1. Pemeriksaan

941 135 5
                                    

"Selamat pagi anak-anak!" sapa Pak Hujan kepada murid-muridnya.

"Pagi, Paaakk!"

Pak Hujan menggelengkan kepalanya. "Haduh kalian ini pada lemes banget sih? Kayak bapak dong, semangat ceria berseri," ujarnya sambil menunjukkan senyum matahari, alias senyum yang sangat cerah seperti sinar matahari di siang hari.

"Di gigi bapak ada cabe!" seru salah satu murid lalu dihadiahi tawaan oleh murid-murid lain dan juga guru di sana. Sedangkan Pak Hujan dengan cepat membalikkan badannya lalu mengambil cermin kecil di sakunya untuk memeriksa apakah di giginya ada cabai atau tidak. Ternyata tidak ada, dasar murid jahil.

"Oke bapak lanjut saja, ngobrol sama kalian bikin lama. Hari ini akan ada pemeriksaan kondisi tubuh kalian sama kakak-kakak ini." Pak Hujan menunjuk ke arah beberapa orang yang berdiri di ujung aula, dari pakaiannya kelihatannya mereka bekerja di bidang kesehatan.

"Nanti kalian diperiksa giginya, matanya, berat badan, tinggi badan, dan lain-lain lah intinya kalian juga pasti udah pernah kan pas SMP. Gak mungkin gak pernah," kata Pak Hujan. Para murid hanya menganggukkan kepalanya tanda mereka mengerti dengan penjelasan sang guru.

"Kalian juga bakal dikasih obat-obatan, dan disuntik vaksin biar sistem kekebalan tubuh kalian meningkat jadi kalian gak gampang sakit." Saat mendengar kata "suntik" beberapa murid protes tidak mau disuntik karena alasannya sakit, tidak berani, phobia benda tajam, dan banyak alasan lainnya.

"Asyusyusyuh! Gak ada alesan, ini kan demi kebaikan kalian sendiri juga. Kalo sehat kalian yang enak," bantah Pak Hujan kepada alasan-alasan yang diucapkan anak muridnya.

"Ya sudah segitu aja sih dari bapak, sekarang kalian kembali ke kelas masing-masing. Nanti tunggu nama kalian dipanggil lewat speaker baru kalian kembali lagi ke sini ya," perintah Pak Hujan. Setelah dibubarkan, seluruh murid kembali ke kelasnya masing-masing untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.

"Males banget gak siihh pake suntik-suntik segala, udah tau disuntik kan sakit. Gue gak suka," keluh Yuna murid kelas 2A Ragair Academy.

"Gak sakit kok, lo aja yang lebay, Yun," balas Yujin, teman sekelas Yuna. Yuna mendengus kesal, padahal ia benar-benar kesakitan kalau disuntik.

"Park Sunghoon kelas 3A, Shin Yuna kelas 2A, Shim Jayoon kelas 1C dimohon untuk segera ke aula untuk pemeriksaan."

"Hah?! Kok udah dipanggil lagi aja? Duduk belom ada 10 menit guee," gerutu Yuna.

"Yaudah gih lah sana ke aula, good luck!" ujar Yujin sambil mengangkat kedua tangannya yang dikepal berharap itu bisa mengurangi rasa takut Yuna. Tapi tetap saja anak itu ketar-ketir membayangkan rasa sakit saat jarum suntik menembus ke kulitnya.

"Jin, lo gantiin gue aja deh. Dapet vaksin double gak bikin mati juga kan, udah sana lo wakilin gue." Yuna mendorong Yujin keluar dari kelas.

"Dih gak mau lah gila, udah sana buruan ah lama deh." Yujin menarik tangan Yuna lalu mendorongnya mendekat ke arah aula. Yuna pun berjalan ke aula dengan raut wajah pasrah. Sebelum masuk ia berdiam diri sebentar di depan pintu untuk menenangkan dirinya. Ia berdoa semoga nanti Tuhan menghilangkan sensor rasa sakitnya sementara sehingga ia tidak kesakitan saat disuntik.

"Woy minggir," tegur seseorang di belakang Yuna. Yuna pun menolehkan kepalanya, berdiri seorang lelaki tinggi berambut hitam dan hidung bagaikan perosotan, Park Sunghoon namanya.

"E-eh iya maap Kak maap." Yuna menggeserkan badannya agar ia tidak menghalangi pintu aula. Tanpa berlama-lama, Sunghoon pun masuk ke dalam aula.

"Hai Kak Yuna, mau masuk bareng?" tawar adik kelasnya yang ber-nametag Shim Jayoon.

ÉvasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang