3. Secret

4.2K 501 10
                                    

"Cuekku bukan berarti tak suka, aku hanya lelah. Kau menggantung hubungan ini."

♡♡♡

Sekarang Ilona terisak di kamar ganti, membersihkan seragamnya menggunakan tisu. Entah sudah berapa banyak tisu yang terbuang. Ilona benar-benar tidak tau harus melakukan apa. Ia tak membawa seragam cadangan atau meninggalkan di loker.

Gadis itu terus saja merutuki dirinya sendiri yang begitu ceroboh. Dan lebih menyakitkan lagi, Nico malah membela gadis yang jelas-jelas salah.

"Kamu sebenarnya pilih siapa, Nic. Aku atau dia?" tanya Ilona lirih sisa air matanya sudah mengering di pipi.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, membuat Ilona terdiam dan mencoba mendengar dari dalam. "Siapa?" tanya Ilona was-was.

"Lihat ke bawah!" perintahnya. Tangannya terulur dari bawah, memberikan seragam pada Ilona. Tanpa pikir panjang lagi Ilona mengambil seragam itu.

"Terima kasih," ucap Ilona lalu bergegas mengganti seragam.

Beberapa menit kemudian, Ilona keluar dari kamar ganti. Baru saja ingin mengucapkan terima kasih secara langsung pada orang itu, tetapi Ilona tidak menemukan siapa-siapa di luar kamar ganti.

"Lah, udah pergi?"

Saat melewati koridor tak sengaja Ilona berpapasan dengan seorang lelaki yang kemarin memberikannya jaket dan payung. Anehnya lelaki itu hanya melewati Ilona seolah keduanya belum pernah bertemu sebelumnya.

Ilona langsung menepuk jidatnya. Ia lupa mengembalikan barang milik lelaki itu.

"Na, kamu gak apa-apa?" Arumi memeriksa setiap inci penampilan gadis itu, takut jika ada yang terluka. "Baru aja aku bawain seragam, tapi udah ganti aja."

"Udah ada yang ngasih, tapi wujudnya aku gak tau siapa," ucap Ilona, tiba-tiba ia merinding. Berpikir bahwa yang memberikannya seragam bukanlah manusia, melainkan mahluk penunggu kamar ganti yang menjadi cerita horor melegenda di sekolah.

"Jangan mikir aneh-aneh, mungkin tadi ada yang gak sengaja lihat kejadian di kantin. Dan dia bersimpati sama kamu," jelas Arumi, mencoba mematahkan rumor yang beredar itu.

Kedua gadis itupun kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.

****

Bel pulang telah berbunyi. Bergegas Ilona ke kelas Nico untuk mengajak lekaki itu agar mengantarnya pulang. Namun, baru selangkah meninggalkan kelas. Nico sudah bergandengan dengan Elis keluar kelas.

Ilona mematung di tempatnya, dadanya sesak melihat Nico begitu bahagia bersama Elis. Sedangkan dengannya? Nico akan selalu marah dan kesal, bahkan tak segan bertindak kasar.

"Sekali aja, Na. Apa gak bisa kamu cuek sama Nico, seengaknya kita bisa lihat. Apa dia masih peduli sama kamu atau enggak." Arumi memegang bahu gadis itu, ikut melihat pandangan miris di depan matanya.

"Gimana kalau Nico beneran gak peduli sama aku, Rum?" Ilona menoleh ke samping kanan, menatap Arumi sendu.

"Berarti udah gak ada harapan lagi, Na. Tinggalin dia, masih banyak hal berguna lainnya yang bisa kamu lakuin," kata Arumi, mencoba memberikan semangat pada sahabatnya.

Ilona mengembuskan napas lelah, berbalik meninggalkan Arumi. Memilih untuk pulang sendirian saja, sepertinya Nico memang enggan pulang dengannya.

"Akan aku coba, Rum," sanggah Ilona lirih.

***

Ilona duduk di halte bus, menunggu kendaraan umum lewat. Sesekali gadis itu melirik jam yang melingkar di lengan kecilnya, sudah hampir sepuluh menit Ilona duduk. Biasanya bus akan datang setelah lima menit bel pulang berbunyi.

Gadis itu mendongak, angin lembut menyapa wajahnya. Awan tebal nan hitam menggantung di langit, sepertinya hujan deras akan turun lagi.

Selang beberapa menit, Nico lewat berboncengan dengan Elis. Yang lebih menyakitkan Nico tidak melirik Ilona sama sekali, atau bahkan menyapa lewat klakson motornya.

"Sepertinya Arumi benar, aku harus mencoba untuk tidak memikirkan Nico lagi." Begitu pikir Ilona. Ia merunduk mencoba menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca.

Sebuah tangan terulur di depan Ilona, memberikan sebungkus tisu pada gadis itu. Perlahan, Ilona mendongak.

"Menjatuhkan air mata untuk hal yang tidak penting, sama dengan membuang cairan begitu saja. Tubuhmu bisa kekurangan cairan jika menangis terus," ucap lelaki itu. "Hapus air mata kamu, cowok kayak dia gak pantas ditangisin."

"Kamu?" Ilona terdiam.

--->> to be continued

30 Days with love [Versi Baru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang