Ini benar-benar mohon dengan sangat. Kosongkan kefanatikan sebelum membaca karena konten part ini mungkin akan sangat mengusik dan membuat bertanya-tanya. Atau seenggaknya, tahan diri untuk nggak mempertanyakan apa pun sebelum penjelasan tuntas sampai di akhir part. Jadi, bacanya jangan setengah-setengah, bahaya.
-o0o-
Aeera tampak kikuk diperhatikan seintens itu oleh lelaki di depannya dan Edsel. Terciduk, mungkin itu kata yang tepat untuk sekarang ini. Terlebih, ekspresi Maruta yang sangat datar, bahkan lebih datar dari biasanya, sukses membuat Aeera bingung sendiri. Apa ia melakukan kesalahan? Padahal, saat berbicara di telepon tadi masih biasa saja.
"Maruta?" panggil Aeera.
"Bisa kamu masuk ke rumah sekarang?" Maruta menghela napas panjang. "Ada yang perlu aku bicarakan dengan Edsel."
Tanpa bertanya lebih lanjut, perempuan itu meninggalkan keduanya. Meski penasaran, tetapi Aeera paham kapan harus bertanya dan kapan harus diam.
"Jangan bilang kamu marah karena Aeera sama aku?" Pandangan ganjil dilayangkan oleh Edsel. Sebelah alisnya sudah dinaikkan tinggi. Setelah mendapati gelengan dari Maruta, ia mengembuskan napas lega. Sungguh, Edsel tak mau bermasalah dengan Maruta.
"Bukan itu," jawab Maruta. Ia lantas mengangsurkan ponsel, meminta Edsel membaca tulisan yang tertera di sana. "Apa menurut kamu aku egois jika aku melakukan hal yang sama seperti saat itu?"
Edsel tak bisa berkata-kata. Pandangan pemuda itu seketika berubah nanar. Kedua tangannya mengepal kuat-kuat, lengkap dengan ponsel Maruta di salah satunya.
Bermenit-menit bertahan dalam hening, akhirnya Edsel berujar, "Aku nggak bakal biarin kamu, Rut. Udah cukup Aeera kayak orang nggak punya tujuan hidup waktu itu karena Banyu. Kamu lupa siapa yang bisa buat dia perlahan bangkit lagi? Kamu, bukan Kak Bayu, Nami, aku, atau Harsa. Sekarang kamu mau nurutin kakak kamu itu? Ngilang dari hidup Aeera, are you crazy?"
Tanpa sadar, Maruta mengacak rambut dengan kasar. Ia benar-benar tidak tahu harus apa sekarang. Di satu sisi, ia berpikir sama dengan Edsel, sementara di sisi lain ia tahu bagaimana kakaknya itu.
"Inget status kamu, Maruta," tukas Edsel.
"Aku sangat paham, Edsel. Aku belum pernah memiliki orang berharga dalam hidup selain ayahku. Kisah dengan ibu kandung pun menyakitkan. Sampai, aku bertemu kalian, bertemu Aeera. Mungkin kalian berpikir bahwa Maruta adalah orang yang tidak pernah membutuhkan orang lain, lelaki yang terbiasa hidup di jalanan dan tanpa empati, atau mungkin makhluk antah berantah seperti yang dikatakan Aeera."
Maruta sengaja menghentikan ucapannya dan hal itu membuat Edsel semakin tak paham. Meski begitu, Edsel tetap diam, menanti Maruta menyelesaikan perkataannya.
"Aku selalu memikirkannya diam-diam, membiarkan kalian berasumsi semau kalian. Nyatanya, aku tidak bisa berhenti sedetik pun memikirkan semua yang terjadi. Aku benar-benar ingin melindungi Aeera, Edsel," pungkas Maruta.
Sempat menghela napas panjang sejenak, Edsel menepuk jidat setelahnya. Ia tidak menyangka bahwa Maruta bisa sebodoh itu. Benar yang sering dikatakan Aeera, cinta itu memuakkan.
"Stop bertindak bego, Maruta. Kamu pikir kakak kamu itu akan berhenti kalau kamu ngelakuin apa yang dia minta? Juga, sejak kapan seorang Maruta Syailendra milih cara gegabah dan mudah kayak gitu? Dan asal kamu tahu, Maruta ... apa yang digunain kakak kamu buat ngancem itu, udah lebih dulu ditolak mati-matian sama Aeera."
Maruta bingung jelas saja. Apa makud pemuda itu? Sambil mengerutkan dahi, Maruta kembali membuka suara, "Maksud kamu?"
Edsel memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan diri. Perlahan, dimasukkannya dua tangan ke saku celana. "Keluar dari Gantari tadi, Aeera dicegat sama kakak kamu. Dia juga diberi penawaran yang sama. Meninggalkan kamu dengan jaminan hidup tanpa gangguan ... atau tetap stay dengan kemungkinan kamu bakal celaka dan Banyu sialan itu ngusik dia lagi. Aeera tetap Aeera dengan pendiriannya, dia milih ambil risiko. Sementara kamu, mau nyerah gitu aja? Pengecut!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Logika Jentera (Completed)
General FictionKekecewaan memang membawa Aeera pada titik "menihilkan" Tuhan. Namun, bagaimana jika ia bertemu dua sosok yang sukses menyudutkannya habis-habisan perihal penyangkalannya, mengenalkan logika jentera, berputar tanpa henti? Sedang, Maruta dan kawan-ka...