Oktober, 2005
Izumi memandang pantulan wajahnya di cermin dengan jengkel. Meski sudah dua minggu berlalu memarnya masih ada. Di pelipis, pipi, dan bagian tubuhnya yang lain. Juga ada beberapa bekas luka yang tertinggal di tangan, kaki, dan leher.
Beruntunglah ada Emma yang mengajarinya memakai make up untuk menutupi memar di bagian wajah. Jika tidak, Izumi pasti sudah risih karena terus ditatap aneh ketika pergi sekolah atau pun bekerja.
Namun, di antara bekas luka yang tertinggal di tubuhnya kali ini, belum ada yang bisa menyamai kengerian bekas luka tusukan pisau di lengan dan perut. Terutama bekas luka di bagian lengan. Izumi bersyukur karenanya.
Tep.
Sudah berkali-kali mendapat sentuhan mendadak dari Mikey, Izumi masih belum terbiasa. Gadis ini selalu berjengit kaget setiap merasakan kulitnya bersinggungan dengan Mikey.
"Sakit?" tanya Mikey sambil mengusap memar yang ada di pipi kanan.
Izumi menggeleng, "Sudah tidak sakit lagi," jawabnya.
Saat ini mereka berada di tempat Mikey. Lebih tepatnya kamar Mikey.
Pemuda pirang itu membawa sang gadis untuk berkunjung ke rumah usai pulang sekolah. Mengajak sekaligus untuk makan malam bersama Emma dan Kakeknya, lalu kegiatan terakhir sebelum pulang tentu saja menghabiskan waktu di kamar Mikey.
Sang pemilik kamar yang awalnya tiduran di ranjang tiba-tiba sudah berada di sebelah Izumi yang duduk di sofa. Terlalu fokus pada cermin di depannya, Izumi sampai tidak menyadari pergerakan Mikey.
"Kira-kira akan hilang tidak, ya?" gumam Izumi.
Melihat gadisnya menggumam lirih dengan ekspresi murung, Mikey merasa amat bersalah. Selalu saja, setiap peristiwa yang membuat Izumi terluka ada kaitannya dengan dirinya.
"Jangan menyalahkan dirimu lagi! Sudah ku bilang ini bukan salahmu,"
Kedua sudut bibir Mikey tertekuk ke bawah, cemberut, "Dilihat dari manapun juga ini adalah salahku," ujarnya. Kepalanya tertunduk hingga rambut pirangnya yang tidak diikat menutupi seluruh wajah.
Selesai mengamati memar dan bekas lukanya, Izumi menoleh. Tangannya bergerak menyingkap rambut pirang Mikey agar tidak menutupi wajah sang pemuda.
"Kalau seperti ini, kau seperti anak kecil," ucapnya sembari menyelipkan rambut Mikey yang dia singkap ke belakang daun telinga Mikey.
"Apa itu pujian?" Mikey bertanya. Sekarang sudah tidak menunduk lagi. Binar dari dua mata cokelatnya nampak indah ketika menatap Izumi.
Senyum tipis sang gadis mengembang, "Mungkin," jawabnya singkat.
Mikey terkekeh. Merasa nyaman dengan keadaan saat ini. Ingin terus seperti ini jika bisa.
"Izzu?"
"Hm?"
"Peluk,"
Izumi menatap tajam Mikey yang baru saja meminta sesuatu yang menurutnya memalukan. Pipinya perlahan memanas karena dua iris cokelat yang memandangnya itu nampak serius dengan apa yang diucap tadi.
"Tidak mau!" tolak Izumi sambil memalingkan wajah. Tidak ingin menunjukkan bahwa dia sedang malu.
"Tidak menerima penolakan!" Mikey berkata tepat setelah Izumi selesai bicara.
Pemuda pirang ini tanpa ragu melingkarkan kedua tangannya pada tubuh Izumi. Merengkuh tubuh mungil di sampingnya. Membawanya ke dalam dekapan hangat.
"Mikey-"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐏𝐑𝐈𝐂𝐈𝐓𝐘 ✦ ᴍᴀɴᴊɪʀᴏ sᴀɴᴏ ✔
Fanfiction- ', 𝐌𝐀𝐍𝐉𝐈𝐑𝐎 '𝐌𝐈𝐊𝐄𝐘' 𝐒𝐀𝐍𝐎 ꒱ ↷🖇 ೃ⁀➷ Memang susah dimengerti, tapi kau bisa merasakan hangatnya sinar mentari di tengah musim dingin. ────────── ● ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ ─────────...