi.

Akutagawa menghadap Higuchi, "Aku tidak mau dengan manusia yang di atas kepalanya ada bakpao."

Uh! Ditolak.

... Itu ... kunciran. Cepol Higuchi, bukan bakpao.

"Dazai-san sudah tiada, Akutagawa-kun!" ujar Higuchi penuh penekanan.

Dan Akutagawa menangis sejadi-jadinya. Begitu juga dengan anggota mading lainnya.

"Dazai-san, tolong puji aku dulu sebelum mati ...!"

"Dazai-san, jangan pergi dulu! Kau belum mentraktirku Chazuke selama tiga bulan sebagai gaji bantu nyontek ...!"

"Dazai-san, padahal kau janji akan memberikanku tips menarik hati Akutagawa-kun ...!"

"Dazai-san kan belum mengajakku jalan-jalan keliling Yokohama!" Kenji menampar-nampar Dazai agar bangun. Meskipun begitu, Kenji si anak baik tetap menjaga image nya. Wajahnya masih memasang senyum *Peps0d3nt.

"Kenji, itu bisa kau lakukan sendiri." Tachihara menghentikan aksi Kenji sampai si pirang menjatuhkan tubuh Dazai kembali ke lantai.

Dan Chuuya memotong moment menyedihkan mereka, "Bacot lagi, kalian bisa menyusul si bodoh Dazai."

Dan ruangan pun hening.

Tak lama kemudian, terdengar bunyi dengkuran dari Dazai yang tergeletak itu. Sekali lagi, dia menarik perhatian tim mading.

Chuuya memegang sepatunya dengan pose bersiap melempar, "Enaknya diapain ya?"

"Dibawa ke tempat paling nyaman, nyalakan AC, sediakan popcorn, bawakan teh, dan tunggui Dazai-san sampai dia bangun."

"Akutagawa, please don't—"

"Bella donna, kecantikan mu melebihi bunga Sakura dan kau telah mencuri hatiku .... Maukah kau melakukan double suicide bersamaku?"

Oalah jancok, dia lagi mimpi.

"Ngigaunya panjang ya. Di mana-mana, orang ngigau cuma satu kata. Lah dia dua kalimat?!" Tachihara menutup mulutnya tidak percaya.

"Psst! Chuuya anjing baik, bawakan cincin lamarannya!" Dazai melanjutkan igauannya.

Oh, Chuuya jadi anjingnya.

Oh.

Oke.

Gapapa kok.

Gapapa banget.

Kerja rodi mading ini akan berakhir lebih lama karena mereka semua harus membersihkan darah Dazai yang dikeroyok Chuuya dengan cara ala mafia.

Pesan moral:
Jangan bawa Dazai kalau nugas. Jangan ngomong sama Dazai. Jangan kenal sama Dazai.

.
.
.

Author's Bacot Area:
Hi! Aku kembali dengan ide gilaku.

Hadeh, update malem-malem gini pasti gak ada yang langsung baca, kan? Aku gabut, jadi muncullah ide untuk menulis pengalamanku dalam bentuk fanfiction ini lagi.

Aku suka bikin Chuuya ternistakan. Kalau gak nista, bukan Chuuya.

Btw, aku ganti suffix senpai dari Higuchi buat Akutagawa jadi kun, soalnya mereka kan sekelas dan seumuran di fanfict ini, jadi agak gimanaaaa gitu kalau masih manggil senpai ✺◟( ͡° ͜ʖ ͡°)◞

Vote and comment nya sangat ditunggu, Minna-san! (≡^∇^≡)
~ A-Fong

School LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang