“Lihat telapak tanganku, deh!” Lihyan mengangsurkan tangannya pada gadis berambut ombre itu.
Bukannya mendapat respons seperti yang diinginkan, tangan Lihyan justru ditepis dengan kasar.
“Tidak apa jika tidak mau. Kalau begitu, lihat telapak tanganmu sendiri.”
Setengah hati Zura menuruti ucapan lelaki itu. Lebih baik menurutinya daripada mendengar ocehan tiada henti.
“Tidak ada apa-apa di telapak tanganku,” tekan Zura.
Lihyan terkekeh singkat. “Memang, aku hanya memintamu melihatnya. Bukan berarti di sana ada sesuatu.”
Zura sudah bersiap melayangkan pukulan pada lengan Lihyan, tetapi tiba-tiba terhenti di udara. Seketika ia berdecak, tidak tega rasanya. “Apa mau kamu sebenarnya?”
“Maaf membuatmu kesal. Aku hanya ingin bertingkah layaknya orang yang bisa melihat. Ternyata seru. Pasti garis tangan ciptaan Tuhan benar-benar sempurna. Iya, kan, Zura?”
Cukup sudah, berbicara dengan Lihyan sama saja dengan melakukan bom bunuh diri untuk Zura. Iya, bom berupa rasa bersalah dan sindiran di waktu bersamaan.
19 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Rhythm Rhapsody
Kısa HikayeONESHOOT (Cerpen, flashfiction, fiksi mini) Apa yang diciptakan oleh Tuhan, selalu memiliki iramanya masing-masing. Hewan, tumbuhan, benda mati, manusia, detak jantung, hingga peredaran darah dalam urat nadimu. Kesan bahagia akan selalu ada, tak ped...