13. Melawan Bayangan

320 91 16
                                    

Kini mereka semua sedang berkumpul menunggu Minhee dan Jay kembali dari aula. Pada akhirnya Jay mengajukan dirinya untuk menggantikan Yuna sebagai leader dari Tim Merah.

"Ini semua gak masuk akal," celetuk Taeyoung dengan wajahnya yang kusut dan terlihat kelelahan. "Siapa yang nusuk Yuna? Dia dateng dari mana? Kapan? Terus sekarang orang itu ada di mana?" tanyanya bertubi-tubi.

Jake mengangguk tanda setuju. "Ini semua itu kayak ...." Jake menggantung kalimatnya tanpa menyadari semua orang menunggu lanjutannya. "Kayak mim—"

Belum selesai Jake mengatakan dua kata terakhirnya. Tiba-tiba sekumpulan orang berpakaian serba hitam dan tudung hitam menyerbu mereka. Di tengah meja kantin mereka dikepung dan tidak ada jalan untuk menerobos.

"Gue kaget bangsat. Ini ada apaan dah?" tanya Jake panik. Ia memasang posisi siaga, berjaga-jaga kalau tiba-tiba sekumpulan orang misterius itu menyerang mereka.

"Woy! Misi selanjutnya melawan bayangan!" seru Minhee dari kejauhan. Ia dan Jay berlari sekuat tenaga berusaha memberikan informasi yang mereka dapatkan dari aula.

"Apa pun yang terjadi, pokoknya jangan sampe mati!" pekik Jay.

Satu persatu orang dengan pakaian serba hitam itu menyerang Jake dan yang lainnya. Perkumpulan itu seakan-akan tidak kenal kata iba, mereka memukul, menendang, dan membanting anggota Tim Merah dan Tim Biru tanpa ampun.

"Babe!" Wonyoung dengan cepat menghampiri Haruto yang tergeletak di lantai kantin dengan ujung bibir yang terluka. "Babe, kamu gapapa?" Tidak sempat memeriksa keadaan Haruto, Wonyoung kembali berdiri. "Kurang ajar lo setan!" Ia mengambil kursi kantin yang terdekat dan melemparnya ke arah manusia bertudung hitam itu.

"Nyoung, kalem! Itu kursi hampir nimpa gue anjer!" seru Taeyoung yang hampir menjadi korban lemparan kursi. Lelaki itu kembali fokus melawan salah satu orang bertudung hitam itu. Tak lama matanya menangkap orang lain yang hendak menancapkan sebuah belati di tubuh Jihan.

"Jihan! Awas!" Dengan kecepatan kilat lelaki itu mendorong tubuh Jihan hingga perempuan itu membentur meja. Napasnya tercekat saat merasakan tajamnya benda besi menembus di dadanya. Lambat laun tubuh lelaki itu melemas.

Jihan merintih kesakitan. Ia perlahan bangkit, mendapati Taeyoung yang terdiam kaku dengan belati menancap di dadanya. "Kak Taeyoung!" Ia hendak menghampiri lelaki itu namun hal tidak diduga terjadi.

Lelaki itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Tanpa ragu Taeyoung menggunakan sisa tenaganya untuk melepas belati itu dari dadanya dan melemparnya pelan ke arah Jihan. Ia yakin dengan pilihannya untuk membiarkan darah mengalir deras daripada harus melihat seorang perempuan dibiarkan sendiri tanpa senjata apa pun yang membantunya.

"Jangan!" Jihan hendak menghentikan Taeyoung namun semuanya sudah terlambat. Belati itu sudah tergeletak di lantai dan Taeyoung mulai mengalami pendarahan hebat.

"Jaga diri lo," bisik Taeyoung. Beberapa detik kemudian lelaki itu terkapar tak berdaya.

Air mata yang seharusnya Jihan habiskan untuk menangis meratapi kepergian teman seperjuangannya terpaksa ditahan karena keadaan tidak mengizinkan. Ia mengambil belati yang sudah berlumuran darah dan menjadikan benda itu senjata.

Ia menancapkan belati itu di tubuh semua orang bertudung hitam yang mendekatinya. Tidak peduli dengan darah yang menodai pakaiannya dan juga wajahnya. Ia akan membuktikan kalau dirinya bukan perempuan lemah yang hanya mengandalkan orang lain.

ÉvasionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang