Part 2

573 92 6
                                    

Enjoy!

•••

Aeera dan Maruta terdiam di tempat duduk masing-masing. Gama beserta Anya sendiri sudah pergi beberapa menit yang lalu. Mereka sibuk dengan pikiran yang sama. Apa mereka bisa memenuhi syarat yang diajukan Gama?

“Rut, awalnya dia nggak kenal kita. Kok, tiba-tiba dia minta ditemuin sama Edsel atau Harsa?” Aeera mengangkat tinggi sebelah alisnya. Telunjuknya mengetuk meja dengan tempo teratur. “Apa mereka satu spesies sama kamu yang kayak cenayang?”

Ruta berdecak pelan, tetapi raut wajahnya masih tenang. “Memang siapa yang tidak mengenal dua sahabatmu yang notabene lulusan terbaik wisuda kemarin itu? Sebelum upacara kelulusan, sepak terjang mereka di kampus juga tidak bisa dianggap biasa saja, terutama Harsa.”

Aeera mengangguk beberapa kali. Benar juga. Kedua sahabatnya itu memang cukup terkenal meski tidak pernah benar-benar melakukan hal yang bisa menaikkan nama mereka. Sangat berbeda darinya, yang sempat menjadi perbincangan karena setahun mengambil cuti. Apa boleh buat? Alhasil, Edsel, Harsa, dan Nami berhasil lulus tepat waktu, mendahului dirinya yang masih sibuk dengan skripsi.

“Iya, aku tahu, tapi kenapa dia bisa berpikir kalau aku dekat dengan Harsa dan Edsel? Kamu sendiri paham setelah hari itu aku nggak sedekat itu dengan mereka berdua karena kesibukan. It sounds weird, Maruta.” Gadis itu duduk menyamping, menghadap Maruta. Jelas kentara ekspresi bingung di wajah Aeera.

Exactly, kamu tidak sejauh itu dengan mereka. Meskipun aku tidak selalu melihat interaksi kalian di kampus, tapi aku paham. Di sisi lain, berarti, kamu cukup dikenal meskipun tidak dengan nama.”

Aeera berdecak sebelum memutuskan berdiri. Kursi plastik yang tadi didudukinya pun terdorong ke belakang cukup keras. Ia mengibaskan tangan di depan wajah. “Udah, ah. Nanti aku hubungi Harsa sama Edsel dulu. Paling juga mereka sibuk sama urusan masing-masing. Aku juga masih ada janji dengan Nami sejam lagi, kebetulan dia free.”

Maruta mendongak. Posisinya yang lebih rendah dari Aeera, membuat lelaki itu dapat memandang wajah Aeera dari bawah.

Rambut yang selalu dipotong sebahu oleh perempuan itu bergoyang pelan akibat sapuan angin dari kipas yang tertempel di dinding. Namun demikian, masih terlihat buliran keringat di keningnya. Sejenak, senyum cerah dilayangkan Aeera pada lelaki itu.

Maruta ikut tersenyum tipis dan bergumam, “Senyum itu seharusnya milikmu yang dulu, Ra. Cepat pulih dari pencarian membingungkan itu.”

“Apa? Kamu ngomong sesuatu?” Aeera agak membungkukkan tubuh.

Ruta menggeleng, masih dengan senyum di bibirnya. “Tidak. Aku ada urusan setelah ini. Kamu bertemu Nami sendiri tidak apa-apa, 'kan?”
Perempuan itu hanya mengangguk.

•••

“Kamu nggak ada niatan lanjut S2, Nam?”

Pandangan Nami menerawang ke luar jendela, menatap orang yang lalu lalang di trotoar, juga kendaraan yang sesekali saling serobot di jalan raya.

Perempuan itu kembali fokus pada Aeera di hadapannya. “Aku ingin, Ra. Terlebih, menjadi seorang psikolog harus lulus S2 lebih dulu, tapi aku tidak mungkin membebani paman dan bibiku lebih jauh. Setidaknya, aku harus memiliki sedikit tabungan untuk melanjutkan pendidikan. Makanya aku kerja di kafe ini, 'kan?”

Aeera mengangguk mafhum. Diraihnya sepotong kentang goreng dari atas piring dan memakannya.

Nami mengamati Aeera lekat. Tiap gerakan gadis itu tak lepas dari penglihatan Namrata. Sejenak, alisnya tertaut, lantas berkata, “Ra, apa kamu mulai kembali?”

Perempuan bernama lengkap Aeera Sedayu itu melongo. Ia bahkan belum sempat memakan sisa potongan kentang di tangan. Matanya menyorot bingung pada Nami. “Maksudnya?”

Logika Jentera (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang