Sampai di rumah tante Sindi, pria itu mengangkat semua barang-barang ku. Kemudian tante Sindi dan Assyila tidur di kamar masing-masing. Sedangkan Rizki pergi keluar dengan membawa sepeda motornya. Aku juga tidak bertanya dia ingin kemana. Tidak peduli pada hal yang berkaitan dengannya.
Aku melihat ada lemari baru di kamar Rizki, mungkin ini untukku. Ketika ku buka, "kenapa isinya baju Rizki?" tanyaku pada diri sendiri.
"Lemari kamu yang bekas punyaku yah, Nay." katanya yang tiba-tiba muncul seperti dedemit. Aku tidak menanggapi. Aku sudah mengerti. Aku segera memasukkan semua bajuku. Dan ku letakkan beberapa berkas-berkas serta buku-buku.
"Tadi pagi kamu kemana, Nay?" tanyanya. Aku diam saja. Memasang headset ditelingaku. Pria itu hanya mengerutkan dahi dan keluar dari kamar. Aku mendengar suara sepeda motor. Mungkin dia pergi lagi. Dasar aneh sekali.****
Seperti biasa akulah bangun awal pagi. Pukul 04:30 Wib, setelah sholat tahajjud. Aku menunggu azan sholat subuh. Selesai sholat subuh. Aku melihat tempat tidur kosong. Aku segera keluar kamar. Di dapur, aku melihat tidak ada bumbu dapur bahkan kompor mereka sangat bersih. Aku mencoba mencari sesuatu yang dapat ku masak. Namun, sayang tidak ada.
"Kami enggak masak. Kami selalu catering, Bunda kan enggak bisa masak." ucap Rizki yang sekali lagi datang secara tiba-tiba dengan wajah yang kusut sekali dan rambutnya berantakan. Dia menyandang jaketnya dan berjalan sempoyongan menuju kamar. Aku mencium bau yang menyengat. Aku seperti mengenali bau ini yang berasal dari Rizki. Pria itu langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Sepatunya masih terpasang dan matanya terpejam.
"Kamu mabuk?" tanya ku. Rizki tidak menjawabnya. Aku menarik jaketnya.
"Jawab, Ki! Kamu mabukkan?" tanyaku sekali lagi. Dia tak mengubrisnya. Lalu dia mengangkat badannya. Posisinya dia sedang duduk sembari terbatuk. Aku bisa mencium bau alkoholnya yang sangat menyengat. Bahkan saat dia berbicara, baunya sangat luar biasa. "Ssssttt... nanti Bunda tahu. Uhukk... Hukk... Kau pikir aku akan baik-baik saja setelah apa yang terjadi? Ehmm... Miras adalah ketenanganku! Aku sedang ingin tenang. Aku ingin Lia, Lia, Lia... shshshsh...." ucapan Rizki pagi itu sangat kasar sekali. Dia berani membentakku. Dia juga menyebut nama kekasihnya. Aku tahu mungkin dia juga sakit hati atas perlakuan kekasihnya padanya. Tapi kenapa harus mabuk? Aku juga tidak mau kalah. Tanganku yang sudah gatal. "Prakk...!" satu tamparan melayang di pipinya hingga membekas dan menyadarkan dia sepenuhnya. Dia melihatku sembari memegang pipinya. Aku meninggalkannya.
Tante Sindi dan Aasyila sudah bangun. Aku kira mereka mengetahui kelakuan Rizki pagi ini. Ternyata mereka juga tidak tahu. Aku mendengar tante Sindi menelepon cateringnya.
"Jangan catering deh, Tan." kataku. Kami duduk di meja makan.
"Bunda enggak bisa masak, Kak." jawab Aasyila.
"Biar kakak yang masak. Kalau catering, menurut kakak sih boros."
"Nanti kamu repot, Nay." sahut tante Sindi.
"Sudah biasa, Tan. Naya sudah biasa bangun pagi." jawabku. "Disini, dimana pasarnya? Biar Naya belanja."
"Jangan manggil tante lagi, Nay. Panggil Bunda dong!" kata tante Sindi. Aku langsung tertegun dan menganggukkan kepala saja. "Yaudah nanti biar ditemani sama Rizki." sambung tante Sindi. Sebelum ke pasar, aku mandi dahulu. Lalu Rizki mengantarkan ku. Sampai di rumah, aku meracik segala bumbu. Satu jam masakan sudah siap. Di meja makan, kami sarapan bersama. Tante Sindi orangnya pembersih, dia juga sudah mandi. Aasyila juga sudah rapi dengan seragam SMA. Dan pria itu juga sudah rapi dengan kemejanya. Mereka memuji rasa masakan ku, kecuali Rizki yang masih diam saja. Tante Sindi melihat ke arahnya dan memperhatikan pipi yang merona seperti kepiting rebus.
"Pipi kamu kenapa, sayang?" tanya tante Sindi pada putranya. Rizki malah melihatku dengan tersenyum. Aku jadi merasa bersalah dan sedikit jijik melihat dia tersenyum. Tante Sindi juga seperti langsung mengerti dan tersenyum. Kecuali Aasyila yang tak memperdulikan.
"Tanya menantu Bunda." jawab Rizki disertai tawa.
"Hahaha... Enggak ah. Itu privasi kalian." jawab tante Sindi. Aku hanya menunduk. Rizki menjebak ku. 'Dasar menjijikkan.' batinku. Aku paham yang dimaksudkannya. Selesai makan, kami semua pergi. Tante Sindi tinggal sendirian. Rizki mengantarkan Aasyila ke sekolahnya dan dia mengantarkan ku ke tempat Perusahaan Pram.
"Kabari kalau mau dijemput. Nanti asisten ku yang jemput. Hari ini aku ada meeting." katanya sewaktu aku hendak melepaskan sabuk pengaman dan membuka pintu. "Enggak perlu!" jawabku dan membanting pintu mobilnya.****

KAMU SEDANG MEMBACA
Balai Rindu
General FictionCerita tentang perjodohan tanpa direncanakan oleh kedua pihak keluarga. Perjodohan ini dilakukan untuk menyelamatkan kehormatan keluarganya. Akankah mereka berdua saling menerimanya? Oke sebelum kalian baca jangan lupa vote, follow, dan letakkan di...