Setelah Alden mengantar Ilona pulang, ia kembali mengantar Arumi lagi atas perintah Ilona. Sedangkan Ilona berdiam di depan pintu rumahnya menunggu kedatangan Irna.
Ilona benar-benar kedinginan sekarang, jaket yang dipakaikan Alden untuknya tidak berguna sama sekali.
Tak lama Irna datang menaiki ojol, setelah membayar, wanita itu terdiam menatap Ilona yang menggigil bersandar di pilar rumah.
"Bangun kamu!" Irna menyentuh kepala Ilona dengan telunjuknya, memuat gadis itu membuka mata dan tersenyum.
"Malam ini, kamu tidur di luar!" tegas Irna, lalu bergegas masuk ke rumah dan mengunci pintu dari dalam.
Ilona berusaha bangkit, mengetuk pintu dengan sisa tenaganya. "Bu, maaf, Nana gak sengaja buat kak Becca kambuh. Tolong jangan biarkan Nana tidur di luar, bu. Nana takut," lirih gadis itu, tubuhnya hampir kehilangan tenaga sepenuhnya.
Irna yang mendengar teriakan Ilona hanya bisa menahan diri, berusaha untuk tidak menangis. Sebenarnya ada apa?
Ilona sudah tak kuat, tubuhnya menggigil hebat hingga gadis itu membiarkan dirinya terbaring lemah di depan pintu. Memeluk kedua lututnya meringkuk di bawah jaket Alden.
Sebelumnya, Irna tidak pernah menyiksa Ilona sekejam ini. Namun, semenjak Becca mengalami sakit yang semakin parah. Irna berubah drastis, setiap Becca kambuh maka ia akan melampiaskan amarahnya pada Ilona. Satu-satunya yaitu menghukum Ilona.
"I-ibu," lirih Ilona, hingga akhirnya kehilangan kesadaran.
Ilona merasa sesuatu yang tebal menutupinya, gadis itu menggeliat membuka mata perlahan. Tubuh mungil itu kini tertutupi selimut tebal kesayangannya. Ya, Ilona tau itu. Sejahat-jahatnya Irna. Beliau tidak akan pernah membiarkan Ilona kedinginan.
Gadis itu bergegas untuk bangun, merapikan selimut dan jaketnya. Saat memegang knop, pintu sudah terbuka. Sepertinya Irna sudah berangkat kerja ke laundry.
Beberapa menit kemudian. Ilona sudah siap dengan seragamnya, bergegas gadis itu mengunci rumah dan berangkat ke sekolah.
***
"Nana, kamu gak apa-apa?" Arumi menatap Ilona kasian, semenjak melihat dengan mata kepalanya gadis itu dikunci di kamar mandi dengan keadaan basah dan pintu terkunci.
Ilona tersenyum singkat, menggeleng. Lalu merangkul Arumi memasuki kelas. Namun, di kursinya Nico sudah duduk bersedekap. Memejamkan mata.
Ilona melepas rangkulannya dari Arumi, mencoba untuk kembali keluar kelas.
"Sampai kapan, lo ngehindar dari gue, Na?"
Suara berat milik Nico membuat langkah Ilona terhenti. Ada rasa iba yang terselubung di hati kecilnya. Ilona pun berbalik, melangkah mendekati Nico.
"Kita bicara di luar aja, Nic," ucap Ilona tanpa ekspresi.
Nico mengulas senyum, menarik tangan Ilona keluar kelas. Sedangkan Arumi tampak kesal, jelas-jelas lelaki itu sudah menyakiti Ilona. Tanpa rasa malu sedikitpun memohon-mohon pada Ilona.
"Udah gak tau malu tuh," ketus Arumi kesal.
Alden hanya menatap punggung Ilona datar. Sepertinya Alden tidak suka kedekatan Nico dengan Ilona terjalin lagi.
Nico dan Ilona duduk di taman. Hening, masih tak ada yang memulai percakapan lebih dulu. "Bentar lagi bel masuk, aku gak punya banyak waktu, Nic," ucap Ilona.
Nico menatap Ilona sendu. Perlahan memegang tangan gadis itu lembut. "Ke mana, Nana yang dulu. Yang setiap saat ada waktu buat Niconya, plis kembali, Na. Gue minta maaf," ucap Nico, suaranya terdengar berat seolah menanggung beban.
Ilona terhenyak, beralih menatap Nico cukup lama.
"Balik ya, Na. Gue benar-benar gak bisa hidup tanpa lo," ucap Nico, mempererat genggamannya.
Ilona mengembuskan napas berat, mencoba untuk tersenyum. Hatinya ikut teriris melihat wajah Nico yang murung. "Oke, aku anggap ini kesempatan terakhir kamu untuk berubah. Ingat, terkahir. Karena aku juga manusia normal, Nic."
Nico langsung memeluk gadis itu. "Makasih, Na," bisiknya.
---->> to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days with love [Versi Baru]
Dla nastolatkówGue cuma butuh waktu 30 hari. Apa gak bisa, lo pura-pura cinta sama gue?" _______ Sakit hati dan diselingkuhi membuat Nico berubah. Mulai dari tingkah lakunya yang kasar, serta kepribadian yang bodo amat terhadap lingkungan. Ilona, dia adalah gadis...