XXIII. It Will Hurt You

700 100 1
                                    

Sooyoung menyeret koper kuning miliknya, menyapu pandangannya keseluruh penjuru rumah. Wanita itu tersenyum, entah mengapa, terasa sangat aneh ketika dia merasa berat hati meninggalkan tempat yang bahkan tak pernah diinginkannya.

Dulu, Sooyoung dengan terpaksa datang menginjakan kaki disana, sekarang Sooyoung juga harus terpaksa meninggalkan tempat itu.

Tak jauh dari sana, Taehyung masih duduk ditempatnya, tak beranjak sedikitpun. Tatapannya datar, nyaris kosong. Berat rasanya membiarkan Sooyoung pergi, tapi Taehyung juga tidak bisa menahan, butuh banyak waktu bagi laki-laki itu untuk mencerna semuanya dengan baik.

Tuhan mungkin maha pemaaf, tapi Taehyung hanyalah manusia, hatinya tidak semulia itu.

Dipandangnya Sooyoung yang sedang menatap nanar kearah map berwarna coklat ditangannya. Lagi, wanita itu hanya tersenyum tipis.

"Aku tidak tahu, jika kau sudah menyiapkan ini." Gumamnya.

Kemudian berbalik menghadap Taehyung, laki-laki itu masih setia menatap Sooyoung sepenuhnya.

"Aku pamit, jaga dirimu baik-baik." Ujar Sooyoung.

Tidak,

Taehyung tidak mungkin bisa baik-baik saja setelah ini.

Bahkan detik ini, dia sudah tidak baik-baik saja. Tepat satu langkah Sooyoung meninggalkan rumah, menutup pintu, Taehyung menangis.

Air mata yang ditahannya sejak tadi akhirnya keluar dari pelatarannya, bahunya bergetar hebat, wajahnya memerah padam, terbungkus cairan bening yang tak berhenti mengalir.

"Maafkan aku, Sooyoung-ah." Lirihnya ditengah isakan.

Diluar sana, Sooyoung bisa mendengar suara isakan Taehyung. Sooyoung sama sekali belum meninggalkan rumah itu, dia berdiri lama didepan pintu, masih berharap jika Taehyung menahannya meski kesempatan baginya hanya sedikit.

Jika Taehyung menangis seperti itu, mengapa dia meminta Sooyoung pergi?

Jika dia tidak baik-baik saja, mengapa dia menambah lukanya?

"Akan ku tunggu kamu, Taehyung-ssi. Aku percaya padamu. Aku mencintaimu."

Taehyung, dengarlah. Dia mengatakannya, apa kau tahu itu? Pernyataan yang selalu ingin kau dengar, namun sekarang kamu tidak mendengarnya.

.
.
.
.
.
.

Nyonya Ahn sangat terkejut ketika melihat Sooyoung yang tiba-tiba memeluknya erat, menangis dalam pelukannya. Sebelumnya Sooyoung tidak pernah memeluk ibunya seperti itu, bahkan gengsinya terlalu besar untuk menunjukkan air mata didepan sang ibu. Namun kini dia melakukannya.

Hatinya rapuh, dia butuh kompas penunjuk arah, kemana dia harus melangkah setelah ini.

Cinta itu menyulitkan, Sooyoung akui itu. Jatuh cinta ternyata tidak seindah yang orang katakan, karena ketika kamu mencintai, kamu harus siap untuk terjatuh, ketika kamu memiliki maka kamu harus siap untuk kehilangan pula, ketika kamu berbahagia kamu harus bersiap untuk berduka.

Taehyung,

Patah hati terbesar nya.

Ingatkah kalian bagaimana mati-matian nya Sooyoung menolak ketika orang tuanya memilih Taehyung sebagai pendamping hidupnya?

Perjodohan yang menurutnya sangat konyol di jaman modern seperti ini. Tapi lihat sekarang? Sooyoung menangis, tanpa Taehyung disisinya.

"Kau kenapa, eoh? Kau baik-baik saja, Nak?" Sooyoung mengangguk dalam diam, masih dengan memeluk erat ibunya.

[M] The Perfect HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang