11. Kita Harus Hidup

383 101 23
                                    

Haruto menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Gak mungkin ...."

Kini mata mereka menatap ke satu hal yang sama. Perempuan berambut hitam panjang yang merupakan anggota Tim Biru kini terbaring tak sadarkan diri di lantai laboratorium dengan bagian dadanya yang bersimbah darah. Bulatan berwarna biru di tangan perempuan itu pun sudah memudar.

Perlu diketahui, walaupun Sunghoon tidak mendorong Minhee saat suara desingan pistol muncul, Isa akan tetap tertembak. Dengan kata lain, saat misi berlangsung, Isa berdiri tepat di depan Minhee dan menjadi tameng lelaki itu.

"Kak Isa ... gak mungkin ...." Mata Yujin seketika berkaca-kaca melihat perempuan yang terbaring itu. Ia tidak ingin menerima fakta kalau hal ini benar-benar terjadi. Ini keterlaluan, benar-benar keterlaluan. Permainan ini sudah memakan lebih dari satu korban dan tidak menutup kemungkinan akan bertambah nantinya.

"Bawa barang yang sudah kalian ambil ke aula."

"Haruto, kasih jasnya ke Minhee. Hee, lo bawa jasnya ke aula. Gue, Haruto, sama Yujin urusin semua ini," perintah Sunghoon cekatan. Lantas mereka semua melakukan apa yang lelaki itu perintahkan dengan segera. Minhee pergi ke aula dengan jas lab ukuran XL di genggamannya.

"Kak ... gimana ini? Nanti kak Jay gimana? Kita harus apa, Kak?" tanya Yujin penuh cemas, ia tidak sanggup melihat langsung tubuh Isa yang penuh darah.

Sunghoon menghela napasnya, mau bagaimanapun dirinya juga manusia yang bisa merasa shok melihat tubuh seseorang yang bersimbah darah seperti ini. "Gue bakal ajak Jay ngobrol dulu, Yujin mending lo samperin temen cewek lo, tenangin diri lo. Haruto, lo juga ikut gue deh ngomong sama Jay."

Mereka pun bergegas keluar dari laboratorium. Setelah mereka bertiga keluar, dengan cepat Sunghoon menutup rapat pintunya agar tidak ada celah.

"Isa mana?" tanya Jay yang sedari tadi tidak mendapati perempuan berambut panjang tidak muncul dari pintu laboratorium.

Tanpa seizin Yujin, tangis perempuan itu pecah. Walaupun Isa bukan teman dekatnya, ia tentu merasa sangat terpukul kehilangan teman perjuangannya malam ini. Semua anggota perempuan Tim Biru sudah gugur selain Yujin.

Tangisnya membuat anggota tim merah menatapnya bingung. Dalam hati mereka bertanya-tanya kejadian apa yang terjadi di laboratorium. Seberat apa misinya sampai seorang Yujin bisa menangis hebat?

"Kenapa sih? Ada apa?" tanya Jake. Semua anggota Tim Merah tidak tahu apa yang terjadi di dalam laboratorium, bahkan mereka tidak bisa mendengar suara apa pun saat Tim Biru sedang menjalankan misinya.

Sunghoon menumpukan tangannya di atas pundak Jay. "Gue minta maaf, Jay," ujarnya lirih dengan kepala yang tertunduk.

Jay semakin merasa heran. "Kenapa? Ngomong yang jelas, minta maaf buat apaan?" tanyanya. Entah kenapa jantungnya berdegup dua kali lebih kencang.

"Isa ... Isa udah gak ada, Jay."

Kalimat itu seakan-akan menusuk ulu hati Jay dengan sangat kuat. Ia terluka, tetapi tidak ada yang bisa melihatnya. Hatinya terasa hancur lebur. Kakkinha berlari masuk ke dalam laboratorium. Ia menghampiri Isa yang terkapar di tengah ruangan.

Ia melingkari tangannya di bagian pundak perempuan itu. Tangan yang satunya mengelus pelan wajah Isa. Sekuat apa pun dirinya, melihat seseorang yang ia sayangi pergi meninggalkannya akan membuat air matanya mengalir deras.

ÉvasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang