Beberapa orang yang tak sengaja mendengar pertanyaan Aeera, ikut menjatuhkan rahang. Sebagian berpikir bahwa Aeera sudah gila karena menyalahkan Tuhan, sebagian lagi justru iba. Mereka merasa bahwa Aeera telah melewati hari-hari yang berat sampai mempertanyakan hal tersebut.
Gama sendiri, memiliki pandangan yang berbeda atas pertanyaan-pertanyaan itu, begitupun Anya.
Setelah perhatian orang-orang mereda, Gama baru membuka suara, meski beberapa ada yang masih mencuri dengar. "Katakanlah masalah kita adalah ulah Tuhan dan Tuhan yang harus bertanggung jawab, tapi tanpa bertanggung jawab pun, bukan Tuhan yang akan rugi. Kita, Aeera. Mungkin kita memang objeknya Tuhan, tapi kita tetap subjek untuk hidup kita sendiri."
Aeera cermat mendengarkan, meski belum bisa sepenuhnya menerima.
"Egois? Tuhan tidak pernah egois, justru manusia yang selalu ingin kemudahan, hingga menganggap Tuhan terlalu egois karena tidak memenuhi ekspektasi buta manusia akan itu. Masalahnya bukan terletak pada Tuhan, Aeera. Keegoisan manusia sendiri, yang sering terlalu angkuh untuk mengakui bahwa Tuhan memang Maha Kuasa. Segala sesuatu memang asalnya dari Tuhan, tapi jangan jadikan Tuhan pelampiasan hanya karena kamu merasa terlalu payah saat menghadapi masalah."
Pandangan mata Aeera berubah nanar seketika. Ia menunduk dalam setelahnya, tak mau lagi menatap manik mata Gama yang sarat intimidasi.
Seakan tak memberi jeda pada Aeera dari rasa kalut, Gama kembali menyerangnya dengan sebuah kalimat telak, "Lagi pula, kamu sama sekali tidak berhak menyebut-nyebut dan menyalahkan Tuhan saat kamu sendiri ragu akan adanya Tuhan. Bukan begitu?"
Dua tangan Aeera yang berada di pangkuan mengepal kuat. Belum pernah ia mendapat pukulan setelak ini sebelumnya. Tidak dari Maruta ataupun orang lain, baru Gama yang benar-benar berhasil melukai egonya.
Saat mengangkat kepala dan kembali menatap Gama, mata Aeera sudah memerah. Egonya benar-benar terluka kali ini. "Jadi, aku nggak pantas menyebut Tuhan?"
Anya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Sepertinya, ucapan Gama memang sudah melewati batas. Sementara lelaki itu, masih memasang ekapresi datar tanpa menunjukkan emosi tertentu.
"Gama, udah cukup," pinta Anya.
"Belum, Anya. Aeera harus sadar, bahwa yang selama ini dia lakukan itu bukan mencari agar kembali, melainkan mencari lebih banyak alasan untuk melakukan pengingkaran. Sepertinya, Maruta terlalu membebaskan kamu sampai sejauh ini, Aeera." Gama menyandarkan punggungnya dan menatap lurus perempuan itu.
Sebagian kuku jari Aeera yang memang panjang sudah menancap di telapak tangan saking kuatnya mengepal. Terlalu menyakitkan mendengar lontaran kata-kata Gama.
"Sedekah itu sunnah dalam Islam dan wujud kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat secara umum. Jika tidak mau, jangan lakukan. Tidak akan ada yang mati tanpa sedekah dari kamu. Masih ada banyak orang di luar sana yang rela memberi tanpa menghitung-hitung, tanpa protes kenapa Tuhan menjadikan mereka seperti itu. Tuhan tidak semiskin itu hingga menunggu kamu bersedekah, Aeera. Tidak."
Ingin sekali Aeera berteriak kencang-kencang, mengumpat ke arah Gama yang masih terlihat sangat santai, padahal dirinya berusaha mengendalikan diri mati-matian. Batinnya sungguh dikoyak habis-habisan, entah dengan kesadaran dan logikanya yang juga tengah bergejolak luar biasa.
Mata perempuan itu sudah berkaca sejak tadi dan ia tidak yakin seberapa lama akan mampu menahannya untuk tidak jatuh. Di tempatnya, Anya pun sama. Ia tidak tahu bagaimana caranya menghentikan Gama.
"Rezeki?" Gama terkekeh singkat. "Ya! Tuhan memang menyiapkan rezeki untuk semua makhluk, tapi seberapa pentingnya kamu untuk Tuhan, sampai minta disuapi rezeki tersebut? Kamu pikir kamu bisa kenyang jika hanya mengeluh lapar tanpa berusaha? Kamu pikir kamu bisa bahagia jika hanya meratapi hidup dan sibuk menyalahkan Tuhan? Jangan konyol, Aeera. Kamu, aku, bahkan mungkin semesta ini tidak penting dan tidak dibutuhkan oleh Tuhan, tapi kita ... sampai kapan pun akan membutuhkan Tuhan. Ah ... aku lupa, kamu sedang berusaha membunuh Tuhan. Bagaimana mungkin kamu membutuhkan sesuatu yang berusaha kamu bunuh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Logika Jentera (Completed)
General FictionKekecewaan memang membawa Aeera pada titik "menihilkan" Tuhan. Namun, bagaimana jika ia bertemu dua sosok yang sukses menyudutkannya habis-habisan perihal penyangkalannya, mengenalkan logika jentera, berputar tanpa henti? Sedang, Maruta dan kawan-ka...