Sudah empat hari Beam mendatangi restauran kemarin dan menjelajahi sekitaran sana. Beam berharap dapat bertemu lagi degan figur tersebut. Dia sangat kacau sekarang. Bahkan selama empat hari dia tak tidur nyenyak. Mimpi buruk itu kini sering menghampirinya. Beam akhirnya berhenti pada satu Cafe yang di dominasi oleh peralatan kayu. Tempat itu sangat nyaman untuk di singgahi. Beam melihat menu yang di dominasi dengan dessert coklat. Matanya tertuju pada puding coklat dan brownis yang masih hangat. Beam memilih temoat di paling ujung menghadap ke jendela. Berjaga jaga jika saja perempuan itu tiba-tiba melintas.
Sementara itu, Messha sudah empat hari ini mendatangi rumah sakit dan menghabiskan waktunya bersama keluarga sang ibu. Messha tak bisa menghindar karena sang ibu benar-benar datang menghampiri kediamannya dan sang ayah. Ayahnya pun membiarkan Messha untuk bersama sang ibu. Sang ayah berpikir jika hal itu baik karena Messha akan mengenal ibunya. Meskipun sang ayah tau jika Messha sangat tidak nyaman.
"Bagaimana hari mu?" Sang ayah menyambut kepulangan Messha yang dari siang hingga malam bersama ibunya.
"Biasa saja, aku lelah." Seru Messha melenggang menuju kamarnya untuk beristirahat.
"Aku tak mau lagi pergi besok, aku butuh waktuku sendiri." Seru Messha membanting pintu kamar.
Messha sadar jika seharusnya dia tak melampiaskan emosinya kepada sang ayah yang tak tahu kesulitan apa yang di rasanya hari ini.
Hari ini sang ibu benar-benar membuat Messha kehilangan wajahnya. Sang ibu membawa Messha untuk mengikuti acara pertemuan antara teman-teman sang ibu. Ntah Messha yang terlalu sensitif atau sang ibu yang tak peka dengan perasaan Messha.
Sang ibu mengatakan kepada teman-temannya jika dia tak dekat dengan dirinya karena sang anak pergi meninggalkan dirinya. Ntah maksudnya sang ibu sedang bergurau atau bagaimana, tapi Messha benar-benar kesal.
Suara ketukan di pintu membuat Messha bergegas membukanya dan mendapati sang ayah dengan wajah khawatir.
"Kau tak ingin bercerita kepada ku?" Messha menunduk mencoba menyembunyikan emosi yang sedari tadi hampir meledak.
"Aku sangat lelah sekarang, besok pagi saja." Seru Messha dingin
Sang ayah mendekat dan mencium kening Messha. "Istirahat lah, kau terlihat lelah."
Messha tak akan menangis meski dia sangat ingin menangis. Peremouan utu selalu menahan segalanya agar tak memperlihatkan kondisinya yang sedang lelah.
Pagi ini lagi-lagu hujan turun tapi hal tersebut bukan lah penghalang bagi Messha untuk pergi keluar. Sang ayah dan dirinya mendapat jamuan makan pagi bersama salah satu rekan bisnisnya. Messha yang masih mengantuk tak memperhatikan sekeliling. Selama makan pun dia cenderung diam dan tertunduk karena kantuk yang menyerang.
"Ayah, berapa lama lagi kita pulang? Aku mengantuk." Seru Messha berbisik kepada sang ayah.
"Tunggu dulu, kita akan pulang setelah makan siang di sini." Seru sang Ayah.
"Bisa kah aku pulang duluan? Aku sangat mengantuk." Seru Messha
"Kau bisa kembali ke mobil dan tidur di sana sampai makan siang nanti." Messha tak suka ide sang ayah. Tidur di mobil adalah tempat terburuk bagi Messha. Dirinya ypernah tertidur di mobil karena Ken dan Rin yang mengajaknya berjalan-jalan berjam jam. Tubuhnyabenar-benar sakit saat turun dari mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I Love you
Teen FictionMessha merasakan jantungnya terus berdetak cepat saat berdekatan dengan Beam, kekasih Marina-kembaranya sendiri.