Julid

317 40 36
                                    

"Ah, melelahkan sekali," ujar Dazai. Tubuhnya ia rebahkan di atas meja lab, hasratnya ingin guling-guling di sana terbatas lebar meja yang tidak toleran.

Chuuya merespon Dazai, "Ah? Kau yakin? Padahal kau tidak melakukan apapun tadi," pandangannya menajam, "Kalau kau ingat, hanya aku yang menjelaskan, merespon, dan menjawab pertanyaan selama presentasi tadi."

Lab memang sudah sepi, tapi kelompok 7 belum bubar dari sana meskipun sudah jam pulang. Mereka semua masih lengkap di sana, mendengarkan perdebatan duo bagong itu. Sebenarnya Chuuya yang melarang mereka pulang dulu, niatnya mau me-review —yang sebenarnya ngejulid— tentang presentasi Sel Eukariotik tadi.

"Ini otak," tunjuk Chuuya pada miniatur otak di lemari kaca, "tapi kau tidak menggunakan otakmu sama sekali."

Dazai tentu tidak mau kalah, "Ini buku UUD, tapi kau tidak pernah adil."

Chuuya sebenarnya adil, tapi anggotanya tidak sadar diri. Susah payah dia bagi tugas, pada akhirnya dia lagi yang harus mengerjakan semuanya.

"Ini pelajaran biologi, tapi kau bersikap seolah sedang belajar berdiri, Tiang Listrik."

"Ini jam pulang, tapi kau belum berpulang ke Yang Maha Kuasa, Chuuya."

Atsushi berniat menghentikan mereka berdua, tapi ingat kalau dia juga tidak melakukan apa-apa dari Sabtu kemarin. Jadi niat itu diurungkan saja. Apalagi semakin lama, semakin ngelantur pembahasan Dazai dan Chuuya ....

Chuuya mengambil penjepit jemuran —yang entah fungsinya apa— di meja guru, "Ini penjepit jemuran, tapi aku ingin menjepit bibirmu dengan ini."

"Cita-citamu jadi dokter, tapi sikapmu malah mirip pembunuh," Entah kenapa, Dazai mengambil topik masa depan, yang tentu dibalas Chuuya tak kalah sinis,

"Di luar ada matahari, tapi kau membuat masa depanku tampak gelap, Dazai."

"Kau memegang kacamata, tapi kau sama sekali tak bisa melihat sisi positif ku, Chuuya."

Oh? Dazai punya sisi positif? Ini adalah hal baru. Ayo ambil memo mu dan catat kata-kata nya!

"Ini gantungan, tapi aku ingin menggantung mu di tiang bendera!" Eits, terlalu sadis, Nakahara-san.

"Itu tiang bendera, tapi kau bahkan tidak lebih tinggi dari WC jongkok, Chibi!"

"Itu WC jongkok, tapi IQ mu lebih jongkok dari WC itu." Kalau sudah bahas tinggi badan, jangan harap Chuuya mau menyelesaikannya dengan jalur kekeluargaan. Harus ada pertumpahan darah!

Kajii tetap menonton, Atsushi masih bimbang antara menghentikan atau tidak, sedangkan Akutagawa sedang merekam percakapan mereka.

"Akutagawa, kau sedang apa?" Atsushi mengintip layar ponsel Akutagawa, "Ini percakapan yang savage, jadi ku record agar bisa ku pelajari."

Atsushi mengangguk-angguk. Akutagawa tidak pernah berubah.

"Hidup ini anugrah, tapi kau membuatnya tampak seperti musibah!" Chuuya mengatakan faktanya, itulah yang ia rasakan selama mengenal Dazai.

Kali ini giliran Dazai, "Hidup ini kesempatan, tapi kau tidak memberikan ku kesempatan untuk berguna!"

"Tugas ketua adalah mengatur, tapi aku malah seperti babu di kelompok ini!"

Cih. Fakta sekali. Chuuya benar-benar jujur. Husbu material nih. Punya siapa sih?

"Chuuya ngakunya kuat, tapi hobinya ngeluh terus!"

"Kau sendiri katanya pendengar yang baik, tapi ngomong dikit malah di-complain!"

"Ini di-lab, tapi aku merasa berada di ruang persidangan, Chibikko-kun."

"Kau teman sekelasku, tapi aku merasa kau seperti setan, Dazai."

Atsushi bertekad menghentikan mereka berdua sebelum terjadi pertumpahan darah. Ia tidak peduli lagi bahkan kalau akhirnya mendapat sindiran juga. Ini harus berakhir!

Sebenarnya Atsushi hanya ingin pulang sih.

"... Ano ..., Chuuya-san, Dazai-san, sudahlah ...."

Tentunya, kata-kata Atsushi tidak terdengar sama sekali. Jadi perdebatan masih terus berlanjut,

Padahal aku hanya ingin pulang ...! Atsushi meratapi nasib buruknya terjebak di kelompok ini dan dengan orang-orang ini,

"Akutagawa, giliranmu untuk menghentikan mereka!"

Akutagawa menggeleng sambil terus merekam tak peduli tangannya pegal minta diturunkan, "Tidak, kata-kata Dazai-san akan kujadikan contoh pedoman hidup."

Pedoman hidup, ya? Jadi Akutagawa yakin mau menjadikan sindiran halus sebagai pedoman hidup? Apakah ini pedoman hidup atau pedoman cari mati?

Atsushi tidak bisa mengharapkan bantuan Akutagawa, jadi dia pindah pada Kajii yang duduk santai sambil nyemilin lemon mentah selama menonton Dazai dan Chuuya,

"Kajii-san ..., apakah mereka tidak perlu dihentikan?"

Kajii menoleh, "Kenapa? Ini seru, kok!"

Mendengar jawaban dari kedua orang di sampingnya, Atsushi mulai merasakan bagaimana menjadi Chuuya.

"Chuuya pendek, tapi bicaranya panjang!"

"Kau tinggi, tapi sumbu mu pendek!"

"Kau benci kotor, tapi sikapmu mirip kotoran, Chuuya!"

"Berkacalah! Kau benci anjing, tapi sikap mu persis anjing!"

"Chuuya bilang aku mirip anjing? Chuuya sendiri mirip monyet!"

Percakapan ini tidak berhenti sampai mereka diusir oleh satpam karena melewati jam pulang. Seandainya tidak, maka acara adu-sindiran-halus ini pasti akan berakhir sampai salah satu diantara mereka mokad.

Terima kasih banyak, Satpam, tanpamu, akan terjadi insiden berdarah di laboratorium IPA Yokohama Junior High School.

Pesan moral:
Kalau gak suka, bilang aja langsung. Kalau gini malah kayak lingkaran setan.

.
.
.

Author's Bacot Area:

Chapter ini akhirnya di-post di hari ulang tahun ku nyahahahahah— Hai umur 14, semoga tidak seampas umur 13 kemarin.

Chapter ini isinya hanya lingkaran setan, berbalas pantun, sindiran halus, atau apalah itu. Kalau kalian nanya kapan Soukoku bisa akur, jawabannya tidak mungkin. Karena aku tidak merestui (≡^∇^≡)

Review, vote, and comment nya sangat diterima, Minna-sama! ଘ(੭ ᐛ )━☆゚.*・。゚

School LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang