Juni, 2014
Ruangan pribadi milik Draken di toko sepeda motor, kini diisi oleh tujuh orang manusia yang bersitegang. Saling menatap datar tanpa emosi dan diam sejak sepuluh menit yang lalu.
Izumi duduk di sofa. Dengan dua kaki yang diluruskan, menapak meja yang menyuguhkan tujuh gelas teh. Di dekatnya duduk Draken, Mitsuya, dan Inupi. Ketiga lelaki itu ada di dekatnya terus menerus sejak peristiwa siang tadi.
Sementara itu, di sofa seberang mereka duduk tiga orang dari Bonten. Mikey, Koko, dan Sanzu.
"Izzu... ini untukmu," Sanzu berujar gugup sembari meletakkan satu bungkus sandwich di atas meja. Netranya menatap hati-hati pada Izumi yang nampak tidak bersahabat.
"Untuk apa?" Izumi bertanya.
Sanzu mengalihkan pandangan sejenak lalu menggaruk belakang kepala, "Permintaan maaf atas kejadian tadi siang," jawabnya lirih. Tidak berani bicara lebih keras lagi.
Brak!
Kaki Izumi menggebrak meja. Nyaris membuat ketujuh gelas teh di sana tumpah karena getaran yang timbul.
"Hah?! Maaf kau bilang?"
Draken reflek memegangi tangan Izumi. Menarik sang surai cokelat yang ingin bangun agar tetap duduk. Mencegah agar adegan penganiayaan kepada Sanzu tidak terjadi.
"Y-yah... aku tidak tahan melihat manusia brengsek seperti dia tetap sombong bahkan dalam keadaan seperti itu. Jadi, aku menembaknya. Sungguh, aku tidak ada niat untuk mencuri kesempatanmu!" Sanzu memberi penjelasan. Kedua tangan diangkat ke atas seperti seorang buron yang ditodong pistol oleh polisi. Wajahnya nampak gugup dengan banyak keringat yang mengalir.
Izumi menggeram. Gigi-giginya bergemelatuk karena menahan amarah. Mata onyx-nya menatap Sanzu amat tajam seolah sedang bersiap menerkam.
"Izzu, ini justru bagus bukan?"
Ujaran Mitsuya mengambil alih perhatian. Lelaki berkacamata di sebelah kiri Izumi itu mencairkan suasana tidak menyenangkan dengan perlahan.
"Karena Sanzu sudah membunuh Kisaki, kau tidak perlu mengotori tanganmu," Mitsuya menyambung ucapannya.
Sang surai cokelat terdiam. Di satu sisi merasa ucapan Mitsuya ada benarnya. Ah, tidak. Tetapi, sangat benar. Berkat Sanzu, tangannya tak perlu kotor dengan darah manusia yang dibencinya.
"Itsuki pasti bersyukur bukan kau yang membunuhnya. Dia tidak akan senang melihatmu menjadi pembunuh,"
Iris malam Izumi bergulir memandang Mikey. Lagi-lagi dia pun merasa jika ucapan Mikey benar. Sama halnya dengan ucapan Mitsuya.
Akan tetapi, sesuatu dalam hatinya terasa mengganjal. Masih tidak puas. Serasa dendamnya tidak akan hilang jika bukan dirinya sendiri yang mengakhiri hidup pembunuh kakaknya.
"Maafkan aku, Izzu,"
Demi dorayaki, Izumi mendelik begitu mendapati Sanzu memasang wajah sedih. Pertama kali dari sejak mengenal orang nomor dua Bonten, Izumi baru kali ini melihat bagaimana raut wajah sedih dan penuh penyesalan dari Sanzu.
Helaan napas kasar Izumi keluar. Merasa frustasi. Entah mengapa saat ini justru dia yang terlihat seperti orang jahat karena tak kunjung mau memaafkan Sanzu.
Ditariknya kedua kaki dari atas meja. Izumi lalu duduk tegap dengan dua tangan yang menopang dagu. Sepasang onyx-nya menatap Sanzu lagi, namun dengan pandangan yang lebih halus.
"Baiklah. Akan ku maafkan."
Mata Sanzu seketika berbinar. Wajahnya pun menjadi amat senang. "Benarkah? Kau serius, Izzu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐏𝐑𝐈𝐂𝐈𝐓𝐘 ✦ ᴍᴀɴᴊɪʀᴏ sᴀɴᴏ ✔
Fanfiction- ', 𝐌𝐀𝐍𝐉𝐈𝐑𝐎 '𝐌𝐈𝐊𝐄𝐘' 𝐒𝐀𝐍𝐎 ꒱ ↷🖇 ೃ⁀➷ Memang susah dimengerti, tapi kau bisa merasakan hangatnya sinar mentari di tengah musim dingin. ────────── ● ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ ─────────...