Dunia sihir beserta isinya
milik J.K Rowling
.
.
.
.
Selamat membaca :)Derak kayu bakar yang dilalap nyala api di perapian ruang rekreasi bawah tanah Slytherin sepertinya begitu menarik perhatian Lexius Snape. Malam itu ia tengah duduk di kursi tunggal berlengan, diluruskannya kedua kakinya kearah perapian, jemarinya menyatu dan sikunya berada di lengan kursi. Pandangan matanya terus terpaku kearah api yang berkobar, nampak seperti melamun namun pikirannya sedang memutar dan menyusun apa-apa saja yang ia dengar dari ibunya beberapa jam yang lalu.
Bibirnya terkatup rapat sehingga tak peduli berapa kali Kanha berteriak-teriak memanggilnya, ia tak menjawab bahkan berpaling dari api pun tidak. Dia tetap betah pada posisinya sampai malam larut dan satu-persatu anak pergi ke kamarnya masing-masing.
"Waktunya tidur, Prince of Potion" kata William si prefek, namun Xius malah meliriknya dengan mengerikan.
"Leave me alone."
"Oh, oke" kata Wiliiam dengan mimik muka terkejut "Tentu."
Dengan itu Xius kembali tenggelam dalam pemikirannya, belum –dia belum punya data apa-apa. Ibunya hanya mengatakan apa yang dilihat dan dipikirkannya, Xius tau seberapa harmonis hubungan kedua orang tuanya.
Dia tak bisa langsung percaya bahwa ayahnya telah mencurangi ibunya, sebab dia mengenal betul sosok ayahnya itu. Tapi dengan sederet kesaksian yang ibunya berikan, yaitu mengenai aroma parfum dan bahkan melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Severus Snape dan wanita lain itu bersenda gurau bahkan sampai membentuk tanda hati, juga bagaimana Severus Snape tak menyangkal tuduhan yang dilontarkan istrinya.
Xius bisa datang dan bertanya langsung kepada ayahnya, tapi tidak ada jaminan bahwa Severus Snape akan berkata jujur. Cara terbaik untuk mengetahuinya adalah dengan menyelidiki masalah ini sendiri.
Dia baru tidur saat lewat tengah malam, itupun hanya 4 jam. Belum lagi matahari terbit, Lexius Snape sudah rapi didepan cermin di kamarnya. Ia mengenakan celana panjang berwarna putih, kemeja hitam lengan panjang, dan mantel panjang yang warnanya senada dengan kemejanya.
Gerakannya rupanya membuat sahabatnya terbangun dari tidurnya, dengan mata yang setengah tertutup Kanha berkata "Mau kemana kau pagi-pagi buta sudah rapi begitu?"
"Bukan urusanmu" jawab Xius dengan ketus.
Ketika ia sampai dipintu Kanha memanggil lagi "Hey! Bolehkah aku ikut bersamamu?"
Snape muda itu berbalik dan menghela nafas "Kalau kau loyal dan dapat diandalkan seperti Watson, aku akan dengan senang hati mengajakmu. Sayangnya kau ini cerewet dan lebih mengganggu daripada membantu seperti Lestrade, maka sebaiknya Holmes ini pergi sendiri."
Kanha mengedip di tempat tidurnya "Watson? Lestrade? Holmes? Anak itu pasti mengigau" kemudian dia kembali menjatuhkan kepalanya ke bantal.
Sementara Xius kini menyusuri koridor Hogwarts yang masih sepi, mengendap-endap menuju Menara Kepala Sekolah. Setelah membisikkan kata kuncinya kepada patung gragoyle, ia menaiki tangga berputar sambil berjingkat di ujung sepatunya.
Pintu ek itu didorongnya perlahan berusaha tidak menimbulkan bunyi sedikitpun. Setelah masuk kedalam ia langsung mengambil bubuk floo diatas rak, memasang mantra senyap disekelilingnya, membuat api dengan ayunan tongkaya, dan melangkah ke perapian lantas mengatakan "Prince Manor" dengan pelan namun sejelas mungkin.
Ini memang satu-satunya cara yang ia punya untuk keluar dari Hogwarts, setelah menghilang dari perapian kantor kepala sekolah ia pun muncul di perapian perpustakaan Prince Manor. Kepalanya melongok ke kanan-kiri terlebih dahulu sebelum melangkah keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Touch of Destiny | Lexius Snape
FanfictionMengambil latar sembilan belas tahun setelah kejatuhan Pangeran Kegelapan. Lexius Snape, putra dari mantan agen ganda. Memiliki kepribadian yang sedikit berbeda dari ayahnya, dia sedang berbelanja keperluan tahun keempatnya ketika dia bertemu seseor...