Sudah kesekian kalinya aku menghela napas, merasa bosan dengan situasi yang sedang ada di depan mata. Keluarga besarku memang tengah berkumpul, lebih tepatnya karena ada acara lamaran. Aku? Oh … jangan tanyakan. Sejak datang, aku sudah menjadi pajangan di pojok ruang, tak berniat bergabung dengan mereka.
Semakin muak dengan obrolan basa-basi itu, aku memilih pergi diam-diam lewat pintu belakang, menyelinap di antara banyaknya hantaran yang diabaikan. Belum sempat menghirup udara malam, aku dikejutkan oleh Nenek. “Pasti mau kabur lagi! Kebiasaanmu itu, loh. Diingetin nggak pernah digubris. Keras kepala.”
Dasar aku yang kelewat tak peduli, hanya kujawab dengan gumam tak jelas dan langsung pergi. Dasar tak sopan, begitulah aku.
Aku memilih duduk sendirian di teras rumah tetangga dan berbalas pesan dengan teman. Kutanyakan padanya apa aku memang keras kepala. Ah … tentu saja aku kepikiran.
“Menurutku, kamu tidak keras kepala. Kamu hanya teguh pada pendirianmu. Kamu punya prinsip.” Kubaca sederet pesan itu cepat. Tak lama, sebuah pesan kuterima lagi. Katanya, “Asal berani bertanggung jawab atas prinsipmu. Lihat situasi juga, karena walaupun benar, tetap ada yang harus dilakukan dan tidak dilakukan.”
Ya … malam ini berakhir dengan aku yang senyum-senyum sendiri, menyadari bahwa dia kembali berhasil menyindirku, sama seperti hari-hari sebelumnya.
•••
Buat Mas-Mas yang aku maksud, semoga Anda nggak baca. Malu dong kalau ketahuan dua kali. Yang pertama di Lintas Rasa yang bagian pembahasan tersesat. Kukira doi lupa pernah ngomong gitu😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Rhythm Rhapsody
Short StoryONESHOOT (Cerpen, flashfiction, fiksi mini) Apa yang diciptakan oleh Tuhan, selalu memiliki iramanya masing-masing. Hewan, tumbuhan, benda mati, manusia, detak jantung, hingga peredaran darah dalam urat nadimu. Kesan bahagia akan selalu ada, tak ped...